#5 - Kuaci Rektorat

1.2K 120 3
                                    

"To the point aja kali ya. Dis, gue mau meminang lo ... "

Uhkkk... Uhkkk...

Teh manis hangat yang baru saja Adis minum membuatnya tersedak – tepatnya kata-kata yang keluar dari mulut Devan yang membuatnya tersedak.

"Dis, are you okay? Minum ini deh" – Devan memberikan air mineral miliknya untuk segera Adis minum.

"Nggak, gue gak apa-apa" – Ungkapnya setelah dirasa cukup baik.

"Lo mau meminang gue? Meminang yang gimana?" – Tanya Adis kebingungan.

"Oh itu...Gue mau meminang lo buat jadi salah satu koordinator di BEM" Ucap Devan dengan hati-hati, tak ingin ada kesalahan pahaman diantara mereka "Sebenernya sih Kun nyaranin lo buat jadi sekretaris, tapi gue rasa kemampuan lo lebih dari itu. Jadi sayang aja kalau jadi sekretaris"

Adis yang mendengarkan pun menanyakan kembali, memastikan kata-kata Devan "Bentar-bentar, lo mau gue jadi anggota – gak, tepatnya jad koordinator?"

"Yes, do you want it?"

"Why do you have to use those words? I mean "meminang" Why?"

"Because, so that you are interested in the offer"

Adis diam setelah mendengarkan penjelasan Devan yang sebenarnya ia sendiri juga paham arah dan tujuannya ke mana, hanya saja Adis ingin memastikan dan mendengarkannya langsung, agar semua jelas.

"Dis, do you want it?" Tanya Devan sekali lagi, kali ini terdengar lebih serius.

Tanpa pikir panjang lagi Adis segera menggelengkan kepalanya memberi tanda bahawa ia menolak tawaran itu. Sementara Devan yang tidak ingin menyerah pun masih berusaha meyakinkan Adis.

"Dis, I won't ask for more, just be my coordinator?"

Melihat Devan yang memohon membuat Adis sedikit berpikir, haruskah ia menerima tawaran Devan atau justru kembali menolaknya dengan lebih tegas?

Sebenarnya bukan tidak ingin, hanya saja berada disatu situasi bersama Devan bukan suatu hal yang baik pikirnya. Terlebih selama satu tahun periode – tidak bisa, ia tidak mau luka yang ia rasakan terbuka kembali, bahkan sekuat apapun ditutupi sakit itu kerap Adis rasakan hingga saat ini.

Namun Adis tetaplah Adis, dia tidak bisa menolak ajakan seseorang yang meminta bantuannya, terlebih orang itu adalah Devan. Dan setelah cukup berpikir Adis menghela napas panjang sebelumnya akhirnya berbicara.

"Give me time, hmm three days. And I'll give you the answer"

"Three days? How about tomorrow?"

"Let me think, Dev..."

"Okay three days, its mean Saturday, right?"

Adis tidak menjawab, iya hanya mengangguk setuju dengan apa yang dimaksud oleh lelaki yang tengah duduk dihadapannya.

"I'll wait. Thanks ya" – Lanjut Devan dengan senyum yang terukir dibibirnya.

"Manis" - Ucap adis didalam hati yang tentu tidak akan terdengar oleh Devan, tak ingin membuang waktu lebih lama ia pun segera menepis pikiran itu dan mencoba biasa saja seperti yang sudah - sudah. "No problem. Well, anything else?" 

"No, you want to go?"

"Iya, gue duluan deh" – Adis segera bergegas pergi bahkan sebelum Devan mengiyakan.

Tidak ada percakapan lagi, sama seperti waktu itu, di tempat yang sama. Bedanya saat ini Adis lah yang pergi meninggalkan Devan seorang diri.

*

AKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang