#6 - Jas Hujan Minimarket

1K 105 5
                                    

Tidak sesuai dengan harapan, saat langit malam yang tadinya menampilkan beberapa bintang itu tiba-tiba saja berubah gerimis. Padahal sebelum berangkat, perkiraan cuaca untuk hari itu sudah cukup bagus setidaknya hingga malam hari.

Setelah beberapa menit berkendara dengan gerimis yang tak kunjung reda akhirnya kedua orang itu memutuskan untuk menepi di depan minimarket, membeli dua buah jas hujan  dan mengenakannya sebagai pelindung diri dari rintikan air.

Dirasa cukup dengan jas hujan yang sudah dikenakan, lantas keduanya  memilih untuk melanjutkan perjalanan meski hingga detik itu langit masih setia dengan gerimis nya.

"Dev, sumpah ya ini jas hujannya tuh kayak jas hujan tukang ojek tau gak haha" - Adis tertawa  dengan sedikit memukul pundak Devan yang tengah mengendarai motornya.

"Kebiasaan, ketawanya sambil mukul-mukul pundak" - Protes Devan saat pundaknya dipukul oleh Adis yang sebenarnya tidak begitu sakit.

"Refleks tau, lagian lucu deh, kamu pake warna biru dan aku pake warna kuning. Kenapa gak disamain aja warnanya?" Tanya Adis yang betulan penasaran, sebab kalau dipikir-pikir jika mereka mengenakannya saat siang hari sudah pasti warnanya akan sangat mencolok dan menjadi perhatian banyak orang karena warna jas hujan tersebut.

Devan hanya terkekeh mendengar ocehan perempuan yang tengah duduk dibalik punggungnya "Sisa warna itu, lagian kenapa tiba-tiba gerimis sih? Padahal ya, kemarin-kemarin tuh cerah Dis, makanya aku ajak kamu pergi ke taman yang ada air mancurnya itu sekalian-- Adis! Pundak aku jangan dipukul lagi"  - protes Devan saat lagi-lagi dipukul oleh Adis, kali ini betulan sakit karena sedikit lebih kencang dari sebelumnya.

"Jangan gitu, ini rezeki tau, mau panas, gerimis atau hujan sekali pun itu semua rezeki. Disyukuri aja Dev"

"Iya iya, tapi jangan dipukul terus nanti kalau aku nggak fokus bawa motornya terus kita kenapa-kenapa gimana?"

"Aku rasa nggak akan sampe segitunya sih, apalagi cuma gara-gara pundak kamu yang aku pukul, lagian kamu juga pasti jagain aku biar gak kenapa-kenapa, kan?" - Ucap Adis yang kemudian tidak dibalas oleh Devan.

Meski begitu, Adis dapat melihat senyum lelaki itu dari kaca spion motornya. Memang sedikit tidak jelas sebab sedikit tertutupi oleh rintikan air yang semakin deras.
Tapi senyumnya masih terlihat manis, bahkan sangat manis untuk menemani perjalanan mereka hari ini.

Sudah lima belas menit berselang, gerimis yang sedari tadi menemani mereka justru berganti dengan rintikan hujan yang cukup deras. Rasanya jas hujan yang mereka gunakan pun sudah tidak mampu untuk melindungi keduanya dari derasnya hujan yang turun.

Hingga akhirnya Devan kembali bersuara, berusaha menyadarkan Adis yang sedari tadi sudah kedinginan.

"Mau neduh dulu nggak?"

"Haaa? Kamu ngomong apa? Nggak kedengeran!?" - Adis sedikit berteriak karena suara Devan yang terkalahkan oleh kencangnya suara hujan.

"Kamu, mau neduh dulu nggak? Hujannya deres banget" - Devan sedikit berteriak sambil memicingkan matanya yang sedikit perih akibat terpaan air hujan.

Berbeda dengan Devan yang agak kesusahan saat melihat jalanan, justru Adis tampak berusaha melindungi diri dari terpaan hujan dengan cara berlindung dibalik punggung Devan "Masih jauh ya?"

"Iya, belum sampai sana pasti udah basah duluan"

"Tapi sekarang juga baju kita udah basah banget"

"Makanya neduh dulu aja ya? Nanti kamu sakit Dis" - Devan yang tanpa persetujuan pun langsung memarkirkan motornya di depan warteg kecil dipinggir jalan, memberhentikan motornya asal, yang penting berteduh dulu pikirnya.

AKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang