~20~

11 4 6
                                    

Menatap Dea lekat sambil mengelus kepala wanitanya yang terbaring lemas dengan wajah yang pucat dirumah sakit, Alian menatap Dea sendu demi apapun ia khawatir.

Nada dering ponselnya berbunyi tertara nama Mirza yang meneleponnya, kemudian berjalan keluar ruangan rawat inap lalu mengangkat telepon.

" Halo."

" Gue cuman mau ingetin, mulai besok jauhin Dea, Alian Gundara."

" Sial!" umpatnya, seketika saja telepon terputus sepihak.

Alian terduduk merenungkan pikirannya, bagaimana kedepannya jika Dea tak ada disisnya. Sungguh, dirinya sangat menyesal karena masuk kepermainan Mirza. Ia harus bagaimana sekarang?

Kemudian ia bangkit lalu memasuki ruangan inap Dea, menghampiri Dea yang sudah membuka matanya.

" K-kak Al, Dea mau pulang." lirih Dea, Alian pun mengangguk lalu membopong Dea.

~~~

Hari ini adalah awal bagi Alian menjauhi Dea, ia sedang berjalan di lorong-lorong kelas sambil berpikir apakah ia sanggup menjahui Dea?

Langkahnya terhenti karena sebuah tepukkan dibahu, Alian membalikkan badannya menatap sang pujaan dengan sendu.

" Hay!" sapa Dea sambil tersenyum merekah.

Alian bergeming, menatap Dea lekat dan sendu. Batinnya ingin sekali memeluknya akan tetapi pikirannya masih terngiang-ngiang sebuah janji.

Ekspresinya berubah datar lalu membalikkan badan dan meninggalkan Dea yang menatap Alian kebingungan.

Satu tangan melingkar dipundak Dea, ia menatap pria yang berada disampingnya " Ngga usah pikirin dia, udah bel. Ke kelas yuk," Dea hanya mentap pria disampingnya dengan penuh tanya, kemudian ia melepaskan lengan yang berada dipundaknya.

" Hahaha...gue lupa kalau kita belum kenalan, gue Mirza Alfath." ucap Mirza sambil menyodorkan tangannya.

Dea pun menyambutnya " Dea." kemudian ia melepaskan jabatan tangan lalu tersenyum lebar.

" Dea duluan ya, kak." Mirza hanya mengangguk, kemudian Dea pergi meninggalkan Mirza.

" Permainan dimulai." ucap Mirza lalu pergi.

~~~

" Shittt!! Sial!! Gercep juga tuh anak!" umpat Alian dibalik persembunyiannya, ia merasa tidak terima dan sakit didada.

Hari pertama saja sudah sakit apalagi hari sebelumnya. Apakah ia sanggup menjahui Dea?

" WOY!!" teriak Bagas pas ditelinga Alian. Yang membuat Alian terperenjat kaget.

" Allahuakbar!"

" Hahahaha lu lagi ngapain ngab? Bisa takbir juga." tanya Bagas sambil tertawa. Alian menatap teman laknatnya jengah.

" Gue islam nyet! Ya bisalah!" sewot Alian tidak terima.

" Lah bukannya lu titisan setan, ya!?"

" Sial!"

~~~

Bel pulang sudah berbunyi, dengan cepat ia menuju parkiran hanya untuk menemui Alian. Dirinya sedang bertanya-tanya kenapa dengan Alian?

Langkah Dea terhenti, ia melihat pemandangan yang begitu sakit menyayat hati. Bagaikan belati yang tajam menusuk hatinya.

Apakah ini nyata atau cuman mimpi? Tidak mungkin jika Alian seperti itu. Baru saja kemarin ia bersama Alian kenapa kini Alian berubah.

Ia menghampiri Alian yang tengah memasangkan helm ke Vivi kakak kelasnya yang terobsesi ke Alian.

" K-kak Al.." lirihnya, Alian melirik sekilas tak menghiraukan keberadaan Dea.

Kemudian Alian menaiki motornya lalu diikuti oleh Vivi. Lebih parahnya Vivi memeluk Alian dari belakang dan Alian hanya menerima pelukkan Vivi yang membuat Dea semakin sakit.

Dea berlari ia tak menghiraukan orang yang berlalu lalang, dia telanjur sakit hati. Setelah kepergian Dea, Alian hanya menatap Dea dengan rasa penyesalan.

' maafin gue De.' Batinnya

Alian melirik kearah Vivi dengan tatapan tajam " Lepasin tangan lo, lalu turun dari motor gue."

" Tapi Al, katanya kamu mau nganterin aku pulang."

" TURUN!!" bentak Alian, dengan pasrah Vivi turun dari motor Alian lalu melepaskan helm yang berada dikepalnya.

Setelah menerima helm, kemudian Alian menancapkan gas lalu pergi meninggalkan Vivi.

" Ishh sialan!"


















Minggu, 18 Juli 2021

Hanya Kenangan // Belum Revisi (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang