24

7 2 0
                                    

Ia menangis sambil berlari, Dea terus berlari menerobos derasnya hujan malam. Hatinya terasa sakit bagaikan ditusuk belati, satu fakta yang ia baru ketahui.

Dea terduduk didepan teras rumahnya, tubuhnya menggil karena dinginnya hujan dimalam hari. Kemudian ia bangkit memasuki rumah.

" Bu.. Cincin ini bagus, aku mau memakainya. " ujar Ika memasangkan cincin emas ke jari manisnya

" Tapi, ini ibu belikan buat Dea, kamu kan sudah punya. " Ika yang mendengar jawabannya langsung murung

" Tapi... Bu Ika mau pokoknya," tak bisa menolak, Sinta hanya mengangguk sambil tersenyum. Tanpa sadar anak sulung Sinta mendengar, lagi dan lagi ia di bedakan.

Apalagi ini? Tadi maslah Mirza dan Alian, sekarang? Apakah Dea harus mengungkapkan isi rasa sakitnya ataukah hanya terdiam?

" Ibu, kenapa Dea selalu dibedakan? Apakah ibu gak sayang sama Dea? Dea kecewa sama ibu. " ucap Dea lirih, ia kembali berlari keluar rumah dan hujan semakin deras.

Sinta menoleh, ia berdiri dan langsung mengejar Dea. Baju Sinta sudah basah karena terkena air hujan.

" Dea!"

Dea tak menggubris teriakan ibunya, ia terus saja berlari mebelah hujan malam. Gemuruh petir yang bersuara sangat kencang.

Suara klakson mobil sangat bising dari kejauhan mobil truk melaju dengan cepat, Dea tidak melihat sekitaran jalan ia hanya menangis bersama hujan.

Tinn... Tinn...

Brakkk

Tubuh Sinta terpental jauh, truk tersebut oleng menabrak pohon. Dea tercengang kakinya bergetar ia langsung berlari menuju ibunya yang terpental jauh.

Menurutnya takdir tak adil, kenapa harus ibunya yang tertabrak? Kenapa bukan dirinya? Apakah ini salah dirinya?

Kepala sang ibu dipangkuannya, darah Sinta mengalir kemana-mana. Dea menangis atas kesalahannya ia menangis sejadi-jadinya.

" De-dea... Ji-jika i-bu ti-dak selamat, tolong donorkan ginjal ibu untuk Ika, ibu sayang sama Dea dan ibu juga udah siapin kado spesial untuk ulang tahun Dea. Kado tersebut ibu simpan dilemari peninggalan Ayahmu. " ucap Sinta terbata-bata.

Dea menggeleng " Ibu harus selamat, Dea mau cari bantuan dulu. " Dea berdiri akan tetapi tangannya digenggam Sinta, Lalu Sinta mengusap pipi Dea.

" Selamat ulang tahun...d-dan selamat tinggal putriku.. " tangan Sinta yang berada dipipi Dea terlepas seketika, Dea terdiam sejenak langsung mengecek denyut nadi sang ibu.

" Gak, gak, ini pasti prank kan bu? " ujarnya tak percaya, Dea menepuk-nepuk pipi sang ibu.

" Bu, please bangun.. Maafin Dea bu, "

Ia memeluk sang ibu dengan erat, kenapa harus berakhir seperti ini? Ini salahnya.

Hanya bisa menangis di derasnya hujan, dinginnya malam menjadi saksi apakah ini akhir dari kehidupan Dea?

" Ibu... "
















Senin, 15 November 2021

Hanya Kenangan // Belum Revisi (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang