8 | Ragu

4.3K 989 32
                                    

"Coba lu ada fotonya gak, Ya?" tanya Mbak Sania begitu kami mulai mencurigai sepertinya ada campur tangan 'orang dalam' yang menyangkut atasan baru kami nanti.

Aku membuka kunci ponselku untuk melihat kembali kontak Pak Jibran, namun sayang tidak ada foto yang terpajang di sana. "Gak ada, Mbak. Entah memang gak pasang atau mungkin diatur privasinya cuma bisa dilihat sama kontaknya aja."

"Tapi gue jadi penasaran deh, emang ada hubungannya atau cuma kebetulan aja ya nama belakangnya sama?"

Aku pun penasaran, Mbak! jeritku dalam hati. Tapi ya mau gimana? Masa aku harus chat Pak Jibran dulu supaya kontakku disimpan sama beliau jadi aku bisa lihat foto profilnya? Gengsi atuh. Gengsi cewek tuh tidak memandang status hehe.

"Oh!" Mbak Sania tiba-tiba saja berseru hingga membuatku sedikit terkejut. "Pak Ridwan kan ada akun instagram. Coba aja lihat di sana siapa tahu ada di following-nya."

Aku terpana karena salut atas pemikiran Mbak Sania yang begitu cepat dalam berusaha menggali informasi. Cewek tuh gak ada lawan kalau urusan stalking. Jangankan cuma sekadar cari foto, silsilah keluarga sampai ke mantan pacar sekalipun bisa dicari tahu asalkan niat.

Mbak Sania kemudian mengambil ponselnya sendiri. Aku lantas menggeser roda kursiku mendekati mejanya hingga aku bisa ikut melihat layar ponsel Mbak Sania. Begitu ponselnya menampilkan profil akun Pak Ridwan, kami langsung tertuju pada sebuah foto di halaman profil Pak Ridwan yang memang cukup jarang mengunggah gambar. Foto yang membuat kami tertarik untuk melihatnya itu adalah sebuah foto yang memuat beberapa orang di dalamnya dengan balutan busana senada dan pose formal. Foto itu jelas seperti foto keluarga yang dilakukan di sebuah studio.

"Ini bukan sih cowok yang tadi?" Mbak Sania bertanya selagi ibu jari dan telunjuknya memperbesar foto itu dan memfokuskannya pada sosok yang berdiri di belakang seorang wanita paruh baya yang kuyakini adalah istri Pak Ridwan.

"Iya, Mbak, itu!" sahutku. Ah, pantas saja wajahnya seperti familiar. Mungkin aku pernah melihat unggahan Pak Ridwan ini beberapa waktu lalu namun aku tak terlalu memperhatikannya karena aku tipikal orang yang kalau lagi scroll timeline itu selalu memberikan love pada setiap foto yang muncul di laman berandaku tanpa peduli foto apapun itu.

"Berarti mungkin aja memang Pak Ridwan yang nempatin dia di sini. Tapi tanggung banget gak sih menurut lu?"

Aku mengalihkan pandangan mataku dari layar ponsel ke wajah Mbak Sania. "Tanggung gimana, Mbak?" tanyaku.

Mbak Sania tak langsung menjawab. Ia malah membuka profil akun Pak Jibran yang ditandai dalam foto keluarga itu. Tak terlalu banyak foto yang diposting oleh Pak Jibran, bahkan lebih sedikit dari jumlah unggahan foto Pak Ridwan. Hanya ada sepuluh foto di profil Pak Jibran. Itupun yang menampilkan wajahnya hanyalah foto keluarga dan foto wisuda.

Mbak Sania mengklik foto wisuda Pak Jibran yang didampingi oleh Pak Ridwan dan istrinya. Dari ijazah yang dipegang Pak Jibran, tertulis di sana kalau ia telah menempuh pendidikan di jenjang magister.

"Gue sih kalau misalnya gue warek II nih, terus gue mau masukin anak gue kerja di sini ya gue kasih posisi tinggi sekalian lah. Ngapain amat cuma kepala divisi humas? Di atas itu dong. Apalagi kalau background pendidikannya mumpuni kayak gini," ujar Mbak Sania menjawab pertanyaan yang kulontarkan tadi.

Ya... ya iya juga sih, batinku.

"Tapi bisa juga mungkin tujuannya memang bukan buat berkarir." Mbak Sania kembali melontarkan opininya.

"Gimana maksudnya, Mbak, bukan buat berkarir?" tanyaku.

"Misal anggap aja ada tujuan khusus buat memperbaiki sistem kerja di sini, atau mau menyelidiki sesuatu gitu. Mungkin ya mungkin soalnya kan kita juga gak tahu keadaan sebenarnya gimana."

Jalan Raya [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang