9 | Waktu Yang Tepat

4.2K 1K 28
                                    

Niat hati ingin turun dari motor untuk membuka pagar rumahku, namun Tante Kinan sudah lebih dulu keluar dari dalam rumah dan membukakan pagar untuk kami. Entah Tante Kinan kebetulan mau keluar atau ia memang sudah melihat kedatanganku dari dalam rumah.

Begitu pagar terbuka, aku melajukan motorku masuk ke dalam selagi Tante Kinan menutup pagar kembali. Usai memarkirkan motorku di halaman rumah, aku kemudian membantu Azzam turun dari motor.

"Langsung pada mandi gih biar segar, habis sholat maghrib kita makan. Tante udah masak tumis ayam mentega kesukaan Azzam," ujar Tante Kinan padaku dan Azzam.

"Mau, Nek, mau!" seru Azzam tak sabar.

Aku melepas helmku dan memegangnya di tangan kiriku. Tangan kananku yang bebas kemudian menggenggam jemari Azzam. "Mandi dulu ya, Sayang," ujarku padanya.

"Ayuk, Ma!" sahutnya. Sepertinya ia sudah sangat bersemangat untuk menyambut makanan kesukaannya saat makan malam nanti.

"Let's go!" ajakku yang setengah berlari menuntunnya masuk ke dalam.

Membuka pintu kamar Azzam, aku membantu Azzam melepas tasnya. "Azzam mandi sendiri ya, Sayang, baju gantinya Mama siapin di atas kasur," ujarku.

"Oke, Ma!"

"Nanti baju kotornya taruh di keranjang ya, Sayang," kataku lagi sembari mencari baju tidur Azzam dari dalam lemarinya.

Usai meninggalkan setelan piyama untuk Azzam di atas kasurnya, aku keluar dari kamar Azzam dan menuju kamarku yang berada tepat di di hadapan kamar Azzam. Melangkah masuk ke dalam, aku kemudian melepas tasku dan meletakkannya di kursi meja rias. Jaket denimku pun kugantung di belakang pintu.

Aku memilih untuk meluruskan otot-otot tubuhku sesaat di atas ranjang sebelum mandi nanti. Tanganku terasa agak pegal karena mengendarai motor lebih lama dari jarak yang biasa kutempuh dulu. Tapi gak apa-apa. Nanti lama-lama juga pasti aku terbiasa.

Rasa lelah yang menjalar di seluruh tubuhku lambat laun membuat mataku terbuai kantuk. Sayangnya baru beberapa detik terpejam, suara ketukan dari pintu kamarku yang tak sepenuhnya kututup membuatku kembali membuka mata. Menoleh, aku pun mendapati Tante Kinan di ambang pintu.

"Capek ya? Tapi tidurnya nanti aja, Ya. Sekarang udah mau maghrib," ujarnya padaku.

Aku tersenyum dan mengangguk lalu perlahan bangun dan duduk di atas kasurku dengan punggung bersandar di kepala ranjang. "Iya, Tante. Azzam mandinya udahan, Tan?" tanyaku.

Tante Kinan menggerakkan sedikit dagunya ke arah kamar Azzam. "Tuh lagi pakai baju," katanya.

"Tolong lihatin Azzam dulu ya, Tan. Raya lurusin badan bentar," ujarku sembari meregangkan otot-otot tubuhku.

"Iya, tapi kamu jangan ketiduran ya, Ya. Gak baik tidur pas maghrib." Tante Kinan kembali mengingatkan. Aku tersenyum dan mengangguk mengiyakan.

***

Usai menunaikan ibadah wajibku bersama Tante Kinan dan Azzam, aku kembali ke kamarku setelah sebelumnya meminta Tante Kinan untuk makan duluan saja bersama Azzam karena anakku itu sepertinya sudah tak sabar ingin menyantap menu kesukaannya yang dimasak oleh Tante Kinan. Alasan lainnya juga karena aku sempat mendengar ponselku berdering jadi aku ingin mengecek siapa yang meneleponku.

Aku mengambil ponselku yang kuletakkan di atas meja di samping tempat tidurku. Rupanya Mbak Nadira yang menelepon. Waktu kutanya ada keperluan apa lewat chat, Mbak Nadira bilang tidak ada apa-apa dan hanya sekadar rindu pada Azzam. Saat kutawarkan apa dia mau video call dengan Azzam, ia bilang lain kali saja karena saat ini dirinya sedang ada keperluan lain.

Jalan Raya [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang