2 | Terus Melangkah

6K 1.1K 23
                                    

Sepasang kakiku sibuk berjalan mondar-mandir kesana dan kemari. Kedua tanganku pun aktif mengangkat barang-barang, beberapa ada yang kupindahkan ke tempat lain namun ada juga yang kutempatkan kembali di lokasinya semula. Biasalah, namanya juga wanita.

Lelah sudah pasti kurasakan di semua anggota gerakku, namun setidaknya lelah yang dirasakan fisikku hari ini membawa perasaan lega ke dalam hatiku.

Barang-barang pindahanku sebenarnya tidak terlalu banyak. Aku hanya membawa semua pakaianku dan Azzam, motorku, dan beberapa peralatan masak juga elektronik yang belum lama kubeli. Untuk furnitur lain seperti meja makan, lemari pakaian, atau sofa ruang tamu, aku sudah membelinya dan mengisinya di rumah ini dari jauh hari.

Kenapa aku tidak membawa barang-barang dari tempat tinggal lamaku? Pada dasarnya aku memang tidak menginginkannya karena aku benar-benar mau memulai hidup baruku di sini. Aku tidak ingin ada satu barang pun yang membawa kenangan lama masuk ke dalam kehidupan baruku.

"Ya, kompor udah bisa dipakai kan?"

Aku yang tengah mengatur ulang letak mesin cuci lantas menghentikan aktivitasku sebentar dan menoleh pada Tante Kinan. "Tinggal dipasang gasnya aja sih. Memangnya Tante mau ngapain?" tanyaku balik.

"Mau bikin makan buat kamu sama Azzam. Udah hampir siang ini. Ada minimarket dekat sini gak, Ya? Tante gorengin frozen food aja dulu deh yang praktis."

Meskipun ada, aku juga gak tega kalau tanteku harus repot-repot ke sana. Ditambah lagi aku juga belum masak nasi karena rice cooker-nya belum kupasang colokannya dan berasnya juga masih ada di dalam peti bersama bahan makanan lain yang belum sempat kubongkar.

Aku kemudian mengeluarkan ponselku dari saku celanaku. Membuka kunci layarnya, lalu memberikannya pada Tante Kinan. "Pesan makanan online aja, Tan," kataku.

"Mau pesan apa?" tanyanya yang kemudian mengambil ponsel yang kuberikan.

"Apa aja, Tan, yang bisa dimakan Azzam sama Tante," jawabku.

Tante Kinan terdiam cukup lama srlagi jemarinya mengusap-usap layar ponselku. Mungkin kini ia telah membuka aplikasi pesan makanan online di ponselku dan tengah melihat-lihat menunya.

"Ayam goreng aja gimana, Ya?" Pilihannya jatuh pada menu makanan yang hampir pasti dapat dinikmati oleh semua orang. Ayam goreng dan nasi goreng itu termasuk menu sejuta umat alias siapa saja pasti doyan.

"Boleh, Tan. Kalau ada sayurnya pesan juga aja, Tan, buat Azzam," kataku yang kini beralih untuk mengeluarkan rice cooker dari dalam dus dan meletakkannya di dekat set sutilku.

"Oke! Tante pesan nih ya?" tanyanya dan aku mengangguk mengiyakan.

"Oh iya, baju Azzam dari dus udah Tante pindahin semua ke dalam lemarinya. Tante lanjut beresin baju kamu kali ya, Ya?"

"Jangan, Tante, gak usah," sergahku langsung. "Udah, Tante tolong temani Azzam aja. Baju Raya nanti biar Raya yang beresin. Bentar lagi juga kelar kok ini Raya tinggal pindah-pindahin bahan makanan ke lemari sama kulkas, terus masukkin galon ke bawah dispenser deh," kataku.

Tante Kinan menghela napas pelan. "Kecapekan loh nanti kamu, Ya," katanya dengan tatapan kekhawatiran yang jelas terlihat.

Aku tersenyum dan mengusap bahunya. "Enggak kok, Tante. Ini cuma sedikit. Lagian Raya juga kan gak angkat yang berat-berat. Tante tenang aja ya," kataku meyakinkannya.

Menghela napas pelan, Tante Kinan akhirnya mengalah. "Hmm, ya udah kalau gitu. Tapi kalau kamu butuh bantuan langsung panggil Tante aja ya," katanya sebelum kemudian ia pamit untuk menemani Azzam lagi dan membiarkanku melanjutkan kegiatanku lagi.

Meski aku akui ada sedikit rasa lelah yang menyergap, namun justru aku menikmatinya. Jadi seperti ini rasanya mengatur sendiri setiap bagian dari rumahku. Sebelumnya jangankan menata barang, untuk makan saja aku tidak punya kebebasan dalam memilih.

Aku menggelengkan kepalaku, menolak untuk mengingat kenangan itu lagi. Sudah cukup bagiku sebelumnya menjalani kehidupan yang mana aku tidak merasa 'hidup' di dalamnya. Kini aku akan memulai semuanya dari awal. Dimana hanya ada aku, Azzam, dan ketenangan.

***

"Ya, kamu udah coba telusuri jalan di daerah sini? Kira-kira ada minimarket atau supermarket yang dekat gak? Fasilitas kesehatan terdekatnya cukup memadai atau enggak? Akses angkutan umumnya mudah gak?"

Aku menganggukkan kepalaku. Sebelum menjawab pertanyaan Tante Kinan lebih lanjut, aku menelan beberapa teguk air mineral dari dalam gelasku untuk mendorong masuk sisa-sisa makanan yang mungkin masih menempel di mulutku agar melewati kerongkonganku.

"Minimarket terdekat ada kok, Tan. Kalau mau supermarket juga ada. Gak deket banget sih supermarket mah tapi kalau naik motor ya gak jauh. Klinik 24 jam juga ada, tapi di luar dari area perumahan. Masih dekat lah kalau naik motor. Cuma kalau akses angkutan umum emang agak susah sih, Tan. Angkot ada, tapi gak lewat sampe depan perumahan. Cuma lewatin perempatan depan aja. Tapi kalau soal angkutan umum mah gampang deh, bisa pakai kendaraan online atau taksi," tuturku.

"Kalau sekolahan gimana? Ada yang dekat? Azzam kan nanti sudah waktunya daftar SD," ujar Tante Kinan lagi.

"Ada sih, Tan, sekolah swasta di dekat sini tapi kalau untuk Azzam nanti Raya daftarain di sekolah yang dekat tempat kerja Raya aja. Biar Raya gampang antar-jemputnya." Jujur aku khawatir kalau Azzam pulang-pergi sekolah sendiri sekalipun ada sekolah yang berjarak cukup dekat dari rumah. Belum lagi kalau aku harus meninggalkannya sendirian di rumah. Kalau Azzam bersekolah di dekat tempat kerjaku kan aku bisa menjemputnya dan membawanya ke tempat kerja bersamaku sampai waktunya aku pulang kerja nanti.

"Kamu ada niatan mau sewa ART gak, Ya?" Tante Kinan kembali bertanya.

"Ada sih, Tan. Nanti Raya mau coba cari dari yayasan gitu. Buat beres-beres rumah aja sih jadi gak perlu yang nginap," jawabku.

"Nanti Tante coba bantu cari ya. Soalnya Tante juga khawatir kalau kamu gak ada ART. Takutnya nanti kamu kecapekan urus semuanya sendiri. Ya, kapanpun kamu butuh bantuan, sekalipun Tante lagi gak di sini pokoknya kamu bilang aja ya. Tante bakal usahain bantu sebisa Tante."

Aku tersenyum dan mengangguk. "InsyaAllah Raya dan Azzam akan baik-baik saja, Tante," ujarku. Ini bukanlah kali pertama aku berjuang sendiri. Dulu aku juga sudah melakukannya, bahkan berkali-kali. Aku pernah merasakan menelan segala sakit dan pilu sendiri dan apa yang saat ini terjadi berkali-kali jauh lebih baik dari yang pernah kualami.

Kenangan lama memang tak bisa kuhapuskan dari kepalaku. Bayangan itu menetap di sudut terdalam memoriku. Aku tak bisa mengubahnya. Yang bisa kulakukan hanyalah terus melangkah. Menyibukkan diri untuk menata kehidupan baruku hingga aku tak punya waktu untuk mengingat hal-hal pahit dari masa laluku.

***

To be continue
================================


Jalan Raya [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang