Enam Puluh Empat

1.1K 94 1
                                    

#Queen

Drrrrttt ... drtttt ... kurasakan getaran dalam saku rok abuku. Refleks, tangan kananku merogoh saku dan meraih smartphone. Kulirik sekilas Pak Aryan di depan sana. Setelah yakin aman, kubuka aplikasi pesan untuk memeriksa.

Istirahat pertama

gue tunggu di taman. Kris.


Sebuah nomer baru mengatas namakan Krisan, seketika membuat dahiku berkerut. Kubalas pesan itu dengan persetujuan dan meletakkan smartphoneku ke saku kembali.

...


Krisan mengayun-ayunkan kedua kakinya di atas bangku batu, yang memang tersedia di taman belakang Aryathama. Bersiul-siul mendendangkan sebuah lagu ceria. Suara langkah kaki yang mendekat, membuat Krisan menghentikan siulannya dan menoleh. Tersenyum. "Gue kira lo enggak berani datang."

Queen mencebik lalu duduk tepat di sebelah Krisan. "Lo ganti nomor, ya?" tanya tanpa basa-basi. "Dasar abegeh labil, patah hati dikit saja, langsung deh ganti nomor."

Krisan mendecak. "Enggak, ya. Gue punya nomor itu sudah lama cuma gue simpan di hape lain. Tadi pagi, gue salah ngambil hape. Jadi, enggak usah ngatain gue abegeh labil lagi."

Queen mencebik lagi. "Iya aja deh. Lo ngapain ngajak ketemuan di sini? Mau nembak gue?"

"Lo udah jadian sama Greta?" tanya Krisan balik. Pertanyaan yang membuat kening Queen berlipat. Krisan berdecak. "Pasti belom!!! Dasar bego!!! Kenapa enggak lo tembak aja sih? Apa perlu ada Krisan atau Mey yang lain? Masih kurang apalagi sih? Masih belum yakin juga kalau kalian tuh saling cinta?"

Queen tertegun. Nih anak baru patah hati gara-gara gue sama Greta. Sekarang malah ngomel-ngomel karena gue belum nembak Greta? Nih anak waras enggak sih? Diangkatnya tangan kanan ke arah kening Krisan. "Lo demam? Lo lagi ngigo, ya?"

Krisan menepis tangan usil Queen. "Gue sehat. Lahir batin. Yang sakit tuh hati gue. Tapi lo enggak usah peduli soal itu. Sebagai permintaan terakhir gue sebelum gue pindah dari sini, gue mau lihat lo jadian sama Greta. Kalau lo enggak nembak dia juga, gue bakalan tetap di sini dan pacarin lagi dia," ancamnya dengan nada serius.

Queen kembali tertegun. Nih bocah beneran ngigo. Queen berdecak. "Otak lo geser, ya? Baru kali ini gue lihat ada orang yang maksa orang lain buat pacarin mantannya padahal belum seminggu putus."

"Halah ... lo pikir otak gue lemari, bisa ngegeser. Enggak usah sok mengalihkan pembicaraan deh. Gue tanya, lo kapan mau nembak Greta?"

Queen terdiam. Sudah tak ada lagi penghalang untuknya memiliki Greta. Bahkan Putri Kupu-Kupunya pun sudah secara gamblang memintanya kembali. Entah sebagai sahabat atau lebih. "Enggak tahu. Greta masih dalam suasana berduka karena lo tinggalin. Kayaknya, enggak etis aja kalau gue nembak dia sekarang."

Krisan berdiam sejenak. "Greta nerima gue dulu waktu kalian ribut hebat."

Queen menoleh sekilas ke arah Krisan, "dan kalian bubar gitu aja. Gue sih ogah kalau harus bubaran sama Greta. Gue enggak mau kehilangan dia lagi."

Krisan menyentil kening Queen, "beda kasus, Bodoh!!! Gue sama Greta tuh cinta sepihak, rapuh, gampang bubar. Gampang merudul kayak cake murahan yang hiasannya doang cetar. Kalau lo sama dia sih, saling sayang, saling cinta."

"Enggak tahu deh. Gue juga bingung, gimana caranya ngajakin Greta pacaran. Dulu, waktu gue sama Mey, dia yang nembak gue."

Krisan menggelengkan kepala. Prihatin. "Cakep-cakep tapi bego. Nembak cewek aja enggak bisa. Polos sekali anda," sindirnya pedas. Ditepuknya bahu Queen. "Lo ungkapin aja deh apa yang ada di hati dan pikiran lo. Ungkapan yang dari hati tuh biasanya tulus dan jujur."

Queen menoleh. Menatap Krisan lekat. Hening mendominasi. Krisan membalas tatapan itu. "Lo ngelihatin gue terus mau nyipok gue?" sindir Krisan dengan nada ketus. "Enggak usah lihatin gue. Nanti lo sayang sama gue kan, repot."

Plak. Queen menggeplak kepala Krisan. "Gila aja gue sayang sama lo. Sayang gue cuma buat Greta."

...


"Jadi ... lo mau nembak Qyu atau nunggu si cewek ganteng itu nembak lo?" Lyna menatap Greta, yang tenggelam dalam novel roman di tangannya.

Greta mengangkat wajah. Mengerutkan kening. "Lo nanya apaan sih?"

Lyna berdecak. "Lo mau nunggu Qyu nembak lo atau lo mau nembak dia duluan?"

"Lo nyuruh gue nembak dia? Lo nyuruh gue jadi pembunuh, Lyn? Sahabat macam apa lo? Kalau Qyu mati, gue masuk bui." Dipasangnya wajah polos. Kembali pada novelnya.

Lyna menatap dingin. "Enggak usah berlagak polos deh. Enggak usah sok bego, nanti bego beneran, mau?"

"Lagian lo nanya pertanyaan yang udah lo tahu jawabannya. Jelas gue nunggu Qyu yang nembak gue dong. Kan, gue cewek."

"Situ pikir si Queen Oryza Sativa itu bukan cewek gitu? Gitu-gitu juga di akta lahirnya, dia cewek loh, Neng Polos." Lyna mulai gemas. Ditahannya kedua tangan, yang bersiap menyerang kedua pipi tembam Greta.

Greta menutup novelnya. Berdiam. Seolah tengah berpikir. "Kalau gue duluan yang nembak, gimana caranya? Gue kan, baru satu kali pacaran, itu juga Kris yang nembak."

Lyna berdecak. "Ya, tinggal ngomong aja kalau lo sayang dan cinta mati sama Qyu. Gampang, kan?"

"Kalau gue ditolak gimana?"

Lyna menggeram tertahan. "Iya kali tuh laki jejadian nolak lo. Kalau sampai dia berani nolak lo, biar gue yang larung otak tuh anak ke laut Selatan sana."

Greta menatap Lyna dengan wajah polosnya, "kok lo yang nafsu banget pengen gue jadian sama Qyu?"

Lyna sudah tak tahan. Kedua tangannya terangkat dan menyerang pipi tembam Greta. "Enggak usah nanya. Gue gregetan sama kalian berdua. Mau jadian aja pake acara drama mampir ke hati yang lain dulu. Kenapa enggak dari dulu aja sih kalian jadian?"

Greta melepas kedua tangan Lyna. Mengusap kedua pipinya. "Dari dulu gimana? Orang gue aja baru nyadar sekarang-sekarang, kalau gue sayang sama Qyu lebih dari sahabat. Ih, Lyna ... sakit tahu pipi gue ...."

Lyna memutar kedua mata. "Terus nunggu apalagi? Buruan sana tembak sahabat lo itu. Nanti dia diambil cewek lain lagi, lo sendiri deh yang nangis sehari semalam."

Greta menggeleng. "Enggak ah. Gue nunggu dia nembak aja. Kalau dia emang mau gue jadi pacarnya, dia pasti minta gue dengan baik-baik. Kalau dia enggak nembak, ya udah, kami balik jadi sahabat aja lagi."

Lyna menepuk keningnya. "Enak banget kalau ngomong nih anak gadis satu. Dipikir hidup segampang itu apa. Kalau kalian balik sahabatan tanpa ngubur rasa lebih itu, percuma. Kalian suatu saat nanti pasti ribut lagi kalau salah satu dari kalian memutuskan untuk punya pasangan. Dipikir enak apa, ribut sama sahabat sendiri. Lo sendiri kan, udah ngerasain kayak apa. Berkeluh kesah mulu selama musuhin si Qyu. Dan bisa jadi, lo malah bakalan kehilangan dia bukan cuma sementara tapi selamanya."

Greta diam. Semua ucapan Lyna mulai mempengaruhinya. Kekukuhannya untuk menunggu Queen mengungkap perasaannya lebih dulu, mulai goyah. Apa iya, gue bisa kehilangan Qyu selamanya? Tapi, bukannya kalau gue sama Qyu pacaran, resiko kehilangan dia selamanya justru makin lebar?

...

Queen Greta Oto (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang