Enam Puluh

2.6K 225 23
                                    

Keenam remaja SMA itu berkumpul di meja makan. Menyantap hasil masakan Lyna, yang sangat kebetulan gemar memasak. Queen tengah sibuk memisahkan daging ikan bandeng dari duri halusnya. Setelah yakin bebas dari duri halus, dipindahkannya daging ikan ke piring Greta, yang duduk di hadapannya.

Greta mendongak. Tersenyum tipis saat mendapati wajah tampan setengah cantik sahabatnya. "Gue bisa sendiri kok. Tapi, terima kasih, Qyu."

Queen tersenyum. Mengambil satu ekor bandeng goreng untuk dirinya sendiri. "Terima kasih? Bukannya memang udah jadi kebiasaan kita!? Setiap kali kita makan bandeng, lo cuma terima beres. Gue yang bersihkan duri halusnya."

Tubuh Greta menegang. Ada rasa tak nyaman menjalar sejak peristiwa di dapur tadi pagi. Diliriknya Krisan, yang tak menunjukkan reaksi apapun, seolah ucapan Queen tak mempengaruhinya.

Walau tampak tenang, Krisan sesungguhnya tengah menahan ledakan. Gadis itu akhirnya mendorong piring. Meletakkan sendok di atas piring, yang masih berisikan separuh dari makan malamnya. Didorongnya sedikit ke belakang kursi, yang diduduki, dan beranjak tanpa kata.

Greta memperhatikan kepergian Krisan. Bukan hal yang lumrah untuknya. Krisan sedikit mendingin sejak tadi pagi. Walau tak terlalu jelas terlihat, Krisan sedikit menghindarinya. Apa Kris tahu soal tadi pagi?, tanyanya dalam hati. Gelisah. Ada rasa bersalah yang tumbuh dalam hatinya.

...


Krisan bersandar di salah satu tiang penyangga teras belakang. Wajahnya terdongkak, menatap langit malam. Sepuntung rokok terjepit di antara telunjuk dan jari tengahnya. Sesekali menghisap dan menghembuskan asapnya dengan kasar. Helaan napas berat dihembuskannya berkali-kali. Kedua matanya memanas dan perih. Dadanya sedikit menyesak.

"Kok makan malamnya enggak dihabisin sih?" Greta muncul dari arah belakang. Menyentuh lembut bahu kekasihnya. Dan bersandar manja di lengan kekasihnya. Tertegun sejenak saat melihat asap nikotin, yang dikepulkan kekasihnya. "Kamu merokok?" tanyanya dengan hati-hati.

Krisan mengubah posisi tubuh, sedikit mengarah pada Greta, yang terpaksa melepas sandarannya. Kepalanya mengangguk pelan. "Iya. Sesekali aku emang merokok. Kenapa?" tanyanya balik dengan nada sedikit datar.

Greta tersenyum canggung dan menggeleng. "Enggak apa-apa kok. Soalnya ... baru kali ini aku lihat kamu merokok, Kris. Aku cuma enggak terbiasa lihat seorang cewek merokok. Soalnya, Qyu bukan perokok."

Tatapan Krisan mendingin. "Apa aku harus sama persis dengan Qyu? Aku itu aku, Gre. Kenapa kamu terus menerus membandingkan aku dengan dia? Apa tidak bisa kamu menerima aku sebagai aku? Atau kamu memang sengaja, ingin menciptakan seorang Qyu di dalam diriku?" Tatapan dingin itu menusuk Greta, sama seperti tuduhan yang baru saja dilayangkannya.

Greta terkesiap. Tak siap dengan pernyataan sekaligus pertanyaan Krisan, yang membuang pandangan kembali ke langit malam. "Bukan begitu maksud aku, Kris. Aku cuma berpikir kalau cewek seperti kalian itu sama."

Krisan menghela napas berat. "Kami jelas berbeda, Gre. Sangat berbeda. Dalam hal apapun kecuali, kami mencintai satu gadis yang sama. Dan gadis itu dalam diamnya, telah memilih satu di antara kami."

Greta menghela napas. "Aku sudah memilih kamu, Kris." Ditundukkannya wajah. "Kenapa kamu masih tanya soal itu?"

Krisan menjauhkan diri dari tiang penyangga. Memposisikan diri tepat di hadapan gadisnya. "Kenapa aku masih tanya soal itu? Karena aku belum sepenuhnya yakin kalau hati kamu utuh untukku, Greta Oto. Aku bukan orang bodoh. Aku cukup pintar untuk mengartikan semua. Asal kamu tahu, di sini, sakit!!!" Tangan kirinya terangkat ke arah dada. Dibuangnya pandangan. Mengerjapkan kedua matanya yang kembali memerih. Secara refleks, Krisan melanh

Queen Greta Oto (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang