Lima Belas

4.1K 295 12
                                    

Greta membawa nampan berisikan semangkuk bubur ayam dan teh hangat dengan hati-hati. Mendekat ke arah Queen, masih dengan wajahnya yang memerah. "Gara-gara lo nih!!! Nanti kalau Kak Luna mikir kalau kita ini ada apa-apa gimana?" semprot Greta begitu tiba di hadapan Queen. Meletakkan nampan di atas nakas dan mengambil mangkok berisi bubur ayam tanpa bawang daun dan seledri dan sedikit kuah. Wanginya sungguh menggoda dan menerbitkan air liur. "Sekarang lo makan. Kalau enggak makan, ini bubur gue yang aja habisin." Greta mulai menyendok bubur dan membawanya ke mulut Queen.

Queen membuka mulutnya. "Emangnya kenapa kalau Kak Luna curiga?" tanyanya ringan. Menelan langsung buburnya tanpa menguyah. "Lagi, Gre. Gue lapar berat." Queen membuka mulutnya. Siap menerima suapan dari Greta. "Buburnya enak," ujarnya seraya tersenyum.

Greta meniupi sekilas bubur, yang masih panas itu. Menyuapkannya lagi pada pasien dadakannya. "Eh, Semplak, kalau Kak Luna curiga, nanti yang ada reputasi gue bisa jadi jelek. Pasti Kak Luna berpikir kalau gue itu pelakor. Cewek enggak baik, yang mau dengan milik orang lain." Greta nyaris menggetok kepala Queen dengan sendok di tangannya.

Queen mencibir. "Enggak akan mungkin dia berpikiran sejauh itu. Yang ada nih, ya ... itu barbie hidup justru bakalan bikin syukuran kalau lo dan gue benaran ada sesuatu. Dia kan, dari dulu lebih setujunya kalau gue jadian sama lo daripada gue jadian dengan Mey."

Greta diam sesaat. Berusaha mencerna setiap ucapan Queen. Sendok berisi bubur berhenti di tempat. Greta hanya mengaduk-aduk bubur Queen. "Lo udah tahu kalau Kak Luna kurang suka sama Mey, kenapa masih lo jadiin pacar? Udah begitu kalian pacaran lama lagi." Greta, yang sedikit merasa bingung pun bertanya.

Queen menghela napas. "Karena gue udah terlanjur terbiasa dengan adanya dia. Mey itu bisa mengerti gue. Selain lo dan Kak Luna, tentunya Mamah, cuma Mey yang benar-benar sayang gue. Dan juga ... gue sayang dia, Gre." Suaranya memelan pada empat kata terakhir. Menunduk. Membayangkan kembali kasih sayang, yang sudah dicurahkan Mey untuknya.

Greta diam. Ada sedikit sesak dalam hatinya. Dihelanya napas. "Jadi ... lo cuma sayang? Lo enggak cinta sama Mey?" Greta menatap wajah Queen lekat. Yang ditanya pun mengangkat wajah dan tertegun.

...

#Queen

"Jadi ... lo cuma sayang? Lo enggak cinta sama Mey?"

Pertanyaan itu membuatku mengangkat wajah. Memandang tepat ke wajah cantik nan manis di hadapanku. Deg. Tersirat ekspresi sedih di wajah itu. Pertanyaan itu mengusikku, membuatku diam tanpa mampu menjawab dengan cepat. Ingin kujawab bahwa aku mencintai Mey tapi ada sesuatu dalam hatiku, yang membuat lidahku kelu untuk mengucap.

Dalam diam, aku masih menatap wajah itu. Ku hela napas. Berusaha menjernihkan pikiran. Harusnya aku tak ragu untuk menjawab pertanyaan Greta. Tapi, wajah sendu itu membuatku enggan untuk mengelak pertanyaannya.

Kembali ku hela napas. Menghembuskannya perlahan. "Apa bedanya cinta dengan sayang, Gre? Sama aja menurut gue." Akhirnya aku mampu menjawab pertanyaan itu.

...

Greta menghela napas. Kembali memyendok bubur dan meneruskan tugasnya menyuapi Queen. "Ya, sama aja. Cinta dan sayang itu memang sama. Sorry, kalau tadi gue lancang bertanya soal itu. Enggak mungkinlah lo enggak cinta Mey. Kalian udah jalan dua tahun. Lagipula, Mey kan cinta pertama lo." Greta mengulas senyum. Berusaha menekan rasa sakit yang menampar hatinya.

"Qyu?"

Sebuah suara menghentikan kegiatan Greta. Refleks, kedua sahabat itu menoleh ke arah pintu. Mey berdiri di sana dengan wajah cemas. Dengan langkah cepat, gadis itu mendekat. "Kamu enggak apa-apa? Semalam kamu bilang demam." Jelas terdengar nada khawatir dalam suaranya. "Maaf ya, semalam aku enggak bisa langsung ke sini. Tahu sendiri kan, di rumahku ada jam malam."

Queen Greta Oto (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang