Lima Puluh Lima

2.8K 216 38
                                    

"Kamu mau aku temani? Atau aku ambilin obat?" tanya Krisan begitu tiba di depan kamar Greta. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Wajah Greta sedikit pucat.

Greta menggeleng. "Aku enggak perlu obat, Kris. Ini cuma efek terlalu lama ada di dalam mobil. Tidur sebentar juga pasti hilang pusingnya." Sebuah senyuman terukir di wajah Greta. Sebenarnya, gue pusing karena ulah gue sendiri. Yang gue butuhkan sekarang itu hanya waktu menyendiri.

"Aku temani, ya. Kamu tenang saja, aku enggak akan macam-macam. Aku khawatir, Gre. Biarin aku menemani kamu, ya." Krisan meminta setengah memohon. Kedua tangannya terulur dan berhenti di wajah Greta. Diusapnya dengan lembut kedua pipi tembam kekasihnya itu.

Greta tersenyum dan menurunkan kedua tangan Krisan. "Enggak usah, ya. Enggak enak dengan yang lain. Kamu mendingan istirahat juga. Kamu pasti lebih capek dari aku, yang cuma duduk manis. Aku masuk dulu." Greta mengusap lembut rambut Krisan sebelum masuk ke kamar.

Krisan tersenyum. Wajahnya merona. Perlakuan Greta sangat manis baginya. Senyumannya kian melebar.

"Makan yang manis-manis itu jangan kebanyakan. Bisa sakit gigi atau lebih parahnya, kena diabetes." Dan berdiri memperhatikan. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Gadis itu bersandar ke dinding.

Krisan berbalik dan berdecak kesal. "Ganggu saja! Sekali-kali biarin gue senang sedikit kenapa sih!" Wajahnya berubah masam.

Dan mendekat dan memeluk Krisan. "Gue cuma enggak mau kalau lo terluka lagi. Ingat Kris, sesering apapun kita berantem atau berdebat, kita tetap saudari kembar. Apapun yang lo rasakan, gue juga pasti merasakan." Gadis itu menyentuhkan dagunya di bahu Krisan, yang tersenyum dan membalas pelukan saudarinya.

...

"Ah ... sejak kapan ini warung nasi pindah ke sini?" Lyna terperangah saat mendapati meja makan sudah penuh dengan berbagai macam menu sarapan. Gadis itu segera menarik kursi untuk duduk. Air liurnya sudah hampir menetes.

"Sudah cuci muka dan sikat gigi belum kamu?" Nenek Mun mendekati cucunya dan mengusap penuh sayang rambut Lyna. "Sengaja Nenek masak banyak supaya kamu bebas memilih. Nenek tahu, kamu itu tukang makan."

Hahahaha. Terdengar riuh tawa dari arah belakang. Lyna dan Nek Mun menoleh. Kelima teman Lyna sudah berdiri di sana, masih menertawakan Lyna, yang melotot. "Apa lo semua? Enak ya, pagi-pagi sudah ngetawain orang lain!!!"

Nek Mun tersenyum. Masih diusapnya rambut Lyna. "Enggak apa-apa atuh tukang makan, daripada jadi tukang buang-buang makanan. Enggak baik itu," bela beliau lalu menoleh ke arah Queen cs. "Kalian sarapan dulu. Nenek mau ke sawah, ya." Nek Mun pun berlalu dari hadapan ke enam remaja itu.

"Ayo sarapan!!!" seru Lyna dengan semangat. Segera diraihnya piring dan menyendok nasi uduk. Yang lain mengikuti jejak Lyna.

Greta segera meraih piring dan menyendok lontong sayur sebelum Krisan dan Queen berebut untuk melayaninya. Duduk tenang di sebelah Krisan.

...

"Sarapan sudah, terus kita pada mau ke mana?" tanya Lyna seraya menyeruput kopi mocchacinno milik Dandelion. Gadis itu melempar cengiran pada si pemilik kopi. "Gimana kalau kita keliling sekitaran sini? Mumpung masih pagi. Masih adem." Gadis itu menatap kelima temannya, yang tengah duduk di teras, menyantap pisang goreng selepas sarapan. Beberapa gelas kopi, susu, dan teh menemani.

Queen Greta Oto (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang