Dua Puluh Lima

3.2K 246 31
                                    

Greta melepas pelukannya dan mundur selangkah. Menunduk. Ih, kenapa gue baper lebay begini sih? Jangan-jangan, Qyu mikir yang enggak-enggak lagi. Duh, gawat. Gue jadi malu, keluhnya dalam hati. Wajahnya memerah.

Queen mengerutkan dahi. "Kenapa lo? Malu ya, gue lihat muka jelek lo yang habis nangis?" tanyanya dengan polos. Meraih dagu Greta dan menengadahkan wajahnya. "Lo tetap cantik kok."

Greta memasang wajah datar. "Gombal. Mana ada orang habis nangis tetap cantik. Tukang tipu lo."

"Gue serius. Lo itu cewek paling cantik yang pernah gue lihat," ujarnya seraya tersenyum.

Pletak!!! Greta menjitak kepala Queen. "Gembel abis nih laki jadi-jadian. Belajar dulu sana kalau mau gombalin orang!!! Receh sekali anda!!!" Ditepisnya tangan Queen dari dagunya.

Queen mengusap kepalanya, yang berdenyut nyeri. "Ini anak ... gue itu lagi mencoba menghibur lo tahu. Hargai sedikit kek, ini malah ngejitak."

"Menghibur gue enggak usah pakai cara ngegombal juga kali. Lo kan, bisa joget-joget enggak jelas atau ngelawak. Jijik gue dengar lo gembel begitu." Greta mendorong Queen menjauh darinya. Berbalik dan kembali masuk ke dalam kamar.

Queen mengekori. Meletakkan semua bawaannya di meja belajar Greta. Berbalik dan melangkah menuju tempat tidur. Merebahkan diri dan terlentang di sebelah Greta.

"Lo kenapa sih tiba-tiba nyuruh gue nyari pacar? Jawab jujur!!!" Greta mengajukan pertanyaan, yang sejak tadi masih menggelayuti pikirannya.

Queen mengendikkan bahu. "Gue juga enggak tahu. Lagi sinting aja kali otak gue. Kesambet jin di toilet sekolah kayaknya." Kedua matanya menatap lurus langit-langit kamar Greta. "Lo sendiri, kenapa pakai acara baper sampai nangis begitu?"

Greta diam. Memeluk erat bantal gulingnya. "Karena gue pikir lo udah enggak mau jaga gue. Lo udah enggak sayang lagi sama gue. Enggak tahu kenapa, gue enggak rela aja kalau harus kehilangan lo. Mungkin karena lo teman terdekat gue sejak kecil, yang selalu jaga gue selayaknya seorang kakak."

Queen melipat kedua tangannya di bawah kepala. "Pikiran gila dari mana tuh? Iya kali, gue tega ninggalin lo begitu aja. Suka aneh-aneh aja ini anak."

"Namanya juga lagi baper ...." Greta berusaha membela diri. Memejamkan kedua matanya yang memberat.

"Jadi, lo benaran takut kehilangan gue? Sebenarnya, gue juga enggak rela kalau lo sama orang lain. Gue sayang banget sama lo, Gre. Gue lebih sanggup kehilangan Mey daripada lo. Gue ... gue ... jatuh cinta sama lo," ujar Queen dengan suara yang kian pelan.

Hening. Beberapa menit berlalu. Queen menoleh ke arah Greta. Si gadis mungil itu ternyata sudah terlelap dengan damainya. Queen menghembuskan napas lega. "Untung molor nih anak." Queen berbalik. Memunggungi Greta dan memejamkan kedua matanya.

...

Queen menuruni anak tangga rumah Greta. Hidung mancungnya membaui sesuatu, yang membuat perutnya mendadak lapar. Dipercepatnya langkah. Langsung menyongsong ruang makan. Greta keluar dari dapur membawa piring dan sendok. "Widih, tumben lo bangun pagi. Biasanya kudu gue bangunin dulu." Queen meledek lalu duduk di kursi meja makan. Meraih segelas air putih dan meneguknya.

Greta mencibirkan bibirnya. Menaruh sebuah piring serta sendok di depan Queen dan sisanya di tempatnya sendiri. "Gue rajin lo ledek. Gue males makin lo ledek. Mau lo apa sih?" tanya Greta ketus. Berbalik lagi ke arah dapur.

Queen tersenyum. Diperhatikannya Greta, yang berjalan membawa semangkuk besar nasi goreng, yang harum menggugah selera. Asap masih mengepul membuat harumnya kian menguar. "Widih ... nasi goreng ... lo yang buat nih?" tanyanya antusias. Duduk tegak. Tak sabar menunggu Greta tiba di meja makan.

Queen Greta Oto (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang