Episode 19

3 2 1
                                    

"Lucy ayo sarapan! "

"Okee. " teriak Lucy dari kamar.

Kata-kata itu hanya diucapkan di mulut, padahal Lucy masih sibuk dengan buku-buku yang akan dia bawa untuk sekolah. Lucy sedikit mengalami kesulitan dalam mencari buku pelajaran. Sepertinya Liana menyimpannya secara terpisah.

Sejak pagi Lucy sudah mengirim pesan pada Liana untuk menanyakan letak buku tersebut. Tapi sampai sekarang pesan tersebut belum dibalas oleh Liana. Entah sedang apa gadis itu bersama keluarganya. Mau tak mau Lucy menelepon Liana. Jika tidak, dia akan terlambat sekolah.

"Halo Lucy! " sapa Liana.

"Buku pelajaran matematika lo simpan di mana? " tanya Lucy to the point.

"Oh itu, ada di ujung laci meja belajar. " jawab Liana.

"Oke makasih. " Tanpa menunggu balasan dari Liana, Lucy langsung memutuskan panggilan dan segera mencari buku tersebut.

Benar saja buku tersebut berada di paling ujung laci. Pantas saja sulit untuk dicari. Setelah menemukan buku tersebut, Lucy segera pergi menghampiri Linda di ruang makan. Setibanya di ruang makan, terlihat jelas Linda sedang menata makanan di meja makan.

Tanpa banyak bicara, Lucy langsung duduk di kursi dan mengambil nasi dan beberapa lauk untuk sarapan. Linda yang melihat Lucy hanya menggelengkan kepalanya. Tidak lama kemudian Linda menanyakan sesuatu yang membuat Lucy diam membatu.

"Kamu sudah belajar kan buat ujian fisika nanti? " tanya Linda.

Ujian?! Apalagi ini? Mengapa Liana tidak memberi tahu tentang hal ini padanya? Sungguh hal ini membuat Lucy kesal, bingung, dan takut. Lucy kesal karena Liana tidak memberi tahu tentang ujian. Lucy juga bingung dan takut nilai ujiannya jelek karena dia tidak belajar tadi malam.

"Emmm iya, tadi malam sudah belajar kok. " dusta Lucy selembut mungkin seperti gaya berbicara Liana.

"Kalau nilai ujian fisika kamu bagus, nanti akan mama buatkan kue kesukaan kamu. Kamu mau kan? " tanya Linda memastikan.

"Iya mau kok. " balas Lucy sambil memaksakan tersenyum. Mendengar jawaban Lucy, Linda semakin semangat untuk membuat kue kesukaan Lucy, mungkin lebih tepatnya kue kesukaan Liana.

"Ma aku berangkat dulu, byee! " pamit Lucy.

Baru saja 3 kali melangkah, tiba-tiba, Linda memanggilnya. "Lucy, uang sakumu! " Lucy kembali ke meja makan dan mengambil uang sakunya.

Tidak lupa dia mengucapkan terima kasih. Setelah itu Lucy berlari keluar rumah, lalu pergi menuju sekolah. Untungnya kemarin malam Lucy sempat meminta alamat sekolah Liana selama tertukar. Tidak lupa Lucy bertanya kelas apa yang dia masuki nantinya.



____________________________





20 menit kemudian Lucy tiba di sekolahnya. Sebelum memasuki lingkungan sekolah, Lucy melihat-lihat lingkungan sekitar gedung sekolahnya itu. Memang tidak semewah gedung sekolah lamanya, tapi setidaknya lingkungannya bersih dan rapi.

Setelah puas melihat-lihat, Lucy mulai melangkahkan kakinya untuk memasuki lingkungan sekolah. Lucy terus mencari-cari kelas yang ditempati Liana sebelumnya. Tidak membutuhkan waktu lama, Lucy berhasil menemukan kelasnya.

Kelas tersebut mudah sekali ditemukan, karena kelasnya berada tepat di sebelah kiri tangga yang menuju lantai 2. Baru saja Lucy ingin memasuki kelas, tiba-tiba sekumpulan gadis datang menghampirinya. Siapa lagi kalau bukan Laura dan kawan-kawannya.

"Bagus deh lo hari ini masuk sekolah. Gw kira setelah di kurung kemarin lo bakal sakit. Kuat juga ya fisik lo. " celetuk Laura.

Lucy tidak ingin mengeluarkan sifat seperti Liana di depan Laura. Kali ini Lucy ingin mengeluarkan sifat dirinya sendiri. Tidak ada kata pasrah dan menyerahkan diri pada orang penindas seperti Laura dan teman-temannya.

"Lo tahu kan hari ini ada ujian, jangan lupa kasih gw jawaban yang benar! Kalau nanti ada jawaban yang salah, lo bakal tahu akibatnya! " ancam Laura.

Lucy yang menganggap hal itu tidak terlalu penting memilih pergi meninggalkan Laura. Tidak lupa dia sengaja menabrakkan pundaknya dengan pundak Laura. Laura yang tidak terima diperlakukan seperti itu langsung menahan tangan Lucy.

"Lo jangan sok jagoan di depan gw! " gertak Laura.

Tidak ingin mood paginya menjadi buruk, Lucy lagi-lagi mengabaikan Laura dan menghempaskan tangan Laura dengan kasar. Setelahnya Lucy pergi menuju tempat duduk yang berada di paling ujung. Hanya meja itu yang tidak terdapat tas di kursinya.

Awalnya Laura ingin menghampiri Lucy untuk melampiaskan emosinya. Tetapi hal itu tidak jadi dia lakukan karena bel sekolah yang sudah berbunyi. Alhasil Laura hanya bisa mendengus kesal dan pergi ke tempat duduknya.

5 menit kemudian guru fisika yang biasa dipanggil Bu Sindy memasuki kelas. Semua murid memberikan salam pada guru tersebut. Setelahnya Bu Sindy membagikan soal ujian pada seluruh murid di kelas itu. Detik-detik sebelum pembagian soal, Laura sempat memanggil lucy dengan suara yang pelan.

Seperti yang dikatakan Laura tadi, dia meminta jawaban ujian pada Lucy. Bahkan Laura mengancam Lucy jika Lucy tidak memberikan jawaban padanya. Namun Lucy tidak peduli dengan hal itu dan mengacuhkan Laura. Dia sama sekali tidak takut dengan ancaman dari Laura.

Saat Lucy sudah mendapatkan soal ujian, Lucy membaca-baca semua soal tersebut. Sepertinya keberuntungan sedang berpihak pada Lucy. Semua soal ujian yang akan dia kerjakan adalah soal ujian mata pelajaran yang dia pelajari 2 minggu yang lalu di sekolah lamanya.

Dengan begitu Lucy dapat mengerjakan ujian dengan mudah, semoga saja. Baru saja mengerjakan 5 soal, Laura sudah melempar gumpalan kertas pada Lucy. Sepertinya Laura ingin Lucy menuliskan semua jawaban ujian di kertas itu.

"Baiklah, let's start this game! " gumam Lucy sembari menulis sesuatu di kertas itu. 

Selesai menulis di kertas pemberian Laura, alih-alih memberikan langsung pada Laura Lucy malah menyimpannya di bawah kertas jawaban ujiannya. Seperti tidak ada kejadian apapun, Lucy kembali mengerjakan soal ujian fisika tersebut tanpa memperdulikan Laura yang menunggu jawaban.

2 jam sudah berlalu. Waktu untuk ujian telah berakhir. Semua murid dengan segera mengumpulkan jawaban mereka pada Bu Sindy, termasuk Lucy dan Laura. 1 jam sebelum ujian berakhir, Lucy mengembalikan gumpalan kertas tersebut pada Laura. Dan pastinya sudah terisi dengan jawaban ujian.

Baru saja Lucy ingin pergi menuju kantin, tiba-tiba Laura menarik pergelangan tangan Lucy. "Lo sudah pastiin semua jawaban itu benar kan?! " tanya Laura dengan nada yang penuh penekanan. Lucy hanya mengedikkan bahunya.

"Jawab yang benar! Jangan sampai ada banyak jawaban yang salah di ujian kali ini! " tambah Laura.

"Kita lihat saja nanti. " balas Lucy sambil tersenyum licik. Tidak lupa dia menepis kasar tangan Laura, lalu pergi begitu saja.

"What was that?! " geram Laura.

"Sudahlah Ra, gw yakin jawaban Lucy 100% benar. Lo gak lupa kan kalau dia selalu dapat peringkat pertama di kelas ini? " ucap Jesica.

"Jessica is right. Lo jangan terlalu khawatir sama ujian, gw yakin banget nilai kita akan bagus. " timpal Fiona.

Laura hanya bisa menghela nafasnya. Laura berpikir bahwa ucapan Jesica dan Fiona benar. Seharusnya dia tidak perlu khawatir dengan nilainya. Seperti yang mereka tahu Lucy selalu mendapat nilai bagus di setiap ujian. Jadi untuk apa dia ragu dan marah-marah seperti tadi?

"Dari pada marah-marah mulu, mending kita ke kantin beli es krim, biar hati lo adem. " saran Jesica.

"Iya, kalau lo marah-marah mulu bisa cepat tua lho. Lo gak mau kan kulit lo mulai keriput di usia muda. " timpal Fiona.

"Ya gak lah! Siapa yang mau keriput di usia muda?! " protes Laura.

"Nah makanya jangan marah-marah mulu. Udah ayo ke kantin! " Laura, Jesica, dan Fiona pergi menuju ke kantin untuk membeli es krim dan jajanan lainnya.



Segini dulu ya.
Maaf banget kalau aku jarang up.
Jangan lupa vote dan komen.
See you next time.

Bersambung...

Not TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang