Episode 9

15 2 0
                                    

Tepat bel istirahat berbunyi, sudah 3 jam lamanya mereka berdiri di luar kelas. Bayangkan betapa pegalnya kaki keempat remaja itu. Apakah para guru sedang bekerja sama untuk mengerjai mereka? Oh ayolah, dihukum berdiri di luar kelas sangat melelahkan.

Tapi sebenarnya ini juga kesalahan mereka. Di pelajaran pertama mereka dihukum karena ketahuan makan di kelas. Di pelajaran kedua mereka dihukim karena tidak mengerjakan PR. Sebenarnya hanya Seojun, Dion, dan Arthur yang tidak mengerjakan.

Kalau Liana sudah mengerjakan, namun bukunya tertinggal di rumah. Alhasil ia harus ikut dihukum. Kini keempat remaja itu berada di kantin untuk mengisi perut mereka. Di sana mereka menggerutu sembari mengunyah makanan mereka.

"Demi apa pun gw pengen banget ngegorok pala tuh guru. " gerutu Dion.

"Sama gw juga, ngeselin banget. " timpal Seojun.

"Lagian itu kan salah kita juga. Coba kalo gw gak berisik, terus lu berdua gak makan di kelas, sama kita ngerjain PR pasti kita gak bakal dihukum. " tambah Arthur.

"Sadar diri juga lo ternyata. " sarkas Liana. Arthur menatap Liana malas. Walaupun ia selalu berbuat ulah, ia masih sadar diri kalau dirinya itu salah.

"Btw nanti kita jadi main ke rumah Liana kan? " tanya Dion memastikan.

"Oh iya hampir lupa kan, fiks pokoknya harus jadi. Gak mau tau gw. " sahut Arthur semangat.

Liana hanya memandang tiga temannya itu. Sebenarnya dia malas sekali mengizinkan ketiga temannya itu untuk bermain di rumahnya. Bukan karena ia digosipi wanita murah oleh siswa lain. Tapi setiap ketiga orang itu bermain di rumahnya, kondisi rumahnya berubah 180 derajat.

Yang awalnya rumahnya tertata rapi dan bersih dari berbagai debu dan kotoran, berubah menjadi kotor dan berantakan setelah ketiga temannya datang ke rumah. Ingin ditolak, dia tidak ingin diteror oleh tiga temannya. Diizinkan, malah dirinya yang lelah fisik karena membersihkan rumah.

Kalau di rumahnya ada beberapa maid, tidak apa kalau rumahnya menjadi seperti itu. Karena ada sedikit bantuan untuk membersihkan rumah yang besar itu. Tapi ini hanya dia yang membersihkannya. Meminta bantuan pada keempat kakaknya pun dia tidak tega. Pasti mereka capek karena bekerja dan kuliah.

"Kalo lo takut rumah lo kotor lagi, tenang aja rumah lo kali ini bakal aman. " ucap Seojun yang peka akan kekhawatiran Liana.

"Lo pada dulu juga pernah ngomong gitu, tapi buktinya rumah gw tetep aja kek kapal pecah. " decak Liana kesal.

Arthur, Dion, dan Seojun hanya menyengir kuda. Liana hanya menanggapi dengan gelengan kepala. Setelah itu mereka fokus pada makanan yang ada di hadapan mereka. Saat itu sama sekali tidak ada yang berbicara. Tidak lama kemudian, bel masuk berbunyi.

Semua siswa langsung memasuki kelasnya masing-masing untuk melanjutkan pelajaran. Begitu juga dengan Liana, Arthur, Dion, dan Seojun. Dion yang jajanannya belum habis, ia makan sambil berjalan. Dia sudah diperingati oleh Liana untuk tidak makan di kelas lagi.

Selama pelajaran kimia, Arthur yang biasanya mulutnya tidak bisa diam kini mulutnya tertutup rapat seperti dijahit. Dan yang pasti itu adalah perintah dari Liana. Kalau Arthur tidak diancam tidak boleh main di rumah Liana, pasti ia akan berbicara sepanjang jam pelajaran.

*********


Pukul 15.00 semua siswa di SMA *** keluar dari kelas masing-masing dan pulang ke rumah. Dan jam inilah yang ditunggu-tunggu oleh tiga teman pria Liana. Tanpa basa basi mereka berempat langsung pergi menuju rumah Liana.

Karena jarak rumah Liana dengan sekolah adalah 5 km, jadi mereka butuh waktu 20 menit untuk sampai ke rumah Liana. Setibanya di sana, mereka disambut oleh satpam yang menjaga gerbang. Liana hanya membalas dengan senyum kecilnya.

Sebelum masuk ke rumah, Liana perlu mengetik sandi yang ada di samping pintu rumah. Dan kata sandinya hanya diketahui oleh keluarga Liana dan orang yang telah mereka percaya. Arthur, Dion, dan Seojun juga tahu sandi pintu rumah keluarga Liana.

Itu pun Liana yang memberi tahu mereka. Ia percaya kalau ketiga temannya tidak akan berbuat yang macam-macam. Setelah Liana mengetik sandinya, speaker di atas pintu berbunyi. Itu pertanda pintu rumah sudah bisa dibuka.

Saat masuk, Arthur berlari menuju sofa ruang TV. Liana heran, mengapa ia bisa berteman dengan anak yang hiperaktif seperti Arthur. Ketika Dion ingin berjalan menyusul Arthur, tiba-tiba dia melihat lukisan yang terpasang di ruang tamu.

Lukisan itu bergambar satu keluarga yang terdiri tiga orang. Tapi anehnya, di lukisan itu hanya sang anak yang memiliki wajah secara jelas. Kedua orang tuanya tidak digambarkan mata, bibir, alis, dan hidung.

"Li, ini lukisan buatan lo juga? " tanya Dion. Liana yang baru saja meletakkan tasnya di sofa ruang tamu datang menghampiri Dion.

"Iya, kenapa? " tanya Liana balik.

"Kok orang tuanya gak ada mata ama yang lainnya sih? " tanya Dion lagi.

"Lah iya rata bener tuh mukanya, ntu setan apa manusia? " celetuk Seojun dari belakang.

"Itu lukisan gw lukis berdasarkan mimpi gw. " jawab Liana.

Mimpi? Liana bermimpi apa lagi? Kedua orang itu tidak mengerti maksud dari Liana. "Mimpi apaan? Lo kalo kita tanya inspirasi lukisan lo, pasti lo jawabnya cuma dari mimpi. " protes Dion.

"Jadi gw waktu itu mimpi ada foto yang dipajang ditembok gitu. Yang bisa gw lihat jelas cuma wajah anak kecil itu yang mirip banget sama gw waktu kecil. Tapi dua orang yang ada dibelakang itu, gak terlalu keliatan jelas mukanya. Jadi gw lukis rata aja mukanya. " jelas Liana panjang lebar.

Dari ruang TV Arthur berteriak memanggil Liana, dan itu mengacaukan rasa penasaran yang masih ada di benak Dion dan Seojun. "Liana, lo punya popcorn gak? "

Liana berjalan menuju dapurnya, dia membuka kulkas. Gadis itu mengambil 3 bungkus popcorn yang ia beli di mini market beberapa hari yang lalu. Begitu Liana dekat dengan Arthur, ia melempar tiga bungkus itu ke arah Arthur.

Dengan sigap Arthur menangkap tiga bungkus popcorn itu. Tanpa basa basi Arthur langsung membuka satu bungkus popcorn. Bukan hanya Arthur, Dion dan Seojun juga memakan popcorn dari bungkusan yang sama.

Bagaimana dengan Liana? Dia pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian. Di kamar, Liana langsung melempar seragamnya ke tempat pakaian kotor. Ia mengganti pakaiannya dengan kaos berwarna hitam dan celana selutut berwarna abu-abu.

Selesai berganti baju, Liana segera turun kembali ke bawah. Ketika ia ingin keluar dari kamarnya, tidak sengaja ia menabrak lemarinya. Dan tiba-tiba jatuh sebuah buku yang tebal di hadapannya. Karena penasaran, ia memungut buku itu.

Ternyata itu adalah sebuah album foto yang sudah tua dan usang. Saat ingin membuka album itu, Seojun datang mencari Liana. Pria itu menanyakan dimana alat untuk membuat permen kapas disimpan. Liana hanya menghela nafasnya.

Dengan malas Liana berjalan menuju dapur untuk mencari alat pembuat permen kapas. Tidak lupa ia membawa album tua itu. Seojun yang tidak mau sendirian di kamar Liana ikut pergi ke dapur. Lagi pula untuk apa ia berlama-lama di kamar Liana? Tidak ada yang bisa ia lakukan di kamar itu.



Segini dulu ya.
Jangan lupa vote and komen.
See you next time.

Bersambung....

Not TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang