April 2018
Halaman Mesjid Istiqlal dipenuhi lautan manusia bahkan sampai ke jalanan. Langit dipenuhi warna dari bendera yang berkibar. Suara takbir terus mengudara di sela orasi yang terus menggema dari pengeras suara.
Terik mentari sama sekali tak menyurutkan semangat mereka. Mungkin kulit mereka terbakar, hitam legam tapi semua ini tidak sebanding dengan warga Palestina yang bertaruh nyawa demi menjaga kiblat pertama umat muslim. Panas matahari tak akan pernah bisa menandingi hujan bom yang meluluh lantakkan Negeri Palestina.
Rara membetulkan tali tasnya yang sempat melorot begitu seorang perempuan tidak sengaja menyenggolnya. Begitu mengangkat kepalanya, Rara tidak menemukan keberadaan Aiza di sampingnya. Rara panik, entah kemana gadis itu pergi di tengah lautan manusia ini. Kemana Rara harus mencari Aiza.
Rara mencoba menghubungi Aiza tapi gadis itu tak menjawab panggilannya. Mungkin Aiza tidak mendengar ponselnya karena disini terlalu berisik.
Rara memutuskan untuk terus berjalan ke arah depan, berharap ia bisa menemukan Aiza disana. Kanan, kiri, Rara tak menemukan wajah yang ia cari.Rara masih terus berjalan mendekati panggung, langkahnya terhenti dengan mata membulat. Tidak, ia tidak menemukan Aiza namun seorang lelaki yang sudah tak pernah ia jumpai sejak kelulusannya setahun silam.
Dia Azlan, lelaki yang sampai saat ini masih menetap di hari Rara. Rara terdiam, matanya menatap Azlan lekat, jantungnya berdetak tak karuan.
"Ra, dari mana aja? Aku dari tadi nyariin kamu." Aiza datang dari arah belakang sambil menepuk pundak Rara.
Rara mengalihkan tatapannya, "Kamu yang ninggalin aku Za.""Ya sudah, kita ke sana yuk!" Tunjuk Aiza ke tempat yang sedikit sepi. Di sini lebih ramai dan terasa sesak. Baru selangkah Rara sudah menarik Aiza untuk kembali.
"Udah, di sini aja." Aiza menatap Rara heran. Tapi tak urung mengikuti perkataan Rara.
Rara tersenyum tipis dan kembali memutar pandangannya ke arah Azlan yang masih berada disana. Mata teduh itu, mata yang begitu Rara rindukan. Mata yang selalu menatapnya hangat. Pesona Azlan tidak pernah berubah, ia masih sama gagahnya dengan dulu.
"Ra, Ra." Aiza mencolek bahu Rara, tapi matanya masih fokus menatap ke arah panggung dimana seorang lelaki tengah berorasi. "Ra, tau nggak? Ternyata cowok yang di depan itu Bang Genta loh, hebat ya dia sekarang," puji Aiza.
"Bang Genta yang mana?" Tanya Rara dengan mata masih fokus memperhatikan Azlan dari jauh.
"Itu loh Ra, Bang Genta. Kakak tingkat yang dulu ngejar-ngejar kamu."
Perkataan Aiza menarik perhatian Rara. Ia ikut mengalihkan pandangannya pada seorang lelaki yang masih sibuk berorasi di depan sana. Mata memicing mencoba memperhatikan lebih seksama. "Ngaco kamu Ai, mana mungkin itu Bang Genta, beda gitu penampilannya."
"Serius Ra, aku dengar dari teman-teman alumni, itu memang Bang Genta."
Rara bergidik, "Ah sudahlah, biarkan saja." Toh tidak ada hubungannya dengan dirinya.
Rara tak ingin memikirkan lelaki bernama Genta itu. Ada seseorang yang lebih menarik untuk ia pikirkan. Tapi tunggu, kemana lelaki pergi? Rara memutar tubuhnya berharap kembali menemukan Azlan tapi tidak ada.
"Tuh kan Ai," protes Rara kesal. Aiza yang masih asik mengikuti keberlangsungan acara hanya menyergit heran dengan kelakuan Rara. Ia bergidik dan kembali fokus dengan acara.
♪♪♪
Kegiatan hari ini di akhiri acara pengumpulan donasi untuk disumbangkan ke Palestina. Beberapa orang mulai meninggalkan tempat acara. Aiza dan Rara masih berada di tempat, menunggu jemputan Rara yang tak kunjung datang.
"Yakin nggak mau bareng aku aja Ra?" Tanya Aiza sekali lagi. Rara menggeleng, Qhaliz baru saja menghubunginya memberitahukan lelaki itu sudah dalam perjalanan.
"Kamu mau duluan nggak apa-apa kok Ai, Qhaliz juga sebentar lagi datang," jawab Rara.
Aiza menggaruk kepalanya bingung, "Maaf ya Ra, aku buru-buru, ada janji sama Papa soalnya," ucap Aiza merasa bersalah.
"Iya, nggak apa-apa. Sudah sana pulang."
Sekali lagi Aiza meminta maaf sebelum menjalankan motornya meninggalkan Rara sendirian. Setelah kepergian Aiza, Rara asyik memandang lalu lalang di depannya, berharap ia bisa kembali menemukan Azlan.
Rara masih asik memperhatikan sekitar begitu seorang lelaki dengan jaket berwarna navy dan syal bendera Palestina yang melingkar di leher mendekatinya. Rara merasa tidak mengenal lelaki itu. Wajahnya terlihat asing, dengan kumis tipis dan berewok tipis yang memenuhi dagunya.
Sedangkan lelaki itu menatap Rara dengan perasaan tidak percaya. Ia tak menyangka bisa bertemu gadis itu disini. Sudah lama sekali ia tidak melihat Rara, kurang lebih tiga tahun yang lalu.
"Maaf Mas, ada apa ya?" Rara merasa risi karena terus diperhatikan lelaki di depannya.
"Astaghfirullahal'adzim." Lelaki itu beristighfar dan menundukkan kepalanya. "Maaf."
Rara menyergit heran, kenapa lelaki ini malah meminta maaf?
"Kamu Asyura, kan?"
"Iya. Maaf, Mas siapa ya? Kenal saya dimana?" Tanya Rara heran.
"Mbak?" Perbincangan keduanya terhenti karena kedatangan Qhaliz. Lelaki itu melongokkan kepalanya dari jendela mobil. "Bang Genta?"
Rara menatap Qhaliz dan lelaki bernama Genta itu bergantian. Gental? Ah sudahlah, Rara memilih untuk memasuki mobil, ini sudah terlambat untuknya pulang.
"Duluan Bang, Assalamu'alaikum."
Mobil perlahan meninggalkan Genta yang tak melepaskan pandangannya sampai kuda besi itu menghilang dari penglihatannya. "Ya Allah, ini kah jawaban dari doa-doaku?"Saran dan kritikan dari kakak-kakak sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan cerita ini. Entah itu kesalahan, kejanggalan dan hal-hal lainnya. Terima kasih banyak.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam penuh sayang
Mira YuliaIg : @mira_yulia31
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Pelampiasan✔️
Novela JuvenilSPIN-OFF Aku (Bukan) Orang Ketiga Ini bukan lagi tentang kisah Naima, Gibran dan Hanum. Tapi tentang Asyura, putri Gibran. Tentang kisah cintanya yang lagi-lagi terenggut oleh sahabatnya sendiri. Akankah kisah cinta orangtuanya kembali berlaku padan...