Bab XVII

445 57 6
                                    

 Cengkraman di lengan Genta terasa makin kuat, lelaki itu memalingkan wajahnya pada sosok Rara yang berdiri di sampingnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cengkraman di lengan Genta terasa makin kuat, lelaki itu memalingkan wajahnya pada sosok Rara yang berdiri di sampingnya. Wajah itu terlihat ragu untuk melangkah menuju rumah di depan mereka. Genta menyentuh pelan tangan Rara yang menggenggam lengannya. Bibirnya menyunggingkan senyuman. "Mama sama Papa nggak makan orang, kok," candanya.

Tak berbeda jauh dari Rara, Genta sebenarnya juga merasakan keraguan yang sama. Bagaimana jika kehadiran mereka tidak diterima seperti sebelum-sebelumnya.

Pintu di depan mereka terbuka lebar, Ghita muncul dan menyambut kedatangan mereka dengan bahagia. "Akhirnya tamu agung kita datang, ayo masuk!"

Ghita menarik tangan kedua kakaknya itu. Rara ataupun Genta hanya bisa pasrah ketika di seret menuju ruang makan dimana kedua orang tua Genta berada. Wanita paruh baya dengan dress bunga mawar itu terlihat bahagia melihat kedatangan putranya, berbanding terbalik dengan papanya yang memilih berlalu ketika melihat Genta.

Sorot kekecewaan terlihat jelas di bola mata Genta begitu melihat kepergian papanya. Lelaki itu memang tidak menolak kedatangannya seperti biasa, tapi sikapnya menunjukkan kalau ia tidak suka dengan kehadiran Genta.

"Mama udah nungguin kamu dari tadi," ucap Yohana yang sudah berada dihadapan Genta. Lelaki itu mengulas senyum tipis, ia juga merindukan sosok perempuan itu.

"Ma, ini Rara. Istri Genta," ucap Genta memperkenalkan Rara. Perempuan itu tersenyum, tangannya terulur ingin menyalami ibu mertuanya itu.

"Pas tau kamu mau datang, Mama langsung masakin masakan kesukaan kamu, ayo kita makan!"

Bukannya menyambut uluran tangan Rara, Yohana malah menarik tangan Genta menuju meja makan. "Ma?"
"Kita makan dulu, baru nanti ngobrol."

Genta memutar kepalanya dan meminta Rara untuk mengikutinya. Rara berdeham dan menurunkan tangan yang masih mengambang di udara. Ghita mengamit lengan Rara dan membawanya ke meja makan.

"Ma, Rara bawakan ini untuk Mama." Rara menyerahkan sekotak brownies yang sempat ia beli di perjalanan tadi. Genta bilang mamanya pencinta makanan manis satu itu.

Yohana sempat melirik Rara dan kue itu sekilas lalu kembali sibuk dengan piring milik Genta. "Kamu mau lauk apa?"
Genta tersenyum pada Rara, mengisyaratkan pada perempuannya itu bahwa ia tidak perlu berkecil hati. Ghita pun ikut mengusap bahu Rara memberi semangat pada kakak iparnya itu.

"Kamu cobain." Yohana meletakkan piring berisi makanan itu kehadapan Genta. Sedangkan lelaki itu hanya diam sembari menatapnya dalam. "Kenapa?"

"Tidak Ma," jawab Genta sembari menggeleng. Ia meraih sebuah sendok dan mulai menyantap makanannya.

Yohana memperhatikan Genta sejenak sebelum menghembuskan napas pasrah. Kini ia beralih memperhatikan Rara yang terlihat canggung menyantap makanannya. "Jadi siapa nama kamu?"
Rara mengangkat kepalanya kaget, ia tidak percaya wanita itu kini mengajaknya bicara.

Bukan Sekedar Pelampiasan✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang