Sejak hari itu, Rara yang biasanya ceria berubah jadi pendiam. Wajahnya selalu terlihat murung dan sering melamun. Setiap kali Aiza tanya apa penyebabnya Rara hanya menjawab kalau ia baik-baik saja.
"Kamu yakin baik-baik saja Ra?" Tanya Aiza sambil menyentuh lembut punggung tangan Rara. Gadis itu saat ini tengah duduk dihadapan Rara yang sedang melamun di meja kerjanya. "Sejak kabar pernikahanku dengan Azlan, kamu jadi pemurung gini. Kamu tidak suka aku menikah dengan Azlan?"
Rara membulatkan matanya, ia menggeleng cepat. "Mana mungkin aku tidak suka, aku senang kamu menemukan happy ending kamu Ai," jawab Rara berbohong. Mana mungkin ia berani mengatakan hal yang sebenarnya pada Aiza.
"Terus kenapa? Kenapa kamu jadi pemurung gini? Kamu kalau ada masalah cerita sama aku Ra, seperti biasanya."
Rara menatap Aiza lama, tiba-tiba matanya terasa panas dan dadanya terasa sesak. Rara ingin menangis rasanya. Sungguh berat luka yang ia pendam beberapa hari ini, tapi ia juga tidak mungkin berbagi itu pada Aiza.
"Kamu kenapa Ra?" Tanya Aiza panik melihat butiran bening yang tiba-tiba menetes dari pelupuk mata Rara. Rara dengan segera mengusap matanya dan menggeleng kecil.
"Aku baik-baik saja."
"Baik apanya? Kalau kamu baik-baik saja mana mungkin kamu sampai menangis seperti ini Ra," balas Aiza tak percaya. Hal itu semakin membuat rasa sesak itu semakin menjadi. Akhirnya luruh sudah air mata yang coba Rara simpan beberapa hari belakangan. Ia sudah mencoba kuat dan tegar tapi nyatanya ia tak mampu.
"Ra, jangan buat aku khawatir. Kamu kenapa? Kamu sakit? Ada apa Ra?" Tanya Aiza panik. Ia bahkan sampai bangkit dan mendekap tubuh Rara yang menangis dengan isakkan kecil.
"Aku..aku." Rara menggigit bibir bawahnya. Pikiran dan perasaannya berkecamuk, haruskah ia mengikuti kata hatinya atau akal sehatnya?
"Aku hanya nggak nyangka kamu bakal nikah. Aku..aku terharu." Bohong, tapi itu lebih baik dari pada Rara harus menyakiti Aiza.
Aiza mengurai pelukannya dan menatap Rara dengan kening berkerut. "Cuma itu? Ya ampun Rara, aku kira kamu kenapa." Aiza memukul kecil bahu Rara. "Hei, aku cuma menikah Ra. Aku masih tinggal di kota ini, aku masih kerja disini. Kamu masih bisa bertemu aku setiap hari dan kita masih bisa keluar setiap minggunya seperti biasa."
Rara mengusap wajahnya, mencoba menenangkan dirinya dengan menghirup udara sebanyak mungkin. Ia terkekeh kecil untuk menutupi perasaannya. "Kamu benar Ai, aku lebay."
Aiza ikut tertawa. Ia kembali duduk ke kursi yang ia duduki sebelumnya. Entah topeng Rara yang terlalu hebat atau memang Aiza yang tidak peka hingga gadis itu tidak bisa melihat luka yang terpancar dari tatapan Rara.
♪♪♪
Hari yang berat itu akhirnya datang. Mimpi buruk itu akhirnya menjadi kenyataan. Rara tidak tau bagaimana ia bisa menghadapi hari ini. Matanya menatap pantulan dirinya dalam sebuah cermin yang ada di kamar Aiza. Dress berwarna purple dengan hiasan brokat dan payet simple di bagian pinggang membalut tubuhnya yang ramping. Dari cermin itu pula ia bisa melihat bayangan Aiza yang sedang dirias.
Wajah Aiza yang memang sudah cantik terlihat lebih cantik dengan polesan make up tipis. Kebaya putih tulang membalut tubuhnya.
Sejak tadi malam Rara sudah berusaha mewanti-wanti perasaannya sendiri agar ia kuat menjalani hari ini. Ia tidak mungkin menghancurkan pernikahan Aiza dengan menangis di pernikahan sahabatnya sendiri. Rara tak tau sekuat apa hatinya tapi ia akan mencoba.
"Ra?" Aiza yang baru saja menyelesaikan persiapannya segera menghampiri Rara yang masih melamun di depan cermin. Tak ada sahutan, gadis itu terlalu hanyut dalam lamunannya. Aiza melambaikan tangannya tepat di depan wajah Rara sehingga gadis itu tersentak kaget.
"Kenapa?" Tanyanya dengan wajah kaget.
"Kamu yang kenapa? Melamun sambil lihatin kaca, nanti kesambet penunggunya kan nggak lucu." Aiza menggeleng, melangkah meninggalkan Rara menuju ranjangnya. Kamar itu sudah disulap indah dengan kelambu putih dan taburan bunga mawar di atas kasurnya.
Rara mengikuti langkah Aiza dan bergabung bersama Aiza. Ia menatap gadis itu takjub, Aiza terlihat begitu memesona. "Kamu cantik Ai, aku yakin Azlan bakal pangling lihat kamu," puji Rara tulus.
Aiza tersipu, ia tersenyum malu-malu dengan sebelah tangan mencubit pipi Rara gemas. Hal yang selalu ia lakukan setiap kali merasa gemas dengan sahabatnya itu.
Obrolan mereka terhenti tatkala ibu Aiza memanggilnya untuk berangkat ke mesjid dimana akad akan diadakan. Anehnya, Aiza yang akan menikah tapi jantung Rara yang berdegup kencang. Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim Rara mengikuti langkah Aiza dan ibunya menuju mobil yang telah menunggu mereka.
♪♪♪
Pernikahan adalah sebuah ikatan yang suci. Bukan hanya menyatukan dua hati namun juga menyatukan dua keluarga. Diucapkannya sebuah akad pernikahan mampu mengguncangkan arsy-Nya. Wanita mana yang tidak memiliki pernikahan impian. Menikah dengan lelaki yang dicintai dengan pernikahan layaknya seorang putri.
Mesjid itu kini ramai oleh para tamu. Beberapa terlihat saling berbincang membicarakan Aiza dan Azlan yang terlihat serasi. Beberapa lagi ada yang merecoki Aiza dan beberapa lagi sedang mencuri-curi pandang pada sang pengantin pria. Tatapan cemburu jelas terlihat dimata para gadis itu ketika melihat betapa gagahnya Azlan yang kini duduk tegak dihadapan penghulu dan ayah Aiza.
Suara penghulu yang memberikan instruksi membuat jantung Rara berdegup kencang. Tubuhnya terasa lemas, ia rasanya tidak mampu berada disini tapi entah kenapa tubuhnya seperti terpaku disana. Telinganya mendengung panjang begitu Azlan dengan lancar melafazkan Akad itu.
"Allahuakbar." Rara menyentuh dadanya yang terasa sesak. Oksigen rasanya diraup dari sekitarnya sehingga Rara kesulitan untuk bernapas. Belum usai Rara menata perasaannya, sentuhan dibahunya menyadarkan Rara. Dengan menguatkan hati, Rara bangkit dari duduknya dan membantu Aiza untuk keluar dari balik tirai yang memisahkan ia dengan Azlan.
Tatapan yang Azlan tunjukkan pada Aiza membuat Rara terbakar api cemburu. Tatapan yang dulu ia harapkan itu kini tertuju pada wanita disampingnya, sahabatnya. Rara menundukkan kepala, ia tidak mampu disiksa lebih lama lagi dengan melihat Azlan.
Setelah mengantarkan Aiza ke samping suaminya, Rara perlahan mundur dari keramaian. Satu persatu langkahnya dengan teratur meninggalkan mesjid yang menjadi saksi bisu akan kehancuran perasaannya.
Pendek? Iya, maaf ya.
Terima kasih sudah membacaWassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam penuh sayang
Mira YuliaIg : @mira_yulia31
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Pelampiasan✔️
Novela JuvenilSPIN-OFF Aku (Bukan) Orang Ketiga Ini bukan lagi tentang kisah Naima, Gibran dan Hanum. Tapi tentang Asyura, putri Gibran. Tentang kisah cintanya yang lagi-lagi terenggut oleh sahabatnya sendiri. Akankah kisah cinta orangtuanya kembali berlaku padan...