Sinar cahaya matahari mulai menembus kamar Haiden melalui jendela yang ia biarkan tirainya terbuka. Ketika membuka matanya dia mengecek ponsel siapa tahu pesan yang ia kirimkan semalam mendapatkan balasan namun hasilnya nihil.
Dengan malas dirinya beranjak dari tempat tidur dan menuruni anak tangga menuju dapur untuk mengambil minuman. Dia duduk di meja makan dengan membawa air putih dan mengamati sekitar betapa sepinya rumah yang dia tinggali. Tanda-tanda keberadaan keluarganya pun tidak ada kecuali sang pembantu yang sedang membersihkan lantai dengan vacum cleaner di ruangan tengah.
Merasa kesepian Haiden memutuskan untuk kebelakang rumah untuk meninju samsak untu mengalihkan hal-hal negatif dari pikirannya. Tak lama Mona datang ke rumah dan menemuinya yang sedang meninju samsak dan sampai akhirnya Mona memberhentikannya.
"Cukup," tangan Mona merangkul lengan Haiden dan membuat Haiden berhenti. Haiden hanya memandangi dan melepaskan rangkulan Mona dari lengannya. Mendapat perlakuan seperti itu mata Mona mulai berkaca-kaca dan jantungnya berdetak lebih cepat.
Haiden langsung berdiri namun amarah mulai menguasai pikirannya beberapa detik kemudian Haiden langsung melepaskan tangan Mona dari lengannya dan memilih untuk masuk ke dalam kamarnya. Sementara Mona akan menyusul Haiden namun langkahnya terhenti karena mendadak Adva menghalangi jalannya.
Dengan sinis Mona memandangi Adva dia sangat membenci pria di depannya ini yang menurutnya sangat munafik dan selalu ingin menghancurkan hubungannya dengan Haiden, "minggir" bentak Mona namun Adva tetap diam dan masih menghalangi langkah Mona. Dengan tatapan dingin Adva terus menatap Mona begitu pun juga Mona tidak mau kalah dengan tatapan Adva.
Saat Kaivan baru sampai dan masuk kedalam ia langsung disungguhi pemandangan perang tatapan dari Adva dan Mona langsung seketika Kaivan menyeret tubuh Adva agar jauh dari Mona. Karena sudah dekat dari kecil tentu saja Kaivan mengenal karakter Adva dan keadaan tadi pertanda Adva akan menghajar Mona, tidak peduli laki-laki maupun perempuan Adva adalah tipekal orang yang pendiam atau sabar tapi sekali emosinya tidak dapat dipadamkan pasti dia akan kehilangan akalnya. Kaivan menyeret tubuh Adva ke kamarnya dan menguncinya agar Adva tetap dalam pengawasan sementara itu Mona langsung berlari ke arah kamar Haiden dan mengetuk pintu kamar Haiden dengan histeris dan meminta keluar dari kamarnya.
"Haiden buka pintunya aku bisa jelasin" teriak Mona dengan histeris sambil menggedor-gedor pintu kamar Haiden beberapa saat kemudian Kaivan menyusul Mona dan menenangkan wanita tersebut. Dengan telaten dirinya memeluk Mona dan memberikan ketenangan dan setelah tenang Kaivan menyuruh Mona untuk pulang dan berjanji akan berbicara dengan Haiden agar masalah mereka cepat selesai.
Kini giliran Kaivan yang mengetuk pintu kamar Haiden dan langsung dibukakan oleh sang pemilik. Dengan santai Kaivan langsung merebahkan dirinya di kasur Haiden sedangkan Haiden duduk di kursi dan menghadap ke arah Kaivan.
"Gue nggak peduli ada masalah apa lo sama cewek tadi tapi gue tekankan kalo lo punya masalah jangan pernah buat orang lain ikut campur dalam masalah lo" kata Kaivan sambil menutup matanya sedangkan Haiden masih terus menatapnya, "sekarang lo mandi gue mau ajak lo pergi" titah Kaivan dan dengan muka datarnya Haiden mengikuti perintah kakaknya itu.
Sekarang kondisi Adva sudah membaik jadi dirinya ikut dengan Kaivan dan Haiden pergi ke mall untuk membeli hadiah untuk ulang tahun Wista minggu depan. Mereka seperti manusia yang tidak akur karena sepanjang jalan mereka hanya diam sedangkan Kaivan yang biasanya memulai topik pembicaraan sedang sibuk dengan ponselnya. Tanpa sadar mereka masuk ke toko perhiasan karena Adva yang mengikuti arah kakinya sedangkan Haiden hanya mengikuti tanpa tahu arah kemana dan Kaivan yang sibuk dengan ponsel jadi tidak tersadar.
Ketika tersadar mereka di toko perhiasan Kaivan langsung menjitak kepala kedua pemuda yang umurnya di bawahnya itu dan mereka hanya meringis kesakitan juga memegangi kepala mereka "ngapain kesini?" dengan kesal Kaivan menatap kedua pemuda yang penuh dengan rasa malas itu,
"Lagian lo juga mau aja bang" bela Adva, mendengar kata itu Adva mendapat jitakan kedua dari Kaivan, "salah gua apaan bang" tanya Adva pada Kaivan yang sudah emosi dan siap membakar dirinya hidup-hidup."Salah lo udah lahir kedua ini udah gitu otak lo juga penuh dengan kemalasan" sinis Kaivan dan keluar dari toko perhiasan dan disusul oleh Haiden dan Adva, "sakit juga jitakan abang lo" kata Adva dengan menenggor bahu Haiden sedangkan Haiden hanya diam dan berjalan mengikuti sang kakak.
****
Sudah lima belas hari Sheza ditinggalkan orang tuanya ke luar negeri dan dirinya hidup sendirian walau kadang kala Radka menginap di rumahnya. Malam ini Sheza latihan kembali di tempat latihan karate yang sudah beberapa hari ini dia absen akibat tubuhnya kurang sehat. Hari ini dia berlatih sendiri tanpa teman-temannya karena Radka yang sedang di Bali menengok orang tuanya dan Naresh yang menemani seminar ibunya.
Waktu telah usai dan sang pelatih membubarkan latihan pada malam ini. Sheza pamit kepada beberapa temannya untuk pulang terlebih dahulu karena merasa lelah dan ingin segera pulang. Namun saat keluar dari tempat latihan dirinya melihat Mona yang sedang menangis dan ketika melihat dirinya Mona langsung memeluk dirinya. Tangisan Mona pecah dan Sheza hanya bisa menenangkan dengan cara mengelus punggung Mona dan mengajaknya untuk pergi ke cafe terdekat.
Setelah agak tenang Mona menceritakan masalah yang dia alami dengan Haiden, dari Mona yang sudah menyukai Haiden dari awal kelas sepuluh SMP sampai dirinya yang mati-matian mendapatkan Haiden. Sheza masih tidak paham padahal dirinya tidak dekat dengan Mona namun Mona memilih untuk curhat kepada dirinya dan Sheza hanya menanggapi singkat karena bingung mau menanggapi bagaimana. Selesai curhatan Mona yang satu setengah jam lamanya akhirnya Mona memutuskan untuk menyudahi sesi curhat dan pulang dan membuat Sheza lega karena dirinya yang sudah ingin pulang dari tadi. Sampai keluar dari lift apartemen dirinya melihat laki-laki yang sedang berjongkok di depan pintu rumah dan ketika dirinya pulang laki-laki tersebut berlari menuju arah Sheza dan memegang tangannya "bisa kita bicara sebentar" ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai and She
Teen Fiction"Hidup terus berjalan walaupun aku menginginkannya berhenti." -Sheza Anniken Finley- "Hidupku akan lebih menyenangkan bila kita berani mencoret kertas putih dan memberikan warna yang begitu bermakna" -Xaquille Haiden Jahziel- Kita masih muda bermimp...