***
Dijalan Haiden memikirkan perkataan yang dilontarkan oleh Sheza kepadanya. Dirinya tidak mengerti maksud Sheza berkata demikian tapi yang Haiden tangkap bahwa Sheza benar-benar marah kepadanya.
Tapi harusnya yang marah adalah dirinya bukan Sheza sebab disini Haiden merasa seperti dipermainkan oleh Sheza.
Jangan tanya betapa hancurnya hati Sheza mendapat kalimat yang begitu menyakitkan dari Haiden, orang yang mulai membuat hati Sheza sedikit terbuka dalam arti mulai menyukai Haiden. Sheza berharap bahwa Haiden adalah orang yang akan menjadi tempatnya berkeluh kesah namun sikap dia hari ini membuat Sheza berubah pikiran bahwa Haiden adalah sama dengan orang-orang yang diluar yang hanya melihat sekilas dan langsung menghakimi dan meyakini apa yang mereka lihat dan mereka percaya bukan kebenaran yang sebenarnya.
Samar-samar Sheza mendengar suara bunyi ponselnya namun Sheza tak menggubris dan memilih untuk merebahkan dirinya di atas kasur dengan air mata yang mengalir dan juga masih mengenakan seragam sekolah.
***
Sore ini lapangan basket cukup ramai karena anak-anak basket sedang berlatih tak terkecuali Adva, Radka, Naresh dan Haiden.
Haiden selalu menghindar dari Adva dimana pun berada. Adva pun jadi dongkol sendiri dan menimpukkan bola basket ke arah Haiden dan mengenai kepalanya.
"Sengaja lo!" Kata Haiden dengan nyolot kepada Adva.
"Emang" jawab Adva santai.
Haiden lalu berjalan ke arah Adva dan membawa bola basket yang digunakan Adva untuk dilemparkan mengenai kepalanya.
"Lo nantangin duel" tantang Haiden.
Adva lalu membuang muka dan merebut bola dari Haiden, "Kalau lo kalah lo harus jujur sama gue" ujar Adva dan langsung diiyakan oleh Haiden.
Ini namanya cari mati sendiri, Haiden memang tidak pernah menang jika bertanding basket dengan Adva. Sekarang ini energinya sudah terkuras habis namun masih memaksakan untuk bertanding. Karena hari semakin sore Adva menyudahi pertandingan dan Haiden kalah telak.
Haiden duduk di pinggir lapangan lalu disusul oleh Adva. Tampang Haiden sudah bikin Adva kesel sendiri namun dia harus tetap mengetahui masalah yang sedang dihadapi sahabatnya tersebut. Adva duduk dipinggir Haiden sambil mengatur nafasnya. "Ada apa lo?" Tanya Adva.
"Lagi nggak mood aja" jawab Haiden.
"Sejak kapan lo nggak mood kaya gini" Adva yang semakin penasaran dengan perubahan sikap Haiden.
Haiden lalu menoleh ke arah Adva dengan tatapan tajam, "Sejak lo jadian sama Sheza"
"Haaaaa..." Mendengar penuturan Haiden membuat Adva tercengang. Memang ada rumor yang beredar bahwa Adva menembak Sheza namun dia tak habis pikir mengapa sahabatnya itu percaya dengan rumor tak berdasar seperti itu.
Tiba-tiba datanglah Naresh diantara mereka berdua dengan nafas terengah-engah.
"Keterlaluan lo gue cari kemana-mana taunya masih disini." Kata Naresh sambil marah-marah ke Adva.
"Apa sih berisik" sanggah Adva.
"Noh ditunggu cewek baru lo di halte udah jamuran tuh anak disana"
Adva lupa kalau hari ini dia akan mengantarkan Radka pulang. Mereka baru jadian hari ini dan dirinya sudah lupa kalau akan pulang bersama dan dapat dipastikan saat Adva sampai di halte Radka akan langsung marah-marah tanpa jeda. Semakin lama menunggu maka Radka akan tambah marah. Buru-buru Adva pamit dan mengambil tas nya lalu berlari menuju halte depan sekolah.
Mendengar bahwa Adva dan Radka berpacaran membuat Haiden kaget tak percaya. Jelas-jelas rumor beredar bahwa Adva menembak Sheza namun malah jadian dengan Radka.Dirinya pun semakin tidak mengetahui situasi ini.
***
Terdengar bel dari pintu rumahnya namun Sheza tidak berminat untuk membukakan pintu. Dia sudah menebak pasti Dista yang sedang menekan bel karena jika Naresh atau Radka mereka akan mengabari Sheza jika akan berkunjung.
Hari ini Sheza tidak masuk sekolah karena kondisi badannya sedang tidak fit. Bahkan dirinya masih mengenakan seragam sekolah dan belum makan apapun dari kemarin. Dia hanya rebahan diatas kasur sambil sesekali mendengarkan musik dan tertidur kembali.
Jika sedang banyak pikiran atau sakit Sheza paling banyak menghabiskan waktu untuk merebahkan dirinya diatas kasur hingga tertidur sampai dirinya merasa sudah baikan. Dia juga pernah rebahan hingga satu minggu saat ditinggal Xavier dan dia meninggalkan kasur ketika ke kamar mandi, makan saja pun diatas kasur.
Baginya kasur adalah tempat dia melepas penat, sedih, dan juga mendapatkan semangat hidup kembali.
Sudah lebih dari dua puluh menit suara bel tidak terdengar lagi dan Sheza perlahan mulai terlelap lagi.
Diluar Dista sudah dibuat marah karena Sheza tidak segera membukakan pintu. Dia yakin sekali bahwa Sheza berada di dalam namun dia pasti sengaja tidak mau membukakan pintu untuknya.
Awas saja jika ayahnya pulang pasti dia akan mengadu bahkan akan memarahi Sheza habis-habisan walaupun tidak akan didengarkan.
Hubungan mereka dari kecil memang kurang baik terlebih Sheza lebih kompeten dari dirinya. Terkadang Dista sebagai kakak ingin mendekati Sheza namun sikap Sheza yang dingin dan menjauh membuat Dista tidak mau lagi untuk sekedar peduli dengannya.
Niat Dista hari ini pulang adalah untuk mengambil beberapa barang namun hasilnya nihil dan dia langsung kembali lagi ke asrama.
Keesokan harinya Sheza tidak berangkat lagi ke sekolah, sudah dua hari ini dia tidak berangkat tanpa keterangan seperti bukan Sheza bahkan Radka dan Naresh menghubunginya pun tidak mendapat jawaban.
Naresh mencoba mencari jawaban melalui Dista namun hasilnya juga Dista tidak mengetahui bahkan dia pun tidak khawatir terhadap Sheza.
"Gue udah hubungi terus tapi nggak ada respon" kata Radka sambil terus menelpon Sheza.
"Apa bokapnya udah pulang" ujar Adva
"Nggak mungkin bokapnya pulang tapi dia nggak masuk sekolah" sanggah Naresh.
Mereka sekarang berada di depan ruang kelas X IPA A. Kebetulan jam istirahat sedang berlangsung dan Adva main ke kelas pacarnya itu sambil menanyakan kabar Sheza karena dua hari ini absen dari pelajaran.
Lalu Haiden keluar kelas berencana untuk pergi ke kantin namun dihadang oleh Naresh, "Lo tau keadaan Sheza?"
"Emang gue bapaknya" kata Haiden sambil memasukkan tangannya ke saku
"Lo nggak lagi berantem sama Sheza kan?" Radka yang bertanya kepada Haiden sambil memicingkan kedua matanya dan sontak membuat Haiden buang muka.
"Udah gue ga peduli" singkat Haiden lalu pergi meninggalkan mereka bertiga.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai and She
Novela Juvenil"Hidup terus berjalan walaupun aku menginginkannya berhenti." -Sheza Anniken Finley- "Hidupku akan lebih menyenangkan bila kita berani mencoret kertas putih dan memberikan warna yang begitu bermakna" -Xaquille Haiden Jahziel- Kita masih muda bermimp...