Bab 8 [Dalam Sunyi]

112 14 1
                                    

"Ambar! Sedang apa kamu di sini?" Indurasmi terperanjat ketika melihat sosok wanita yang menghampirinya saat ini. Bagaimana tidak, Ambar datang ke daerah yang sangat tidak aman, baik untuk inlander maupun orang netherland yang tidak ada kepentingan di sini.

Bukannya menjawab, Ambar malah memeluk Indurasmi dengan mata berkaca-kaca. Ada hal yang sangat ingin ia katakan, ada rasa sedih yang ingin ditumpahkan. Tapi rasa sesak malah menghalanginya.

"Ada apa, Ambar? Aku baik-baik saja." Indurasmi melepaskan pelukan secara perlahan. "Kamu tidak seharusnya ke tempat ini. Nanti orang tuamu akan marah jika kamu ikut campur terhadap permasalahan yang terjadi padaku."

"Aku tidak peduli. Kamu sahabatku! Bagaimana bisa aku tetap diam ketika mengetahui apa yang terjadi padamu."

"Tapi kamu tidak aman di sini, Ambar." Indurasmi berusaha menjelaskannya.

Namun, Ambar tetap keukeuh. Gadis itu menunduk penuh kesedihan, lalu menatap Indurasmi kembali. "Jika saja aku lebih awal mengetahui hal ini, mungkin aku bisa menolongmu. Kenapa tidak bercerita padaku?"

Indurasmi merasa bersalah, tapi ia pun terpaksa menyembunyikannya, sebab keluarga Ambar pasti akan marah bila Ambar terlalu ikut campur dalam masalah dendam antar dua kubu.

"Ya, aku tahu diammu itu. Tapi dengarkan aku baik-baik, Ras." Ambar menatap begitu serius, sebelum itu ia memantau situasi di sana. "Bapakmu kini sedang sakit, Rasmi."

Bak disambar petir, sesaat Indurasmi terdiam. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini. "Ba–Bapak sakit? Sakit apa?"

"Serangan jantung dan asam uratnya kambuh. Aku merawat beliau saat kamu tidak ada, Rasmi."

Indurasmi sedikit beranfas lega, setidaknya ia masih memiliku teman yang sangat murah hati ini. "Aku ingin melihat keadaan Bapakku, Ambar." Nada suaranya begitu lemah.

"Kamu percaya sama aku tidak?" Indurasmi mengangguk dengan cepat. Ambar pun bersiap mengatakan sesuatu. "Terimalah pertolongan Elden untuk membebaskanmu dari sini."

||<<<||

Antara percaya dan tidak percaya ketika Indurasmi mendengar penjelasan Ambar–temannya–mengenai sosok Elden. Ternyata mereka berdua telah saling mengenal sejak lama. Terbesit dalam benak Indurasmi kalau Elden melakukan penghianatan pada bangsanya ini karena permintaan Ambar, bukan karena rasa kasihan pada Indurasmi. Mungkin saja.

Hal yang disebut penghianatan itu kini benar-benar dilakukan oleh Elden. Setelah beberapa jam yang lalu Indurasmi mengatakan persetujuannya untuk bebas dari tempat ini melalui bantuan Elden, pria itu lantas menjelaskan strategi bagus pada Indurasmi.

Kini, malam telah semakin larut. Tempat yang biasanya ramai oleh para serdadu hilir mudik, sekarang menjadi sepi. Tapi ada juga beberapa serdadu yang berjaga di depan gerbang.

Seperti yang dikatakan Elden sebelumnya, Indurasmi saat ini telah bersiap-siap untuk melarikan diri. Ia menunggu kedatangan pria itu.

"Sutt, Nona Rasmi," bisikan seseorang membuat Indurasmi menoleh ke ujung tembok bangunan kandang kuda. Ternyata orang yang berbisik itu ialah Elden, segera Indurasmi menghampirinya mengikuti arahan pria tersebut.

"Selanjutnya apa?" tanya Indurasmi dengan nada pelan.

Tampak mata Elden memastikan tidak ada orang selain dirinya dan Indurasmi di sana. "Dengar, di halaman belakang saya sudah menyiapkan tangga untuk melewati benteng begitupun untuk turunnya."

"Saya harus memanjat benteng?" Indurasmi merasa bergidik ngeri, meskipun sudah ada tangga akan tetapi halaman belakang di sana sangatlah sunyi, lembab dan juga sering dipakai para serdadu membantai masyarakat pribumi yang membuat kesalahan.

"Tidak ada cara lain lagi. Pergilah. Setelah berhasil bebas, tolong bawa jauh-jauh tangga yang digunakan untukmu turun, ya. Kita harus bermain rapi."

Indurasmi mengembuskan nafas yakin, ia tidak boleh takut. Karena ini adalah kesempatan emasnya. "Sebelumnya, terima kasih banyak, Tuan. Bantuan Tuan ini begitu sangat besar, saya janji tidak akan diam untuk menutupi penghianatan Tuan ini."

Elden tersenyum. "Apa yang saya lakukan memang penghianatan pada bangsa saya sendiri. Tapi, akan jauh lebih jahat bila mana saya membiarkanmu di sini. Sudah lama saya ingin membantu para masyarakat pribumi, namun kali ini saya bisa mengawalinya dengan membantumu."

"Saya harap bisa bertemu lagi denganmu, Tuan Elden." Indurasmi tersenyum.

"Pergilah, hati-hati." Elden menatap Indurasmi yang mulai melangkah cepat ke halaman belakang. Pria itu memejamkan mata, berharap semua berjalan lancar.

||<<<||

Tangga yang dingin di sebuah halaman penuh kegelapan itu dipijak oleh sepasang kaki secara bergantian, langkahnya begitu hati-hati. Setiap langkah gadis itu menoleh ke belakang, berjaga-jaga bila ada seseorang yang datang.

"Jangan takut, Rasmi! Ada Allah!" Ia menguatkan diri lagi. Sampai akhirnya berada di atas tangga, lebih tepatnya di atas benteng yang tinggi, Indurasmi sedikit bernafas lega.

Indurasmi tidak boleh senang dahulu, ia harus menuruni tangga keluar dan berlari menjauhi wilayah terkutut ini. Doa dan zikir terus ia lantunkan di dalam hati, setidaknya ada hal yang membuatnya tetap fokus.

"Alhamdulillah," lirih Indurasmi. Gadis itu telah berhasil turun dengan selamat. Ia mengusap keringat karena ketakutan tadi, lalu dengan penuh tenaga mengangkat tangga kayu yang lumayan berat ini.

Seperti yang dikatakan Elden, Indurasmi akan membuangnya jauh dari wilayah tersebut. Jangan sampai jejak pembebasannya terendus, dan membuat Elden dalam bahaya di sana.

Indurasmi berjalan memasuki hutan tanpa alas kaki, hanya jalur ini yang aman untuknya kembali ke rumah. Ketika sampai di tempat yang cocok untuk membuang tangga, Indurasmi dengan perlahan meletakan tangga tersebut dibalik pepohonan pisang.

"Kau manusia?"

Indurasmi tersentak sangat kaget, bahkan langkahnya memundur. Dahinya kini dipenuhi keringat ketakutan lagi, sebab yang ada di hadapannya adalah seorang pria berkulit putih. Indurasmi takut, pria itu adalah salah satu serdadu atau yang bekerja di camp penampungan kaum pribumi.

"Ya, sepertinya kau manusia. Tapi untuk untuk apa di sini?" Pria itu perlahan mendekat, meski langkahnya sempoyongan seperti orang habis mabuk.

Tanpa aba-aba Indurasmi segera berlari dari sana, sehingga membuat pria tadi berteriak dan mencoba mengejar. "Hai kau manusia! Kau ingin bermain bersamaku?"

"Baiklah, spertinya pemainanmu ini seru." Pria tersebut terus berceloh, kadang ia tertawa seperti anak kecil yang sedang bermain.

"Akhh!" Indurasmi meringis sembari memelankan langkahnya. Ia menyentuh telapak kakinya yang keluar cairan berbau amis, sepertinya ia menginjak tanaman liar berduri. Ini sangat sakit, tapi Indurasmi harus tetap berlari karena pria itu tampak masih mengejar.

Indurasmi menerobos ilalang dan kegelapan hutan, tanpa peduli rasa sakit yang semakin menjadi pada kakinya. Meringis sedikit adalah cara Indurasmi menyembunyikan rasa sakitnya.

Sampai akhirnya ia berhasil keluar dari hutan, tapi keadaan tubuhnya sangat begitu lemas. Sepertinya ada beberapa duri beracun yang menusuk di kaki. Hingga, Indurasmi pun ambruk di pelantaran mushola kecil yang tak jauh dari gerbang hutan belantara.

Indurasmi tak sadarkan diri dengan lumuran darah yang memenuhi telapak kaki dan penampilan sangat kacau. Berharaplah, ada orang baik yang menolong ia di pagi harinya.

||<<<||

2, Juli 2021

Indurasmi [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang