"الحب دعاء والدعاء حب، فمن آحبك دعالك،
ومن دعالك فقد أبلغ في محبتك.""Apa yang sedang kamu baca?"
"Astagfirullah." Indurasmi tersentak kaget karena kedatangan Elden dan Ambar secara tiba-tiba.
Sedangkan Ambar dan Elden tertawa puas, mereka lalu duduk di kursi kayu yang ada di halaman rumah. "Kamu tidak mengajar ngaji, Rasmi?" tanya Ambar.
"Sedang ada halangan. Bapak yang menggantikannya," jawab Indurasmi. "Kamu ke mana saja, Ambar?"
"Dia sedang sibuk menyiapkan sesuatu untukmu, Rasmi." Yang menjawab adalah Elden. Hal itu membuat Ambar berdesis agar pria itu diam saja.
"Sesuatu? Apa itu?"
Ambar dengan sigap menyahut. "Belum saatnya untuk kamu tahu, Rasmi. Sabarlah."
"Oke." Indurasmi tidak akan memaksa sahabat perempuannya itu memberitahu. Toh, apapun yang dilakukan Ambar pasti itu adalah paling terbaik untuk Indurasmi.
"Pertanyaan saya belum dijawab, loh. Kamu sedang baca apa?" Elden mengganti topik pembicaraan.
Indurasmi menatap sekilas Elden, lalu menatap buku yang masih terbuka di pahanya. "Hanya tentang kisah sahabat nabi."
Elden merasa tertarik, hingga ia bertanya kembali. "Artinya apa?"
"Cinta itu do'a dan do'a itu cinta, maka siapa pun yang mencintaimu pasti dia akan mendo'akanmu, dan siapa yang mendo'akanmu berarti dia telah mencintaimu dengan seutuh nya," baca Indurasmi yang tersirat di buku tersebut.
"Keren, ya, El?" Ambar milirik pria di sampingnya.
"Iya. Apa boleh saya membacanya?" Elden meminta izin pada Indurasmi.
Indurasmi mengigit bibir bawahnya, sesaat perkataan Gahrul tadi malam terlintas. Hingga akhirnya Indurasmi beranjak dari duduknya dan memberikan buku tersebut pada Elden. "Tentu saja."
"Wah, terima kasih." Elden sangat senang dengan sikap Indurasmi hari ini.
Indurasmi mengangguk. Ia tersenyum tipis, "Kalian pasti haus. Aku ambilkan minum, ya." Tanpa menunggu tanggapan kedua temannya, gadis itu melenggang masuk ke dalam rumah.
"Semakin yakin untuk mengenal?" tanya Ambar. Sepertinya Elden paham maksudnya, sehingga pria itu mengangguk dan tersenyum tipis.
"Ini keputusanmu dan keinginanmu. Jangan menjadi seseorang sebagai alasanmu." Ambar mengatakan hal tersebut sembari berdiri, gadis berambut pirang itu mengedipkan sebelah matanya dan kemudian pergi ke arah pondok.
"Hei, kamu mau ke mana?!" seru Elden.
Ambar membalikan tubuhnya tanpa menghentikan langkah. "Ke pondok, melihat anak-anak."
Elden terdiam. Ia menatap buku yang ada digenggamannya seraya memikirkan perkataan Ambar tadi. Mengapa Elden merasa sahabatnya itu tengah mengungkapkan sesuatu, tapi apa?
"Ambar ke mana?"
Kedatangn Indurasmi membuat lamunan Elden buyar. Pria itu menatap Indurasmi. "Ke pondok."
Indurasmi mengangguk paham, lalu ia meletakan nampan berisi dua cangkir teh tawar yang dibawanya. Detik berikutnya gadis itu duduk kembali di ayunan.
Senyuman Indurasmi tanpa sadar terukir ketika melihat Elden yang berusaha memahami isi bacaan. "Kamu tahu, siapa yang menulis buku tersebut?" Ia memberikan pertanyaan pada Elden.
"Siapa?" Tatapan Elden mengarah pada Indurasmi.
"Maulana Jalaluddin Rumi. Seorang penyair sufi yang memberikan penggambaran agama melalui cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Indurasmi [Proses Terbit]
RomansaAku mempunyai harapan dan sebuah mimpi. Meskipun aku masih berada dalam lorong kenyataan yang begitu gelap dan sunyi. Kata orang, sebuah harapan akan menjadi cahaya untuk menunjukan kita jalan menggapainya. Cahaya itu bukan berada pada penglihatan...