Di tengah dinginnya embusan angin malam, seorang gadis masih saja mencari tempat nyaman untuk sekedar mengistirahatkan badan. Akan tetapi, tempat yang disebut kandang kuda ini sangatlah tidak pantas disebut tempat istirahat.
Berkali-kali gadis itu menangkis air matanya, ia menangis bukan karena nasibnya yang harus tidur di kandang kuda, tapi ia menangis karena memikirkan keadaan sang bapak yang pasti tengah mengkhawatirkannya.
Indurasmi haruslah tegar, ia tak boleh terlihat lemah sehingga membuat para musuh tertawa bahagia. Ia percaya, ada Allah yang selalu merencanakan hal baik terlepas dari kejadian ini.
"Ya Allah, tolong jaga bapak," lirih Indurasmi. Kemudian, ia terduduk di luar kandang kuda yang lumayan luas tersebut. Ia memeluk lututnya dan menenggelamkan wajah pada lipatan tangan, dalam diam ia menangis. Memang akan terasa menyesakan, tapi setidaknya air mata ini keluar tanpa sepengetahuan siapapun kecuali Sang Pencipta dan dirinya.
"Nona."
Mendengar panggilan itu membuat Indurasmi dengan cepat menghapus air matanya dan mendongak. Mata sembabnya menangkap sosok pria yang tadi sore secara tidak langsung menyelamatkan kehormataannya. Dia Elden.
Seketika Indurasmi bergeser menjauh, meski sudah berbuat baik akan tetapi Indurasmi mesti waspada. Melihat reaksi Indurasmi, Elden pun berkata, "Nona tidak usah takut. Saya tidak akan berbuat jahat."
"Lalu, dengan tujuan apa Tuan ke sini? Ingin berkuda?"
Elden menggeleng. "Tidak. Saya cuma ingin mengantarkan tikar saja untuk alas kamu tidur. Saya tahu di sini tidak alas yang bersih. Pakailah." Pria itu meletakan tikar pandan tersebut di sebelah Indurasmi.
Indurasmi masih tetap menatap Elden dan tikar tersebut secara bergantian. Ia tak ingin mengambil resiko dengan menerima bantuan ini, sebenarnya ia pun tidak boleh suuzon. Serba salah memang.
"Kamu hanya perlu menyebutkan namamu saja untuk membayar kebaikan saya ini. Hanya itu," ujar Elden, seolah tahu isi pikiran Indurasmi.
"Nama saya Indurasmi, dan terima kasih tikarnya, Tuan Elden." Kini tanpa ragu lagi Indurasmi meraih tikar tersebut.
Elden tersenyum senang, "Sama-sama. Tidurlah, saya akan segera pergi."
Detik berikutnya langkah Elden membawa pria itu pergi dari hadapan Indurasmi. Indurasmi sendiri dalam hatinya sangat berterima kasih, setidaknya masih ada orang netherland yang baik hati di sini.
||<<<||
Pagi itu, sebelum mentari muncul ke permukaan dan ayam-ayam baru keluar dari kandangnya, Indurasmi telah menjalani tugasnya di kandang kuda tersebut. Semua ia lakukan bukan karena takut, tapi karena ia menyakini kalau kebersihan adalah sebagian dari iman. Kuda-kuda ini adalah makhluk Allah yang mesti dipelihara dengan baik, maka dengan melakukan hal ini Indurasmi akan mendapatkan banyak pahala.
Kini tinggal satu kuda yang sedang dibilas air bersih, lalu tinggal dikeringkan. Selepas itu, mereka siap untuk berpacu sesuai arahan. Indurasmi menyimpan kembali selang air dan mematikan salurannya. Kegiatannya itu terhenti ketika derap langkah terdengar di kandang yang luas tersebut.
Indurasmi menoleh ke sumber suara, matanya menyipit seolah memastikan dengan tepat siapa gerangan yang datang pagi buta. Detik berikutnya terdengar embusan nafas lega dari Indurasmi, sebab yang datang bukanlah pria biadab itu, tapi Elden.
"Tuan ingin berkuda?" Indurasmi bertanya sembari menatap sekilas penampilan pria bule tersebut yang memakai baju berkuda.
"Iya, saya suka berkuda sebelum matahari muncul," katanya.
"Baiklah, akan saya siapkan kudanya." Indurasmi melangkah pergi ke arah lain kandang. Tapi, baru saja lima langkah gadis itu membalikan badannya dan menghampiri Elden kembali.
Lantas Elden bertanya. "Ada apa?"
Cukup ragu untuk Indurasmi mengucapkannya, hingga akhirnya dengan sangat mendesak ia berucap. "Sa—saya boleh minta sesuatu dari Tuan?"
"Tadi malam kamu ragu dengan bantuan saya, tapi syukurlah sekarang kamu berani meminta sesuatu. Saya merasa senang. Nona, mau meminta apa?"
Indurasmi menatap aneh pada Elden, tapi gadis itu menyingkirkan segenap pikiran buruknya, sebab ia sangat memerlukan bantuan dari pria yang menurutnya lebih baik dari pada Andrew.
"Saya tidak minta aneh-aneh. Hanya saja, saya ingin beribadah. Tapi tidak ada kain bersih yang dapat menutupi tubuh saya. Apa saya boleh meminta sebuah kain lebar yang bersih?" ungkap Indurasmi. Ya, hanya itu yang ia pinta. Sebab subuh ini ia belum sempat sholat dikarenakam bajunya yang kotor, untung saja malam tadi bajunya tidak terlalu kotor sehingga bisa digunakan untuk sholat.
Elden terdiam, lalu tersenyum penuh arti. "Saya bisa mengabulkan permintaan itu dengan membeli alat ibadahmu di pasar, karena saya akan berkuda lewat sana."
"Tidak, Tuan. Tidak perlu membeli di pasar, cukup sebuah kain bersih saja," sanggah Indurasmi. Gadis itu tidak mau melewatkan waktu subuh sampai menunggu Elden pulang.
"Hem, baiklah. Di ruangan saya sepertinya ada sebuah kain yang bersih. Tunggulah, akan saya ambilkan." Tanpa mendengar sahutan lagi, Elden melenggang ke arah camp-nya.
Menit berikutnya, pria itu datang kembali dengan dua tumpuk kain putih. Ia menyerahkannya pada Indurasmi. "Ada kain dan selimut."
Indurasmi tersenyum senang, tapi seketika senyumannya memudar kala menyadari sesuatu. "Saya harus membayar dengan apa atas bantuan ini?" Ya, lagi-lagi Indurasmi mesti menanyakannya dahulu.
Elden tersenyum. "Hem, mungkin kamu mau menitip pesan untuk bapakmu? Saya akan melewati rumahmu itu. Anggap saja titipan pesan itu adalah bayaranmu untukku."
Indurasmi menatap tidak percaya. Adakah musuh sebaik ini? Apa kebaikan ini hanya sebagai penggoyah tekadnya? Indurasmi belum tahu jawabannya, tapi kesempatan yang ia dapatkan sekarang tidak akan ia sia-siakan.
"Benarkah itu, Tuan? Saya boleh menitip pesan pada bapak?"
Elden mengangguk. Indurasmi tersenyum lebar sembari menunduk, kebaikan ini membuatnya bahagia. "Bilang kepada bapak saya, kalau saya di sini baik-baik saja. Beliau mesti jaga diri di sana, dan jangan lupa memberi makan mbok Iyum. Itu saja."
"Baik, akan saya sampaikan," ujar Elden. Tapi ia berucap kembali yang membuat Indurasmi seketika terdiam. "Apakah kamu yakin akan berbohong pada bapakmu? Kalau sebenarnya kamu di sini tidak baik-baik saja?"
Indurasmi mengembuskan nafas dengan pelan. "Apa yang bisa saya perbuat lagi. Jika bapak tahu yang sebenarnya tentang kondisi saya, maka beliau akan melakukan apapun, meski hal itu membahayakan dirinya."
Elden mengangguk kecil, ia paham sekarang. Sosok Indurasmi sangatlah jarang ia temui. Gadis itu tetap mengkhawatirkan orang terdekatnya, meski keadaanya sendiri sangat tidak baik-baik saja.
Entah, apa yang ada di pikiran Andrew—temannya—sehingga melibatkan gadis seperti Indurasmi pada keegoisannya. Terlepas dari kesalahan besar yang diperbuat Andrew, Elden berharap ia bisa memberikan bantuan yang lebih Indurasmi butuhkan. Yaitu terbebas dari lingkungan penuh ketidakadilan.
"Biar saya siapkan kuda untuk Tuan. Terima kasih atas kebaikan Tuan, dan maaf bila kegiataan pagi Tuan terganggu karena saya."
"Tidak masalah. Saya berharap bisa membantumu kembali."
Indurasmi tersenyum kecil, lalu melenggang pergi. Sebelumnya ia menyimpan aman kain tersebut di tempat gadis itu beristirahat.
||<<<||
09, Juni 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Indurasmi [Proses Terbit]
Roman d'amourAku mempunyai harapan dan sebuah mimpi. Meskipun aku masih berada dalam lorong kenyataan yang begitu gelap dan sunyi. Kata orang, sebuah harapan akan menjadi cahaya untuk menunjukan kita jalan menggapainya. Cahaya itu bukan berada pada penglihatan...