Bab 20 [Penantian]

126 13 1
                                    

Aku senang dengan kabar bahwa kamu telah melengkapi jati dirimu. Ini menjadi awal lembaran hidupmu, semoga bahagia selalu.

Oh, iya. Aku mau memberitahu, sekarang tante Dayana alias ibumu tengah bekerja sama dengan pamanmu. Entah apa yang akan mereka lakukan. Tapi aku takut, El. Mungkin sebaiknya kamu pulang ke Bandoeng terlebih dahulu, dan menyelesaikan masalah di sini.

-Ambar Van Jhon, Bandeong

Kertas berisikan pesan itu diremas dengan kesal, lalu dilempar ke lantai. Elden terbisu, jemari tangan kanannya memijat pelipis. Entah bagaimana perasaan Elden sekarang.

Pesan surat yang dibawa Ambar sangatlah memancing kekesalannya, namun ia harus bisa mengendalikan. Karena jika terus dibalas dengan kekesalan, maka masalah antara ibu dan anak itu tidak akan berhenti.

Elden ingin berdamai bersama sang ibu. Ia akan sangat paham bila Dayana membutuhkan waktu lama untuk menerimanya sebagai sosok yang baru.

"Sudah saatnya." Elden berujar seraya bangkit dari kursi goyangnya.

Bertepatan dengan itu suara azan magrib berkumandang. Sebagai seorang muslim, Elden bekewajiban untuk melaksanakan sholat. Meski masih ada keterbatasan bacaan sholat, Elden melaluinya secara bertahap. Tahapan dalam memulai sosoknya yang baru, Elden didampingi oleh orang-orang baik.

||<<<||

Selepas dari kewajibannya menunaikan sholat magrib. Elden kembali ke kamar seraya melepaskan jam tangan serta kopiah yang dihadiahkan Indurasmi ketika usai pengucapan syahadat.

Tok, tok!

Perhatian Elden teralih pada suara ketukan pintu. Alhasil sebelum berganti pakaian, ia akan mengecek siapa yang bertamu ke rumahnya. Pintu utama ia buka, tapi anehnya tak ada siapapun di sana.

"Siapa, ya?" Elden berseru sembari melangkah keluar untuk memastikan siapa yang iseng malam-malam.

Dirasa hanya membuang waktu, Elden pun kembali masuk ke dalam rumah. Akan tetapi, baru satu langkah membalikan badan. Sebuah benda menutupi wajahnya.

"Hei, apa ini?!' seru Elden seraya memberontak. Sebab tangannya kini tekunci oleh pergelangan tangan seseorang, dan wajahnya tertutup sempurna oleh sebuah kain.

Elden diculik?

"Siapa kalian! Lepaskan saya!" teriak Elden, tentu masih berusaha melepaskan diri.

Kemudian Elden dibawa paksa oleh orang misterius bertubuh tinggi tersebut. Namun, sebelum terlanjur jauh. Elden dengan memakai keterampilan bela dirinya semasa di militer.

Hasilnya, Elden terlepas dari kuncian tangan dan dengan cepat membuka kain yang ada di wajahnya.

Elden menatap bingung pada dua orang yang kini terkapar karena serangan memberontaknya tadi. "Kalian orang kepercayaanya ibu 'kan?"

"Benar, tuan muda. Kami mendapat perintah dari nyonya untuk membawa paksa tuan kembali ke Bandoeng," jawab salah satunya. Mereka berdiri kembali di hadapan Elden.

Elden menatap tak percaya, lalu menyunggingkan senyuman meremehkan. "Ibu masih membutuhkan saya? Aneh sekali."

"Tuan muda sebaiknya ikut kembali ke Bandoeng bersama kami. Sebab, nyonya berencana untuk pulang bersama tuan ke Belanda."

"Ke Belanda? Untuk apa? Bukannya di sini ibu akan mendapatkan kekayaan berlimpah?" Masih tak habis pikir Elden dengan jalan pikiran Dayana.

"Oma Eliza sedang sakit parah di sana, Tuan."

Elden terdiam seketika. Oma Eliza adalah orang tua yang paling dekat dengannya, hanya oma yang memahami siapa Elden. Sangat jahat sekali bila Elden tidak berada di samping sang Oma.

Indurasmi [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang