"Kak Aska!"
Aska yang baru saja ingin pergi dengan motornya tiba-tiba dihadang oleh Alin. Gadis cantik itu menghadangnya sembari merentangkan kedua tangannya, tak memberikan akses jalan untuk Aska.
"Kenapa?" tanya Aska bingung.
"Kak Aska ada waktu? Ada yang mau Alin omongin sama kakak," ujar Alin.
Aska terlihat sedang berpikir. Raut wajahnya datar sembari menatap Alin. Alin sedikit tidak nyaman dengan tatapan Aska yang terlihat berbeda beberapa pekan ini.
"Gak bisa," jawab Aska. Tanpa memperdulikan Alin, Aska pergi mengendarai motornya.
Alin memandang kepergian Aska dengan raut wajah sendu. Sudah minggu ketiga ia meminta Aska meluangkan waktu sekejap untuk berbicara. Namun lelaki itu tetap pergi meninggalkannya.
"Segitu gak maunya dia bicara sama gue?" gumam Alin menahan air matanya yang siap keluar. Tersadar karena ia berada di jalanan komplek, Alin segera masuk ke dalam rumahnya.
Namun usahanya untuk terlihat baik-baik saja sia-sia. Kembarannya itu terlihat sedang duduk di teras rumah sembari menatapnya penuh penjelasan. Sudah bisa ditebak, Al pasti melihat semuanya.
"Belum nyerah?" tanya Al. Lalu tertawa pelan, meledek adiknya itu. "Dua puluh satu hari. Rekor terhebat tuh. Zara aja yang dari dulu bucin sama gue gak pernah segitunya."
Alin mendegus kesal. Dengan cepat gadis itu masuk ke dalam rumah meninggalkan Al sendiri di teras rumah. Cepat-cepat ia memasuki kamarnya dan mengunci pintunya.
Alin terduduk di ranjangnya. Pandangannya terjatuh pada cermin panjang yang berada di pojok ruangan.
"Menyedihkan," ujar Alin melihat keadaannya saat ini.
Ia lalu mengambil ponselnya di nakas. Membuka chat berharap ada pesan yang ditinggalkan Aska untuknya. Namun hanya ada pesan grup jurusannya.
Ia lalu bergulir ke aplikasi berwarna rainbow dan mengetikkan sesuatu di kolom pencarian. Ia lalu menekan salah satu akun dan muncul beranda pemilik akun tersebut.
"Dia cantik. Mustahil Kak Aska gak suka sama dia," gumam Alin melihat postingan terbaru dari akun tersebut.
Lantas Alin tertawa kecil. "Gue kayak perempuan murahan yang terus-terusan ngejer Kak Aska."
"Apa gue harus nyerah?"
***
Ruang tengah malam itu terasa dingin. Kedua orang tua mereka tengah ada di rumah sakit, dan hanya tersisa tiga anak kebanggan keluarga Ahmad.
"Lo naif, Lin!" si sulung membuka suaranya.
"Buat apa sih ngejar-ngejar dia? Emang dia tau perjuangan lo? Apa pernah dia berbalik dan ngenbantu lo buat bertahan?" lanjut Rara menatap tajam adik bungsunya.
"Sampai besok pagi gue liat lo masih ngelakuin hal bodoh itu lagi, lo gak bakal bisa liat Aska buat besok lusa!" tekan Rara lalu pergi ke kamarnya.
Alin yang duduk di sebelah Al hanya menunduk diam. Al segera memeluk kembarannya itu dan mengusap kepalanya pelan.
"Berhenti, Lin. Jangan buat Kak Rara marah," ucap Al mengeratkan pelukannya.
Alin hanya diam. Dia dilanda kebingungan. Apakah ia harus menyerah? Apakah ia sanggup melepaskan Aska? Memikirkannya pun membuat Alin pusing.
KAMU SEDANG MEMBACA
SARANGHAE
Mizah"Kalo misalnya dia dateng lagi, gue yang bakal ngelindungin elo, Sha. Percaya sama gue," Ujar Faro. "Daripada elo, digantungin mulu tanpa ada kejelasan yang pasti." Balas Al dan membuat Alin kalah telak. "Mati satu tumbuh seribu! Dia kagak mau, ca...