✨CHAPTER 22✨

7 0 2
                                    

Perhatian : typo bertebaran dimana-mana.

Happy Reading

Malam ini Cici memutuskan untuk pergi ke Alfamart karna dirumah stok makanan hampir habis. Sebenarnya ia bisa saja menyuruh pembantunya, namun ia juga bosan dirumah sendirian. Karna sang ayah juga belum pulang dari kantor nya.

Ia memilih bahan makanan yang ayahnya sukai.  Meskipun ayahnya sering menyiksa gadis itu, tetapi Cici tidak pernah sekalipun berniat untuk membenci nya. Hatinya yakin bahwa sang ayah akan kembali menyayangi nya. Ntah saat ia masih hidup, ataupun saat ia mati.

Karna memang jarak dari rumah ke Alfamart tidak jauh, jadi gadis itu memutuskan untuk berjalan kaki saja. Hitung-hitung menikmati angin malam. Sejuk rasanya. Tidak seperti siang hari, udara dipenuhi polusi membuat nafas sesak saja.

Setelah selesai, ia berniat duduk dulu di bangku besi yang dekat dengan Alfamart itu karna waktu masih menunjukkan pukul 9 malam. Ia menikmati makanan jajanan pinggir jalan yaitu telur gulung.

Namun saat tengah asik makan, Ia tidak mengetahui bahwa di ujung sana preman jalanan mendekat ke arahnya.

"Hai neng cantik." Sapa salah satu preman berbadan besar dengan pakaian serba sobek, kalung rantai di leher nya membuat siapapun ngeri. Ditambah tato di separuh wajah dan tangannya.

"O-om si-siapa?" Jawab Cici gugup.

"Kasih tau gak ya?" Sahut preman satunya lagi.

"Ngapain disini malem-malem, sendirian lagi. Mending kamu ikut Om aja yuk." Tangannya meraih tangan Cici yang dipenuhi dengan belanjaannya tadi.

Namun dengan segera, gadis itu menepis tangan preman itu. "Om jangan kurang ajar yaa sama saya! Saya teriak kalian bisa habis sama warga." Ancamnya.

"Hahahahah."

Kedua preman itu malah tertawa, "Lo gak liat? Ini tuh jalanan sepi, mana ada warga yang mau lewat ke sini, apalagi malem-malem."

"Tolongggggggggg." Gadis itu berteriak sekencang mungkin.

"Berisik!"

Bugh

Satu pukulan mengenai pipi gadis itu. Pukulannya terlalu keras hingga ia tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya. Ia ambruk.

Isakan mulai terdengar. Ia khawatir sekali dengan dirinya sendiri.

"Om tolong lepasin saya." Lirih gadis itu.

Preman itu tersenyum miring, "Iya, nanti om lepasin, tapi sekarang ikut kita dulu yuk. Kita mau nikmatin tubuh kamu, sayang kan kalo Nemu cewek di pinggir jalan terus di bebasin gitu aja. Mana ceweknya cantik lagi, pasti masih perawan kan?"

"Om saya mohon, lepasin saya." Cici mulai menangis sekencang-kencangnya.

"Diem! Berisik banget sih jadi cewek. Ayok ikut kami."

Kedua preman itu menarik tangan Cici dengan paksa. Gadis itu sudah berusaha memberontak, namun tenaga nya terlalu lemah jika dibandingkan dengan kedua preman itu.

"Tolooonggggg,"

Gadis itu terus berteriak sekeras mungkin. Namun belum ada tanda-tanda orang yang akan menolong nya. Rasanya dunia saat ini sedang berpihak padanya.

Bugh

Satu preman itu tiba-tiba tersungkur jatuh ke depan.

"Bos." Pekik preman satunya.

Cici sungguh terkejut melihat preman tadi tersungkur hingga tak sadarkan diri. Ia melihat Laki-laki di sampingnya. Sepertinya gadis itu sangat familiar dengan wajahnya.

Tentang Mereka (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang