Semburat jingga memenuhi langit kota sore itu. Kesiur angin terasa begitu menenangkan meskipun dari bawah terlihat jalanan padat oleh orang-orang yang baru saja pulang dari kantor. Saat ini, Jisoo sedang berada di rooftop kantornya bersama dengan pria bernama Seokjin. Masing-masing dari mereka memegang cup kopi yang sudah dibeli sebelumnya di cafetaria. Saling bercengkerama dan berbagi cerita mengenai kesehariannya masing-masing, terutama saat keduanya lost kontak. Ada begitu banyak hal yang Jisoo sampaikan kepada oppa-nya itu, mulai dari teman, pekerjaan hingga hubungannya yang kini telah selesai. Pria itu-Seokjin mendengarkan setiap curahan isi hati Jisoo dengan baik, bahkan sesekali ia menambahkan dengan candaan-candaan kecil agar suasananya tidak begitu kaku.
Jisoo terus bercerita mengenai bagaimana dia bisa bertemu Suho, menjalani hubungannya selama 3 tahun sampai akhirnya ia putus. Dari wajahnya, bisa terlihat bahwa Jisoo masih belum sepenuhnya melupakan mantan kekasihnya itu. Seokjin paham.. bahkan ia lebih paham bagaimana sifat Jisoo dibandingkan teman-teman Jisoo yang lain.
"Jika kau ingin menangis, menangislah di sini Sooya. Tak akan ada yang melihatmu!"
Mendengar hal itu, air mata Jisoo yang sedari tadi menggenangi pelupuk matanya seketika turun membasahi pipi. Ia menelungkupkan tangan diwajahnya agar tak ada yang mendengar isak tangisnya.
Tak tega melihat adiknya menangis, Seokjin mencoba menenangkan Jisoo dengan memeluknya sembari mengusap surai Jisoo dengan lembut.
"Tidak apa-apa. Kau akan lebih kuat setelah mengeluarkan semua isi hatimu. Lagipula, menangis bukan berarti kau kalah, Sooya. Jangan kau tahan, keluarkan semua disini"
"Maafkan aku, oppa. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku selalu menahan ini semua karena aku tidak mau teman-temanku merasa terbebani olehku"ucap Jisoo masih terisak dipelukan Seokjin.
"Heyy, Sooya. Tak ada yang terbebani olehmu, kau jangan berpikir seperti itu. Aku yakin, Jennie, Lisa dan Chaeyoung, mereka semua hanya ingin melihatmu bahagia. Mereka hanya ingin senyumanmu kembali lagi seperti dulu. Percayalah, Sooya!"
"Oppa, apa yang harus aku lakukan? Sampai saat ini pun aku masih belum bisa melupakan Suho"
"Kenapa kau begitu khawatir, Sooya? Luka akan pulih seiring berjalannya waktu. Saat ini, kau hanya belum sampai pada titik itu. Mungkin 1-2 bulan lagi kau akan terbiasa dengan dirimu yang sekarang. Ini hanya soal waktu Sooya, bersabarlah"
Jisoo mengangguk, melepaskan pelukan sembari mengusap air matanya. Seokjin tersenyum melihat wajah adiknya itu yang memerah,"Sooyaa, apa kau tau persamaanmu dengan tomat?"tanya Seokjin random.
"Hah? Apa?"balas Jisoo yang tak mengerti dengan pertanyaan oppanya itu.
"Sama-sama berwarna merah. Coba lihat wajahmu, merah sekali seperti tomat"
"Yaa, Seokjin oppa. Tapi tomat juga ada yang berwarna hijau"
Balas Jisoo polos. Niat hati ingin membuatnya tertawa, tapi dia malah menjawab Seokjin dengan jujur."Kau ini memang tidak bisa diajak bercanda haha kalau begitu ayo kita pulang. Hari sudah semakin gelap.."
"Baiklahh.."balas Jisoo,"oh ya, Jennie, Lisa dan Chaeyoung ingin mengajakmu makan malam. Sudah lama juga kita tidak pergi makan-makan bersama"
"Benarkah? Eummm... oke, lagipula malam ini aku free"
Jisoo memicingkan matanya ke arah Seokjin. Ada yang berbeda dengan jawabannya.
"Free? Memangnya setiap malam oppa sibuk? Sibuk dengan siapa? Jangan-jangan.. kau punyaa yeochin?"tanya Jisoo menyelidik.
"Aishh.. bukan itu. Tentu saja aku sibuk bekerja, tiap malam aku selalu di terror oleh Namjoon"

KAMU SEDANG MEMBACA
Labirin
Fanfiction"Cinta yang tulus tidak akan pernah pergi, sejauh apapun jaraknya. Ia akan selalu berada dalam lingkaranmu"- Arugana