Eleven

38 9 2
                                    

Terik matahari terasa menyengat di ubun-ubun kepala. Jalanan sesak dipenuhi hilir mudik kendaraan. Jisoo tengah berdiri di depan gedung sambil mengamati ponselnya, berharap ada notifikasi muncul dari orang yang ia tunggu.

Jisoo melirik ke arah jam tangan, sembari terus menghela nafas. Sudah 15 menit ia menunggu, tapi orang itu tak juga datang. Ia pun mencoba menelpon, namun tetap tidak ada jawaban.

"Kenapa pria itu lama sekali?"gumam Jisoo yang sudah tak tahan berdiri lama-lama di depan gedung. Akhirnya ia pun memutuskan untuk mencari cafe yang tak jauh dari tempatnya menunggu.

Setelah berjalan 5 menit, ia melihat di seberang jalan terdapat sebuah cafe baru yang unik bernuansa serba pink. Saat Jisoo mencoba masuk, ia terkagum-kagum dengan dekorasi dindingnya yang aestetic dipenuhi mural serta kursi-kursi berwarna cerah. Di atapnya juga terdapat lampu-lampu berbentuk huruf yang menyala di malam hari.

"Tempat yang unik..."
Ucap Jisoo pelan. Setelah memesan, ia pun lalu memilih tempat duduk yang nyaman yaitu di sudut ruangan di dekat jendela supaya bisa melihat jalanan di luar.

"Hai, Sooya..."panggil seseorang dari balik tirai yang ada di dekat tempat duduknya. Orang itu tersenyum dan menghampiri Jisoo senang,"apa kabar?"

Jisoo membalas senyuman tersebut,"Aku baik, bagaimana denganmu, Irene?"

"Seperti yang kau lihat sekarang, aku cukup sibuk mengurus cafeku ini. Tak ada yang bisa diandalkan di sini, selain diriku sendiri..."

"Ini cafe milikmu?"tanya Jisoo terkejut.

Irene mengangguk sambil tertawa kecil,"Aku baru buka cafe ini satu bulan yang lalu."

Jisoo mengerutkan kening, tak percaya bahwa cafe ini adalah milik Irene. Jika dilihat-lihat lagi, dekorasinya memang sangat cocok sekali dengan pribadi Irene yang powerfull dan juga sangat girly.

Meskipun terkadang, banyak orang menilai Ireneㅡtermasuk dirinya, adalah wanita yang sangat dingin. Namun setelah mengenalnya lebih dekat, dia jauh lebih menyenangkan.

"Btw, kau ke sini dengan siapa?"

"Aaa... aku sedang menunggu seseorang."

"Siapa?"tanya Irene memasang tatapan menyelidik.

"Namjoon..."

"Namjoon? Benarkah? Sepertinya ada sesuatu di antara kalian, benar 'kan? Apa aku boleh tahu?"goda Irene.

Jisoo menggelengkan kepala sambil menyilangkan tangan, sebagai isyarat bahwa ia dan Namjoon tidak memiliki hubungan apapun.

"Aku tidak percaya. Aku tahu kalau kalian itu dekat dan saling menyukai satu sama lain. Tetapi mungkin, ada yang belum menyadarinya,"lanjutnya.

"Maksudmu, aku?"balas Jisoo tertawa.

"Haha, aku tidak bermaksud seperti itu,"ujar Irene,"Tapi percayalah, Sooya. Namjoon itu pria yang baik, dia tahu bagaimana cara memperlakukan perempuan. Dan aku berbicara seperti ini bukan karena aku saudaranya ya, tapi sebagai seorang perempuan, aku bisa merasakan dan menilai bahwa sikap Namjoon memang sangat menghormati wanita sekali, begitupun kepada mantan kekasihnya. Sayangnya, kisah cinta dia tidak pernah berjalan mulus,"

"Ya, aku tahu. Hanya saja aku masih belum bisa menjalin hubungan lagi..."balas Jisoo.

"Apa karna Suho?"

"Tidak, bukan... bukan karena Suho."jawab Jisoo panik. Ia merasa tidak enak bercerita soal percintaan kepada Irene, terlebih mereka juga bisa dekat karena masalah pria. Mana mungkin Jisoo bilang kalau ia tidak mau menjalin hubungan karena takut seperti kisah cintanya kemarin dengan Suho, yang tak lain sekarang adalah suaminya Irene.

LabirinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang