Happy Reading
**Seperti malam biasanya sesaat setelah menghabiskan waktu penuh mendebarkan bersama wanita yang masih terbaring dan menatapnya yang kini tengah kembali memakai kembali pakaiannya, ia berniat pergi dari kediaman wanita itu.
"Kau tidak tinggal?" Dan seperti biasa pula Queen seakan tak pernah bosan melemparkan pertanyaan itu meski jawaban yang ia berikan selalu sama.
"Tidak."
Singkat dan jelas, jawaban itulah yang ia rasa paling tepat untuk wanita itu. Tentunya untuk mengingatkan dirinya agar tak terjebak atau tertipu wajah polos yang nyaris mengiba yang kini tengah menatapnya. Jangan lupa jika wajah itu beberapa saat lalu berubah menjadi wajah paling sexual dan binal, menatapnya penuh undangan pada pintu kenikmatan penuh dosa dan tentunya yang membuatnya hampir setiap malam berlari ke sana hanya untuk menyalurkan hasrat.
Selesai berpakaian tak menunggu waktu lama ia segera melangkahkan kaki untuk keluar dari tempat yang di penuhi aroma wanita itu sebelum ia kembali berubah pikiran dan membuat wanuta itu kembali mengerang di bawahnya.
"Aku pergi."
Ya, ia memang harus segera pergi dari sana sebelum terjebak lebih lama lagi karena tergoda menghabiskan waktu semalaman penuh melakukan kegiatan menyenangkan dengan pelacurnya itu. Ia bahkan tak membersihkan diri dahulu, lebih memilih melakukannya nanti di kediamannya. Yah, ia tak ingin terjebak oleh perasaan tolol yang jelas tak di miliki wanita itu karena bagi Queen hanya uangnyalah yang wanita itu inginkan.
Tepat hampir tengah malam ia sampai di kediamannya. Ia menyalakan benda tipis yang sejak berada di kediaman Queen sengaja ia matikan. Seperti biasanya beberapa pesan dari Patricia memenuhi layar, wanita itu menanyakan apakah ia sudah makan malam dan mengingatkanya untuk tak bekerja terlalu keras dan beristirahat yang cukup.
Sejenak ia termenung memikirkan apa yang kurang pada diri Patricia. Tunangannya tak di ragukan lagi merupakan wanita yang nyaris sempurna dalam semua aspek. Tipe idaman semua pria dan seharusnya ia bangga karena wanita itulah yang nantinya akan bersanding dengannya. Semua pria pasti sangat ingin berada di posisinya, bukan lagi rahasia jika banyak pria yang mendambakan dan mengejar-ngejar Patricia meski mereka tau wanita itu telah bertunangan dengannya.
Helaan nafas berat terdengar bersamaan dengan dering ponsel yang masih di genggamnya. Kali ini bukan lagi pesan yang tampil di layar, sepertinyq Patricia langsung menghubunginya setelah melihat ia membaca pesannya.
"Kau belum tidur?"
"Belum. Kau sendiri kenapa belum tidur?"
Tawa renyah yang terdengar manis terdengar dari seberang dan sekali lagi Mike bertanya-tanya apa yang kurang dari wanita sempurna seperti Patricia hingga ia bertingkah seberengsek ini pada wanita sepertinya.
"Ada beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan malam ini juga. Bagaimana denganmu? Kenapa belum tidur, hm?"
"Yah, aku juga sama sepertimu." Tentu saja itu hanyalah kebohongan.
Mike memijat hidungnya yang kini terasa sedikit menyengat, sepertinya ia harus mengurungkan niat untuk mandi jika tak ingin terserang flu esok pagi. Cuaca di bulan ini telah memasuki musim gugur, membuat udara menjadi sedikit dingin terutama di malam hari.
"Tidurlah, ini sudah malam."
"Mm, kau juga." Selanjutnya hening untuk beberapa saat. Ia kehilangan kata-kata.
Untuk pria kaku seperti Mike sangat wajar kehilangan kata meski tengah berbicara dengan tunangannya karena biasanya pun Patricia yang mencari topik untuk bahan pembicaraan mereka. Dan entah apa yang terjadi, wanita yang biasanya tak pernah kehilangan bahan dalam menghadapi pria kaku sepertinya itu kini terdiam cukup lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionare's Slave
RomantizmPeringatan!! Cerita berisi bacaan orang dewasa!! 17++ tahun ke atas!! Resiko yang harus ditanggung seorang simpanan itu adalah tak bisa mengakui apa yang memang tak pernah ia miliki secara utuh, menahan diri dan harus rela dicampakkan sesaat setelah...