Baru saja riyo menginjakkan kakinya di teras rumah, mama eunbi sudah lebih dulu membuka pintu dengan raut wajah khawatir.
"Ya ampun riyo akhirnya kamu pulang juga, mama khawatir banget"
"Iya tadi aku nunggu hujan reda" jawabnya tersenyum simpul.
Mama eunbi mengelus kepala riyo "yaudah yuk masuk"
Riyo melepas sepatu dan kaos kakinya terlebih dahulu baru masuk ke dalam rumah, sementara mama eunbi kembali menutup pintu.
"Kamu pulang naik apa?"
"Bus"
"Ada temennya?"
Riyo terdiam selama beberapa detik "ada" jawabnya.
'Maaf ma aku bohong'
Mama eunbi mengangguk faham "pokoknya kalau mau naik kendaraan umum nggak boleh sendirian oke"
Riyo tersenyum tipis sebagai balasan.
"Ma ini payungnya taruh dimana?"
"Punya siapa itu?" Tanya mama eunbi sembari berjalan masuk ke dapur.
"Temenku"
"Oh, taruh dibelakang aja deket sama jemuran"
"Oke deh. Besok ingetin ya ma takut ketinggalan"
Mama eunbi mengangguk "mandi dulu gih nanti mama siapin makan sama teh hangat"
"Siapp"
***
Selesai makan, riyo memutuskan untuk kembali ke kamarnya di lantai dua. Sedangkan mama eunbi katanya ingin menonton tv terlebih dahulu.
Langkah kakinya melambat saat melewati sebuah pintu bercat putih. Yang tak lain kamar kakak kandungnya. Niki Jung.
Riyo berdiri di depan pintu itu selama beberapa saat. Entah kenapa tiba-tiba hatinya kembali sesak. Dan detik itu, riyo memutuskan untuk masuk kedalam. Aroma lavender dari pengharum ruangan langsung menyapa indera penciuman riyo. Kamar ini memang selalu dirawat dengan baik oleh mama eunbi sehingga barang-barang yang ada di dalam tetap terjaga.
Bisa dihitung jari berapa kali riyo masuk ke kamar ini. Bukannya mama atau papa tidak mengizinkan, tapi riyo sendiri yang tidak mau. Dia hanya masuk bila perasaannya sedang memburuk... mungkin?.
Riyo mengambil sebuah foto yang dibingkai rapih di atas nakas. Lalu dia mendudukan dirinya di ranjang. Seseorang yang ada di dalam foto itu adalah niki. Hanya niki, tanpa papa ataupun mama.
"Mau berapa kali pun aku liat foto kakak, dan berapa kalipun aku mengelak, tapi pada kenyataanya kita memang mirip" ujar riyo tersenyum sumir.
"Bahkan terlalu mirip, makanya mama dan papa selalu nganggap aku sebagai kakak" lanjutnya dengan nada yang sangat pelan.
Satu bulir air mata jatuh mengenai bingkai foto tersebut "kak... sebenernya papa dan mama sayang aku nggak sih?"
Riyo menahan isakannya agar tak terdengar keras "apa aku harus jadi kayak kakak dulu baru mereka nganggep aku sebagai riyo?"
Mereka berdua menyayangi riyo, sangat. Tapi riyo merasa kosong seolah kasih sayang mereka bukan sepenuhnya tertuju kepadanya karna dia riyo——— tapi karna riyo terlalu mirip dengan niki.
Riyo menenggelamkan wajahnya ke bantal. Meredam isakan dari bibirnya yang tak mampu ia tahan.
Tidak, dia tidak marah kepada papa ataupun mama. Hanya saja bisakah mereka menyayanginya sebagai riyo?.
***
Mama eunbi tersenyum kecil saat menemukan riyo tengah meringkuk di atas ranjang niki. Wanita itu mendekati anaknya lalu mengelus kepalanya lembut.
"Kamu lagi kangen kakak ceritanya" ucapnya saat melihat tangan riyo masih memeluk sebuah bingkai foto.
"Kalian berdua sangat mirip. Mama berasa punya anak kembar" mama eunbi terkekeh kecil membayangkan jika niki dan riyo bersebelahan.
Senyumnya perlahan meluntur, digantikan dengan tatapan sendu "tapi kemiripan itu juga yang bikin kesedihan mama kembali hadir. Maaf riyo,, maafkan mama"
Mama eunbi beranjak keluar setelah sebelumnya mengecup pucuk kepala riyo. Dia hanya tidak ingin menangis lagi.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE | Ni-Ki✔
Fiksi Penggemar𝗦𝗘𝗤𝗨𝗘𝗟 𝗢𝗙 𝗗𝗘𝗔𝗥 𝗚𝗢𝗗 "Seandainya aku bisa memilih, aku tidak ingin dilahirkan dengan wajah yang mirip seperti dia."