Selamat membaca:)˚˙˚
"Lo serius?!"
Ghea sedikit menjauhkan ponselnya mendengar teriakan Puput di seberang sana.
"Iya. Gue serius," beo Ghea menjatuhkan bokongnya pada sofa. "Gue hampir mau pingsan tau nggak!"
Ghea cekikikan mengingat kejadian waktu malam. Sulit dihilangkan dari benaknya. Memori bagaimana Dika menyentuh bibirnya dengan begitu penuh perasaan. Rasanya, Ghea menginginkan momen manis tersebut kembali terulang.
"Jadi, bentar lagi gue dapet ponakan dong?!" girang Puput bertanya.
Ghea spontan berdecak kesal. "Nggak, lah! Soalnya waktu mau ke inti, eh malah ada kurir yang nganterin paket," jawabnya menghembuskan napas gusar.
"Jadinya nggak dilanjutin." Gadis itu mengeluh. Punggungnya bersandar pada sofa dengan bahu yang merosot lesu.
"Yah, gagal dong gue jadi Bibi." Puput melirih kecewa membuat Ghea terkekeh geli.
"Doain aja, moga besok-besok Dika bisa main ampe selesai," ujar Ghea.
"Aamiin," ucap Puput tersenyum simpul di sana.
"Eh, BTW, lo udah baikan? Kemarin Dika bilang lo sakit."
"Udah, kok," jelasnya mendongak. Menatap lamat-lamat atap rumahnya. "Put?"
"Ya?"
"Lo tau nggak? Gue kadang selalu curiga Dika nggak pernah sayang sama gue, tapi di sisi lain ada aja tindakan Dika yang buat gue tarik kembali kekhawatiran gue itu." Ghea berbicara tanpa semangat kali ini. Tatapannya berubah sendu.
Puput hanya diam. Ia tahu ini pembahasan sangat sensitif. Kalau bertemu langsung, sudah bisa tebak jika Ghea akan menangis dalam pelukannya.
"Sebenernya perasaan Dika itu gimana ya ke gue?" racau Ghea tertawa pelan. "Dia nganggap gue istrinya? Atau temennya?"
"Ghe, jangan mulai deh," kesal Puput menyadari jika obrolan ini malah keluar jalur.
"Capek banget, Put," lirih Ghea tersenyum paksa.
"Kalau gue berani, bakal gue keluarin semua emosi yang gue pendam, tapi sayangnya gue nggak berani. Gue terlalu takut sama, Dika."
"Ish, lo nggak boleh kayak gini dong, Ghe. Lagian kalau semisal Dika nggak cinta sama lo, mana mungkin dia ngebet dari dulu pengen nikahin lo," ujar Puput mengingatkan.
Ia sangat tahu pasti bagaimana Dika berjuang untuk mendapatkan Ghea. Sampai-sampai dirinya masih mengingat momen disaat Dika dihajar habis-habisan oleh suruhan ayah Ghea karena berani membuat anak perempuannya menangis, padahal itu hanya kesalahpahaman saja. Yang membuat Ghea menangis adalah Ergi---mantan Ghea dulu. Bukan Dika.
"Bisa aja itu cuma obsesi Dika, kan?"
"Nah, kan. Pikiran lo mah sempit terus, Ghe," geram Puput gemas sendiri. "Bentar lagi pernikahan lo berdua mau nginjak satu tahun, masa mau gini terus? Saling terbuka dong! Lo tanya baik-baik sama Dika, apa alasan sebenernya dia masih nunda punya momongan," saran gadis berkemaja itu sembari menjatuhkan pantatnya di kursi kerja.
"Dia nggak mau jujur, Put. Paling kalau ada jawaban, entar bilangnya karena mau fokus kerja lah, apalah. Kan ke guenya bikin overthingking," ujar Ghea menarik napasnya dalam.
"Udahlah. Mungkin lain kali gue curhat lagi. Bye!" Puput yang hendak berujar menelan kembali kata-katanya. Ghea memutus sambungan telepon secara sepihak. Memejamkan matanya sejenak, lantas setelahnya beranjak bangkit menuju kamar atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dighe | 18+
ChickLitYoung Adult Romance 18+ ∆ *** "Kapan punya anak?" Tidak ada hal lain yang mereka tanyakan jika bertemu Dika dan juga Ghea. Tiga kata itu sepertinya sudah melekat kuat untuk dua insan yang sudah satu tahun menikah, namun belum juga ingin punya keturu...