⚠Warning⚠
Selamat Membaca!
***
Aktivitas lari seorang gadis terhenti di teras sebuah rumah. Ia agak membungkuk dengan napas ngos-ngosan seperti habis dikejar deadline.
Ghea, gadis itu perlahan menegakkan tubuhnya---mengatur napas---lantas berjalan pelan menuju pintu rumah. Pemandangan pertama saat pintu terbuka adalah Dika yang tidur di sofa bersama Ale yang berbaring pula di samping sang suami.
"Ale?" panggil Ghea kaget. Tidak, Ale tidak tidur. Anak itu nampak seperti tertekan dipeluk Dika. Bahkan bukannya merem, mata anak itu masih terbuka membuat Ghea dengan segera menghampiri anak itu lantas menggendongnya.
"Ale nggak papa, kan?" Ale menggeleng pelan. Ghea melirik Dika yang sepertinya terganggu olehnya. Namun, tidak lama. Dika kembali tidur dengan tangan bersedekap.
"Bobo-nya di kamar, ya? Tapi Tante Ghea mandi dulu, oke?"
Ale mengangguk pelan tanda setuju.
Refleks, Ghea mengacak rambut Ale gemas, kemudian bergerak pergi meninggalkan Dika menuju kamarnya.
***
"Tadi kenapa pulang duluan? Tante nyariin lho sampe beberapa kaki keliling taman," tanya Ghea agak kesal. Usai membersihkan diri, Ghea memutuskan untuk memandikan Ale juga. Alhasil, sekarang ia tengah menyisir rambut Ale yang acak-acakan akibat dikeramas Ghea. Tampilan anak itu juga terlihat lebih rapi dan tak kucel kayak tadi.
"Nda tau. Om Dita yang ngajak. Aye itut aja," tutur si kecil.
"Terus? Kenapa Tante ditinggal?" tanya Ghea lagi belum puas terhadap jawaban Ale.
"Om Dita mayah, watu iyat Ate belduaan ama cowok." Ghea tertegun. Apa Dika melihat dia mengobrol dengan Ergi? Alamak, kenapa bisa begini?
"Oh-ohh gitu, ya?" Ghea manggut-manggut sambil tertawa geli. "Ya udah, deh. Ale sekarang bobo yuk! Tante temenin, " bujuk Ghea setelahnya.
"Dipeyuk, ya?"
"Iya, sini-sini Tante peluk!" ujar Ghea merentangkan kedua tangannya. Ale tentu dengan cepat menghamburkan diri ke pelukan sang bibi. Sementara itu, pikiran Ghea tiba-tiba terpusat kembali pada sosok sang suami.
Apa Dika benar-benar marah?
***
Tangannya itu meraba tempat di sampingnya. Dika membuka mata, terkejut tidak mendapati Ale di sana.
"Ale!" panggil Dika mengitari sekitar. Kemana anak itu? Pikirnya beranjak berdiri. "Ale? Ale di mana?" ulang Dika melangkah ke arah pintu rumah. Di halaman, sama pula. Ia tidak menemukan Ale.
Dengan muka bantal yang melekat, Dika berniat mencari keponakannya itu. Sekitar lima menitan Dika akhirnya kembali ke dalam rumah dengan hasil yang sama. Ale hilang?! Oh, habislah dirinya. Tapi tidak-tidak. Sebandel-bandelnya Ale, mana mungkin anak itu berani keluar sendirian. Apalagi di lokasi yang begitu asing.
Di dapur juga tidak ada. Tunggu. Dika belum mengecek ke kamar. Apa Ale ada di kamar?
"Ale!" panggil Dika bergegas menaiki tangga. "Ale!"
"Al-"
"Sttt! Ale udah tidur!" bisik Ghea sedikit menekankan empat kata tersebut. Dika mematung dengan tangan masih menyekal gagang pintu. Di ranjang tempat biasa ia tidur, seorang anak nampak begitu nyenyak tidur di pelukan Ghea.
Ghea sedikit menggeser tubuhnya. Membiarkan kepala Ale berlabuh pada bantal. Kemudian, ia menarik selimut agar menutupi badan Ale hingga pinggang. Lantas setelahnya menghampiri Dika yang masih diam tak bergeming.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dighe | 18+
ChickLitYoung Adult Romance 18+ ∆ *** "Kapan punya anak?" Tidak ada hal lain yang mereka tanyakan jika bertemu Dika dan juga Ghea. Tiga kata itu sepertinya sudah melekat kuat untuk dua insan yang sudah satu tahun menikah, namun belum juga ingin punya keturu...