KP °° 03

482 109 17
                                    

Budayakan vote sebelum membaca, terimakasih😁


Beginilah kehidupannya setelah bertransmigrasi ke tubuh orang lain, dengan matanya yang buta, dia hanya duduk menghadap jendela sambil menikmati udara segar.

Seringkali gadis itu menepuk pipinya sendiri, kalau-kalau ini hanyalah sebuah imajinasinya saja. Rasa-rasanya sangat mustahil bisa berpindah ke dalam raga orang lain.

"Aku lebih suka hidup miskin namun masih bisa melihat indahnya alam dan orang-orang tampan, dari pada menjadi orang kaya namun hidup di dalam kegelapan," gumamnya dengan senyum hambar.

Femila yang dulunya hidup dalam kebebasan, kini bagaikan burung dalam sangkar yang kemana-mana harus di kawal seseorang. Huh, menyebalkan!

Belum lagi seseorang yang ingin melenyapkan hidupnya membuat ia seringkali ketakutan di malam hari, tapi kemarin malam orang itu tidak datang ke kamarnya. Entahlah, Putih bersyukur akan hal itu.

Akan tetapi, dia jadi berambisi membongkar kejahatan orang itu, agar sang pemilik tubuh yang sesungguhnya ini bisa hidup bahagia. Namun mengingat kemampuan penglihatannya yang seperti ini, rasanya akan sulit mengumpulkan bukti untuk dikuak.

"Lanang." Nama itu tercetus begitu saja dari bibir Putih.

Perkataan laki-laki itu yang katanya dapat mengembalikan penglihatannya kemarin menarik perhatian Putih, namun dia harus pergi ke kehidupan lain? Apa maksudnya?
Dan juga dengan syarat bahwa Putih tidak boleh menceritakannya pada siapapun membuat gadis itu semakin penasaran.

"Apa kau akan terus mengurung diri di kamar?" Suara Metha mengagetkan Putih.

"Ah, Ibu. Kau membuatku terkejut." Putih menggeser tubuhnya ke samping, walau tak dapat melihat, namun ia dapat mendengar sepatu Metha yang berhenti di sebelah kirinya.

"Semua orang sedang menikmati yoghurt di halaman belakang, mengapa kau hanya duduk sendirian di sini?" Metha mengusap lembut rambut Putih.

Putih menunduk, "bagaima aku tahu, Ibu. Penglihatanku tidak berfungsi."

"Hem, putriku yang malang. Seburuk apapun kau di mata orang lain, kau tetaplah putri rajaku yang manis," kekeh Metha dengan menjawil dagu Putih membuat senyum tipis terukir dibibir gadis itu.

"Ibu membawakan salad buah dan yoghurt untukmu, apa kau mau aku suapi?" tawar Metha yang mendapatkan anggukan semangat dari Putih.

Hati Putih menghangat setiap kali mendapatkan kasih sayang dari Metha dan Abram. Sudah bertahun-tahun dia lupa akan sentuhan orang tua, di sini dia dapat merasakannya lagi.

Jangan pernah menyesali takdir Tuhan, karena sesungguhnya dia adalah pembuat skenario terindah.

Putih tersenyum mengingat kalimat yang pernah dikatakan oleh almarhumah Ibu-nya. Baiklah, mulai sekarang ia akan memanfaatkan sebaik-baiknya hidup di dalam kegelapan diri Putih ini.

"Lezat sekali." Putih menyentuh sudut bibirnya yang terdapat jejak mayonise kemudian menjilatnya.

"Tentu, Ibu buatkan khusus untukmu," sahut Metha.

Tangan Putih terangkat, meraba-raba ke sekitarnya membuat Metha faham dan segera menggapai tangan itu.

"Terimakasih, Ibu," lirih Putih yang dianggukinya.

Kegelapan Putih (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang