KP °° 20 (Menuju akhir)

314 49 3
                                    

Putih berdiri dalam ruangan bercahaya minim dengan sirkulasi udara yang cukup sempit, gaun putih panjangnya terlihat kotor diujung akibat menyentuh tanah.

"Kau baik-baik saja, Nak?" tanya Abram khawatir akan wajah pias Putih.

Senyum tipis dibibir Putih tak kunjung membuat hati Abram lega, ia menggenggam jemari Putih untuk menguatkan gadis malang ini.

Saat ini mereka tengah berada di ruangan tersembunyi Nona threaten yang digunakan untuk menyimpan manekin-Nya. Mereka mengetahui tempat ini setelah mendesak Nona threaten agar jujur.

Jantung Putih berdegup kencang dengan keringat dingin yang membanjiri pelipisnya melihat jajaran manekin yang terpajang rapi di sudut ruangan. Semuanya laki-laki, berjas rapi dan bersepatu mengkilap.

"Se-semua ini manusia asli?" gagap Putih masih tak percaya bahwa manekin yang berasal dari manusia asli ini adalah hasil karya tangan sang Ibu.

"Iya, Ibu mu yang membuat semua pria ini menjadi patung, jahat sekali." Abram geleng-geleng kepala.

Putih melepaskan tautan jemari Abram lalu berjalan menelusuri satu demi satu rak kaca yang berisi satu manekin didalamnya, Putih ingin mencari Ayah kandungnya yang katanya merupakan manekin pertama yang dibuat oleh Metha Kanana.

Kakinya gemetar kala membaca tulisan didada satu manekin yang mengenakan warna jas berbeda dari lainnya, jas putih dengan dasi hitam.

"Ayah?" Gumam Putih dengan bibir bergetar diiringi bulir air mata yang jatuh membasahi pipi.

Putih merasa hatinya sangat sedih sekali, bahkan dadanya terasa terhimpit dan sesak melihat Ayah kandungnya berdiri kaku menjadi patung dengan bibir menyunggingkan senyum kecil. Dia tampan sekali, bibir dan matanya sangat mirip seperti milik Putih.

Mata almond itu seolah hidup dan menatap Putih membuat tangis gadis itu semakin meraung-raung, Abram segera merengkuh tubuh Putih guna menenangkan.

"Dia Ayah ku hiks..."

Abram mengangguk sambil mengelus-elus rambut panjang Putih, ia dapat merasakan bahu Putih yang bergetar hebat.

Sosok Ayah yang tak pernah Putih kenal, yang tak pernah ia dengar suaranya, yang tak pernah ia tahu namanya, kini ia dapat melihatnya dalam bentuk patung tak bernyawa.

"Jangan bersedih, sampai kapan pun kau akan menjadi putri ku, dan aku adalah Ayah mu. Aku tidak akan meninggalkan mu, Roro Putih Kanana," ucap Abram halus sambil mendaratkan kecupan dipuncuk kepala Putih.

"Terimakasih, Ayah Abram."

***

Di kehidupan cheetah yang suram kini bertambah muram karena sang pangeran telah kehilangan kebahagiaan dan senyumannya.

Bunga-bunga yang dulu bermekaran kala Femila melewatinya kini kembali layu dan mati, semuanya tampak hitam putih, tak ada warna, dan sepi.

"Ternyata benar, Metha Kanana adalah dalang dibalik semuanya." Agung bersedekap dada seusai Lanang menjelaskan semuanya.

Lanang hanya bergumam, saat ini ia sedang dalam wujud aslinya yaitu citah, dia berbaring di tanah dengan bulu halusnya yang diusap-usap oleh Agung.

"Apa maksud mu mengelus bulu ku? Kau pikir saya kucing? Kau pikir saya hewan peliharaan?" cercanya tak terima.

Agung berdecak sebal lalu menarik tangannya, "ajudan menggemaskan ini hanya sedang memanjakan sang pengeran citah."

Kegelapan Putih (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang