[11]. Kangen

480 125 0
                                    

~Memory

Manisku, aku akan jalan terus membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru || Seo Hok Gie

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Manisku, aku akan jalan terus membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru || Seo Hok Gie

"A, gak mau pada makan lagi?" Mang Udin menghampiri keempat pelanggang laknatnya yang tiba-tiba tidak begitu hebot detik ini. Entah apa yang sudah mereka bahas dengan Misha, yang pasti setelah kepergian gadis itu, Konco Embrio –dengan kedatangan Dedi sepuluh menit lalu seperti telah kehilangan masa kejayaannya.

"Air putih aja, Mang," jawab Lukman.

Maka dua menit setelahnya, air putih ala Mang Udin hadir menemani meja makan. Mungkin air ini sama seperti perasaan mereka sekarang, hambar.

Hingga Hendri lebih dulu meraih gelas tersebut lalu meminum airnya. "Rasa air," gumamnya kecil.

"Hufttt ... gue tak tau kalo cewek-cewek pada punya rahasia di belakang kita, apalagi mereka bertindak sendiri kayak waktu itu. Bahaya tau tak, Bro?" Lukman memulai pembicaraan sambil meminum air juga.

"Gue bahkan nampar Hoya malam itu," ujar Marhan.

"Gue bentak Miranda sampe nangis tak henti-henti," sambung Hendri.

"Misha gue diemin aja sih," lanjut Lukman.

"Yeu, lo dah kenal makanya santai aja, sedangkan kami? Mana dah bikin masalah, terus salah duga lagi," ujar Hendri.

"Maafin Rasya." Dedi angkat bicara hingga tiga temannya yang lain angkat kepala juga. "Ini rencana dia, karena mau putus sama pacarnya. Jadi dia minta Hoya pura-pura jadi selingkuhan cowok itu biar putusnya lebih mudah."

"Tapi ...."

"Oey Mang Udin! Keluar gak lo!" Teriakan yang berasal dari luar warung membuat perhatian mereka berempat teralihkan.

"Siapa anjir teriak-teriak? Dikira tuli apa?" tanya Lukman tampak tidak suka. "Eh, Mang! Kenapaan?" Dia menahan tubuh Mang Udin dan spontan bertanya.

"Bukan apa-apa atuh, kalian duduk aja ya, gak perlu ikut-ikut keluar."

Mereka semua menurutinya lalu kembali duduk.

Perlahan-lahan lesu.

Dan berakhir gundah gulana lagi.

Mungkin pembicaraan Mang Udin dengan orang di luar sana tidak terlalu penting, lagipula hal ini bukan pertama kalinya ada orang yang berteriak. Iya, 'kan Lukman biasanya teriak-teriak juga. Jadi wajar bila sudah dekat dengan Mang Udin maka hal seperti itu biasa saja.

Bila tubuh Mang Uding tidak terkapar di lantai secara tiba-tiba.

"UTANG DIBAYAR, MANG! BUKAN DIANGGURIN!" Pria dengan pakaian ala pemeran Preman Pensiun masuk sambil menghentakkan kaki di depan wajah Mang Udin.

ZELOFOBIA✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang