~prefix
"Persahabatan meningkatkan kebahagiaan, dan meredakan kesengsaraan, dengan cara menggandakan kegembiraan kita, dan membagi kesedihan kita."
Marcus Tullius Cicero [106 SM - 43 SM]✿
Marhan Agatha Kusniandra mengakui kesulitan jika harus disuruh mengoreksi diri. Pertanyaan ini muncul tepat pada pukul sepuluh malam, di bawah kukuhan sang penguasa kegelapan yang sepi, yaitu ketika menghadap ke luar jendela dengan satu pertanyaan, Gue yang enggak tau malu, atau Mama dan Papa yang malu punya gue?
HP ada, paket banyak, jangkauan luas, tapi enggak bisa menghubungkan panggilan sama Mama atau Papa. Buat apa? Keterangan menyedihkan yang dikabari oleh layar ponselnya hampir membuat Marhan kerasukan hal negatif, tidak seharusnya dia mengharapkan ini sejak usia sepuluh tahun.
"Mama mau belikan HP buat kamu, ini nomor Mama. Simpan dulu, siapa tau kita lupa." Dulu wanita itu berjanji pulang cepat dalam waktu tiga belas menit, tapi sampai tiga belas tahun sekali pun, Mama 'tak pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi.
Itulah pemikiran 'tak berguna seakan dia ingin sekali menyalahkan sesuatu, tetapi akal sehatnya mengingatkan buat segera kembali dan harus mengacuhkannya dengan cara apa pun. Sebenarnya lama-kelamaan bakal terasa biasa saja, hanya mungkin Marhan ingin membuktikan omongan Papa mengenai tanggung jawab Mama sebagai seorang ibu tidak dijalankan dengan baik. Sebab satu hal yang juga dia tahu, Papa pun melalaikan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah.
Memang mereka pikir, mandiri adalah ketika seorang anak harus berjuang seorang diri?
Dewasa adalah ketika seorang anak bisa memaklumi permasalah orang tua?
Atau sukses adalah ketika seorang anak menikmati proses tanpa dukungan dan semangat mereka?
Sebenarnya bukan itu, Marhan hanya terlalu kecil saja sehingga tidak bisa mengutarakan keinginannya yang dulu. Sekarang apa daya ketika sepasang kekasih yang semula harmonis gigih, kini hanya sebuah hitam putih yang cerabih. Apa daya juga teruntuk Marhan yang terlanjur jadi pria berusia dua puluh tahun yang menyedihkan? Dia saja 'tak punya kesempatan untuk berterima kasih, dua orang itu pemilih untuk menjalani kehidupan.
Maka satu-satunya pilihan Marhan pun, dia harus tetap hidup. Tidak beruntung di dalam hubungan keluarga, bukan berarti harus merasakan sakit pada seluruh hubungan yang ada di dunia ini. Sebab dia punya para sahabat yang mengisi hari-harinya jadi lebih berwarna meski berawal dari nyolong mangga di jalan Cendana.
Realistisnya, rumah mereka berdampingan --dalam satu gang, satu RT, yang membuat hubungan tersebut jadi terasa begitu erat. Semua rasa hiruk-pikuk keluarga Bapak Kusniandra perlahan berlalu, itu adalah rasa yang dia persilahkan berpetualang seperti jajanan taro yang mulai dia makan sekarang. Harganya empat belas ribu tujuh ratus rupiah, dengan satu permen kiss bonus sisa tiga ratusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELOFOBIA✓
Roman pour Adolescents[R E - P U B L I S H | ft. Mark Lee] Fobia terhadap rasa cemburu. ❝Ada satu kalimat tantangan berinisial kata romansa yang berujung nestapa.❞ ©tata2021