~Promise
"Cinta seperti penyair berdarah dingin yang pandai menorehkan luka. Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya." -Joko Pinurbo
✿
Kalau bukan demi menghindari Miranda si penjaga kantin langganannya, mana mungkin Marhan berada di salah satu gazebo mini yang berada di halaman tengah gedung fakultasnya. Marhan juga tidak mau merusak tubuh dengan makan mie melulu di sana, tapi kalau ke kantin mengharuskannya nangkring di tempat lain, dia justru akan merasa bersalah sama Miranda –gadis yang sempat jadi bahan gosip ter-hist oleh Konco Embrio waktu pertama kali main ke kantin fakultasnya.
Omong-omong, Hendri pernah memiliki niatan untuk dekat dengan Miranda. Namun saat itu hanya omongan belaka sebab posisinya juga sudah punya perempuan lain. Makanya, setelah kembali jomblo dan menerima tantangan, Hendri tak ingin melepaskan Miranda begitu saja. Bahkan ketika Lukman membicarakan perihal kegiatan random yang mau mereka kerjakan, Miranda-lah orang pertama yang Hendri ingat.
Hal itu terlihat jelas dari ekspresi Hendri yang terlihat bahagia di dalam gambar kamera DSLR. Marhan terdiam cukup lama untuk yang satu ini, sekaligus berpikir, apa Hendri sudah melepaskan jiwa ke-playboy-annya?
Meski mereka sangat dekat, dibantu keahlian Hendri yang pandai bergaya di depan kamera, dia merangkul Miranda dengan begitu hangat. Sedangkan si Gadis Gigi Kelinci yang setelan kemejanya selaras sama warna bunga mawar putih sedikit bersandar di bahu Hendri. Marhan akan sangat bersimpati Miranda kalau mereka pupus begitu saja, sumpah.
"Sampai kapan lo ngeliatin isi kamera gue?" Pertanyaan itu berbarengan dengan gerakan Marhan yang menggeser gambar selanjutnya. Dia terdiam dalam pilunya, memandangi bagaimana gambar Misha dan Lukman yang sedang berpandang-pandangan di sana.
"Kenapa lo ngambil gambarnya sebagus ini, dah? Harusnya tak usah!"
"Lah sewot? Ini tandanya gue emang pro soal ngambil gambar!" ujar gadis yang duduk di sebelahnya.
Marhan diam lagi, tercatat fokus untuk menggeser-geser foto yang keluar di monitor mini kamera tersebut. Ternyata sisanya mengenai Marhan dan Misha saja, sementara semakin banyak foto yang dilihat, semakin berlinang air matanya.
"Kalo lo suka sama cewek itu, ngapain lo kasih buat orang lain?" Hoya kembali bersuara hingga Marhan menghapus air yang membasahi kedua pipinya, dia benar-benar menangis.
"Misha emang lebih pantas sama Lukman," ujar Marhan.
"Oh." Hoya sih bodo amat dengan drama yang terjadi dalam siklus persahabatan Marhan. Soalnya keberadaan Hoya tidak lain hanya untuk keperluan hidupnya saja. "Karena ngambil gambar pake kamera gue, lo semua harus bayar. Satu fotonya lima puluh ribu, entar di rumah gue hitung jumlahnya berapa ye." Karena yang penting adalah uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELOFOBIA✓
Novela Juvenil[R E - P U B L I S H | ft. Mark Lee] Fobia terhadap rasa cemburu. ❝Ada satu kalimat tantangan berinisial kata romansa yang berujung nestapa.❞ ©tata2021