Pukul tujuh pagi. Cavilla sudah siap dengan pakaian yang rapi untuk segera bertemu Bagas dan Gio, karena Cavilla masih sangat penasaran dengan seorang Liana yang hadir ke dalam kehidupan Tevan.
"Ibunda, Cavilla pamit, ya. Mau ke Cafe-nya Gio dulu, biasalah anak muda," ucap Cavilla yang mendekati ibunda.
"Iya, hati-hati." Ibunda mencium kening putrinya. "Kalau ada apa-apa kabarin ayah atau Ibunda ya!"
Cavilla menjawab dengan anggukan dan segera bergegas untuk berangkat ke Cafe milik Gio dengan menggunakan taxi online yang sudah ia pesan dahulu tadi.
Sambil menunggu sampai. Cavilla membuka handphone-nya dan menatap wallpaper handphone-nya dengan potret dirinya dan Tevan yang sangat lucu.
Senyuman Cavilla luntur saat menatap room chat nya dengan Tevan yang chat nya tidak pernah dibalas oleh Tevan lagi selama tiga hari ini. Itu membuat perasaan curiga muncul.
'Dia hanya sibuk,' pikir Cavilla agar mengusir pikiran-pikiran negatif-nya tentang Tevan.
Tidak berselang lama, Cavilla sampai dan segera membayar taxi, lalu keluar untuk segera menuju tempat Gio dan Bagas berada. Alangkah terkejutnya Cavilla saat melihat yang ada di sana bukan hanya ada Bagas dan Gio, tetapi ada Ansya, Nadine, Tarasya, dan Gavino.
"Ka-kalian---"
"Sht! Kamu teman dan sahabat kita, apapun yang terjadi kita harus bantu," sela Tarasya dengan senyum yang mengembang.
"Iya, so ... senang atau susah kita harus bareng," tambah Gavino.
Cavilla tersenyum sesaat. Tiba-tiba Cavilla menatap tajam Gavino.
"Lo, kenapa gak jemput gue sih? Udah bosen lo? Awas aja gak usah numpang makan di rumah gue lagi!" ucap Cavilla.
Gavino tertawa. "Rumah lo? Rumah ayah sama ibunda kali,"
"Ih, tau ah." Cavilla langsung duduk diantara Tarasya dan Ansya dengan perasaan sebal sedangkan Gavino malah tertawa puas melihatnya.
Makana dan minuman pun datang yang sudah dipesan oleh Gio si pemegang Cafe tersebut dan tentunya gratis dibayar oleh Gio.
Mereka menyantap sedikit makanan dahulu sebelum menuju ke topik pembicaraan mereka nanti. Setelah itu mereka saling menatap, kemudian Bagas berdehem agar mencairkan suasana.
"Jadi gue langsung to the point ajalah, ya," ucap Bagas, "Liana itu kalau enggak salah adik kelas selama Tevan kuliah kedokteran dan gue kurang tau sih mereka sedeket apa, tapi yang jelas gue pernah liat Tevan nenangin Liana nangis entah kapan itu,"
Cavilla tersenyum terpaksa mendengar penjelasan dari Bagas. Setelah itu Cavilla menatap Gio meminta ia juga untuk berbicara.
"Em, gue ... pernah ketemu Liana dulu. Gue pernah mergokin juga Liana sama Tevan lagi makan bareng gitu dan Tevan pernah cerita soal Liana. Iya, gak sih, Gas?"
"Yo'i."
"Katanya sih, cuma sekedar temen aja," jelas Gio dan teman-temannya hanya menganggukk-angguk.
Cavilla menghela napas pelan. Apa aku harus merelakan lagi? Batin Cavilla merasa berat.
Sementara Cavilla larut dalam pikirannya Gavino, Gio, dan Bagas sudah berada dipanggung yang disediakan di Cafe dan itu bisa digunakan untuk umum tanpa membayar alias gratis.
Gavino dan Bagas mengambil mic, sedangkan Gio mengambil gitar. Mereka mengambil posisi yang bagus dahulu dan mulai bersiap untuk nampil.
"Teruntuk Cavilla. Jangan sedih, ya! Lo tetap yang terbaik!" seru ketiga pangeran itu.
Cavilla yang merasa namanya disebut menoleh ke arah para lelaki. Tarasya menyenggol tangan Cavilla seraya berbisik.
"Lo kalau butuh bantuan hujatan boleh telepon gue," bisik Tarasya.
Cavilla terkekeh mendengar bisikan itu.
"Ekhem-ekhem," suara deheman itu berasal dari Gavino dan membuat semua orang tertuju padanya.
"Gue mau nyanyi, do'a kan semoga tidak fals. Eh, tapi Iwan Fals aja suaranya bagus, apa gue harus ganti nama dulu jadi Gavino Fals, ya?"
Padahal yang berbicara itu Gavino, tetapi entah mengapa malah teman-temannya yang merasa malu dengan ucapan Gavino barusan itu.
"Udah-udah, banyak omong banget! Kasian para bidadari udah tunggu itu," ujar Gio dengan senyumnya yang mengarah pada Ansya--Istrinya.
Akhirnya mereka pun mulai bernyanyi untuk menghibur para pengunjung dan para perempuan yang sedang duduk menikmati nyanyian mereka. Tak sedikit pula yang kagum dengan suara dan cara bermain musik mereka.
Cavilla dengan cepat mengabadikannya lewat rekaman video di handphone miliknya sebentar dan mengunggahnya di Instagram miliknya dengan caption 'Ngamen dulu boss!'
Lama kelamaan cuaca menjadi mendung, para pengunjung dan staff berpindah ke dalam cafe bersama Cavilla dan kawan-kawan.
Di dalam Cafe, Cavilla hanya menatap ke arah keluar jendela. Tiba-tiba ia tertuju pada seorang perempuan berbaju SMA dengan rompi sedang hujan-hujanan dengan senyum yang ceria, membuat Cavilla ikut tersenyum. Tarasya menepuk pundak Cavilla pelan, lalu Cavilla menoleh ke arahnya.
"Tau siapa dia?" tanya Tarasya dan Cavilla menjawab dengan gelengan.
"Sama gue juga gak tau," ucap Tarasya diakhiri tawanya.
Tiba-tiba ada seorang lelaki keluar dari cafe dengan berlari ia berpakaian SMA yang sama dengan perempuan yang sedang bermain hujan itu. Lelaki itu menarik perempuan tersebut ke dalam pelukannya dengan cepat.
"Oh No! Terlalu uwu untuk dilihat. Mending kita ke sana!"
Tarasya menarik Cavilla menuju tempat berfoto yang cantik dan cocok sekali untuk berfoto bersama.
***
Hello!
Huhuhu, maafkan Author yang baru update ya >< ngelag mulu soalnya.Jangan lupa voment dan krisar sayang♡
![](https://img.wattpad.com/cover/263015837-288-k874110.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lantas: Squel Aku Benci Orang Ketiga [ON GOING]
ChickLit{Squel Of Aku Benci Orang Ketiga!} This Love->Lantas *** Masih ingat dengan kisah Cavilla? Dia sekarang sudah lulus menjadi seorang sarjana dan sudah kembali ke Indonesia. Kini Cavilla bertemu dengan kawan-kawan lamanya termasuk Tevan. Kisah mereka...