Cavilla bersama yang lain pergi menuju ruang operasi setelah diberi tahu oleh petugas yang berada di sana. Terkecuali Gio yang harus kembali pulang karena harus menjaga Ansya yang sedang hamil di rumah sendirian.
Terlihat Gavino sedang duduk menatap ruang operasi di sana. Kedua orang tua Cavilla mengalami pendaharan yang cukup hebat dan terkena benturan yang keras. Cavilla begitu ketakutan.
"Vino," lirih Cavilla saat berada di dekat Gavino.
Lelaki itu langsung menatap Cavilla dan langsung memeluknya. Gavino benar-benar mengkhawatirkan Cavilla sekarang.
"Ibunda sama ayah," lirih Cavilla kembali dengan air mata yang terus turun.
Gavino sadar jika Cavilla menangis karena kini bajunya telah basah oleh air mata Cavilla. Gavino melirik ke arah Bagas, tatapannya seolah bertanya, "Di mana Tevan?" tetapi Bagas hanya menggeleng tanda tidak mengetahui di mana lelaki tersebut berada sekarang. Bahkan Gavino mencari di rumah sakit tadi pun tidak ada sama sekali.
"Vino, mereka bakal baik-baik aja 'kan?" tanya Cavilla disela-sela tangisannya.
"Everything will be fine, La." Gavino mengusap-usap punggung Cavilla dengan lembut, sesekali mengusap kepala perempuan itu dengan rasa sayangnya.
Bagas, Tarasya dan Nadine pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli minum dan makanan ringan, sekaligus memberi ruang kepada Gavino dan Cavilla saat ini. Mereka benar-benar khawatir dengan keadaan Cavilla saat ini dan mereka tahu sekarang hanya Gavinolah yang mampu menenangkan Cavilla.
Samar-samar Gavino dapat melihat seseorang tidak jauh dari mereka, tetapi dengan cepat menghilang.
'Thank you.'
****
3 hari berlalu ....
Cavilla menatap gundukan pasir di hadapannya dengan taburan bunga-bunga di atasnya. Tatapannya begitu kosong sejak kemarin. Kenyataan ini begitu pahit dan menyakitkan sekali untuknya. Rasanya ia ingin ikut pergi ke sana.
"Ibunda, Villa minta maaf ya belum bisa jadi anak yang baik buat ibunda," ucap Cavilla, lalu ia meneteskan air mata.
"Cavilla terlalu banyak menerima rasa sakit sekarang, terlalu rapuh juga untuk dibilang kuat," gumam Gavino menatap perempuan tersebut dengan lekat.
Sejak saat itu memang Gavino sering menemani Cavilla bersama Nadine dan Tarasya, sesekali Ansya juga datang karena merasa khawatir.
Ayah Cavilla sudah sadar dari masa kritis dan sudah berada di ruang rawat inapnya. Meski kenyataan bahwa Ibunda sudah tiada membuat ayah merasa benar-benar terpukul seperti Cavilla, tetapi ia tetap berusaha untuk tetap tegar di hadapan Cavilla.
Gavino mengantar Cavilla ke rumah sakit untuk menjaga sang ayah kembali setelah pemakaman selesai.
Setelah sampai di ruang ayahnya Cavilla melihat ayahnya yang sedang memakan buah apel dengan lahap. Cavilla tersenyum melihatnya meski batinnya merasa sakit.
"Kalian? Sini-sini, mau apel juga?" tawar ayah.
"Enggak Ayah, makasih," ucap Gavino dengan lembut.
Cavilla mencium tangan ayah dan diikuti oleh Gavino. Mereka mulai membuka pembicaraan dan sesekali bercanda gurau untuk menghilangkan kesedihan mereka saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lantas: Squel Aku Benci Orang Ketiga [ON GOING]
ChickLit{Squel Of Aku Benci Orang Ketiga!} This Love->Lantas *** Masih ingat dengan kisah Cavilla? Dia sekarang sudah lulus menjadi seorang sarjana dan sudah kembali ke Indonesia. Kini Cavilla bertemu dengan kawan-kawan lamanya termasuk Tevan. Kisah mereka...