~Singapore lagi~

120 5 0
                                    

Cavilla sedang menyiapkan barang-barangnya bersama ayah. Gavino? Ia mendapat omelan oleh papahnya karena mengabaikan pekerjaannya beberapa hari ini. Tevan berkali-kali meneleponnya bahkan sekarang nada dering dengan nama kontak Tevan masih tertera.

'Di saat gue kangen lo ilang, gue mau ilang dan tiba-tiba lo mendekat? Lucu banget hidup lo, Van,' batin Cavilla merasa kesal.

Ia memasukkan bajunya dengan asal, kemudian tatapannya terhenti ketika melihat foto keluarganya. Dia merindukan ibunda. Sangat rindu.

Cavilla memeluk foto tersebut dan mengela napas berat. Tiba-tiba sebuah tangan besar memegang pundak Cavilla, hingga sang empu terkejut dan menoleh ke arah belakangnya. Itu adalah ayah. Satu-satunya orang paling berharga di hidupnya sekarang, ia tidak ingin kehilangan untuk kedua kalinya. Ini menjadi trauma terbesar bagi Cavilla, sungguh menyesakkan sekali.

"Ikhlas, La," ucap ayah seraya mengusap kepala Cavilla.

Perempuan itu hanya memejamkan matanya untuk menenangkan kembali pikirannya yang cukup kacau saat ini.

"Beneran mau ke Singapore lagi?" tanya ayah memastikan.

Cavilla diam tak menjawab pertanyaan sang ayah, raut wajahnya bahkan terlihat jelas dan terbaca oleh ayahnya bahwa ia sedang ragu.

"Kalo ragu lebih baik jangan. Ayah tau kamu kecewa berat, tapi kamu sudah dewasa jadi Ayah tau kamu punya keputusan sendiri," ujar ayah dan mendapat anggukan oleh Cavilla.

"Villa, mau ketemu temen-temen ya, Ayah? Nanti siang sekalian pamit," izinnya.

"Ayah izinin, kalo mau berangkat ketemu mereka bilang ke Ayah biar enggak nyariin,"

"Siap, pak boss!"

***

Mengenakan pakaian casual dengan rambut yang diikat satu yang membuat kesan segar terhadap Cavilla. Ia sedang berkumpul bersama teman-temannya sekagus untuk berpamitan.

"La, beneran mau pergi?" tanya Nadine memastikan dengan tatapan yang berkaca-kaca.

"Cavilla, jangan deh ya?" Ansya sudah menangis dipelukan Gio.

Cavilla mengela napas panjang, ia meraih minumannya yang berada di depannya dan meminumnya. Rasanya memang berat sekali bagi semuanya.

"Kadang, semua memang harus seperti ini bukan? Gak semua sejalan sama apa yang kita mau," ucap Cavilla.

Bagas mengangguk-anggukan kepalanya. "Gue paham, urusan Tevan itu serahin sama gue dan Gio aja. Gitu-gitu juga dia sahabat kita yang penuh misteri,"

"Iya, Bagas."

Nadine dan Ansya langsung memeluk Cavilla dengan sangat erat karena tidak rela jika Cavilla akan pergi lagi meninggalkan mereka semua ke negara lain. Jika bisa dan mendapat izin pun rasanya mereka akan pergi ikut dengan Cavilla.

Setelahnya mereka berfoto bersama-sama agar menjadi sebuah memori untuk Cavilla dan pengingatnya bahwa Cavilla masih memiliki teman-teman yang akan selalu ada untuk mendukungnya sampai kapan pun itu dan di kana pun. Mereka akan tetap bersahabat selamanya, suka mau pun duka.

"Lo butuh apa pun tinggal calling-calling kita-kita aja, pasti dibantu," ujar Gio.

"Makasih ya!"

Tiba-tiba suara tangisan Ansya kembali terdengar karena makin tidak rela Cavilla pergi dan harus kembali berjauhan.

Tringg!

Lantas: Squel Aku Benci Orang Ketiga [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang