¤Terluka¤

143 7 6
                                    

3 tahun kemudian ....

Wanita dengan rambut panjang dengan gaya casualnya sedang menarik sebuah koper untuk menuju keluar dari Bandara.

Kembalinya ia ke sana tidak diketahui oleh siapa pun. Dia sengaja agar semuanya tidak ada yang heboh atau pun menyambutnya saat datang dan ia pun belum siap bertemu orang itu, terkecuali Gavino. Dia mengetahui semuanya.

"Cavilla, wait!" teriak seorang lelaki berkulit putih yang tak lain adalah Boy.

"Why are you so slow?" ejek Cavilla diakhiri kekehan.

"Awas saja nanti, aku tidak akan melepaskanmu!"

"Tidak bisa! Ingat umur ... mau ke angka kepala tiga loh Boy," ucap Cavilla yang terdengar mengejek.

Boy mendengus kesal, kemudian menarik koper Cavilla dan miliknya keluar karena Gavino sudah menunggu mereka sekarang. Cavilla yang melihat lelaki itu pergi malah tertawa karena merasa lucu melihat Boy dengan wajah sebalnya.

***

"Ayahhhh!" teriak Cavilla, lalu berhambur memeluk sang ayah dengan erat.

"Anak Ayah semakin dewasa ya, tambah cantik," puji ayah merasa senang anak semata wayangnya kembali pulang.

"Iya dong! Ayah sehat aja kan? Enggak sakit? Masih kuat? Aman?" tanya Cavilla tiada henti.

Ayah mencubit pipi Cavilla. "Cerewet ya kamu. Ayah baik-baik aja, ayo beresin barang kamu dan ajak yang lain masuk,"

Cavilla mengangguk-angguk, kemudian mengajak Gavino dan Boy memasuki rumah dan membawa barang-barang.

Wanita itu memasuki kamarnya dan mengambil bingkai foto. Fotonya saat kelulusan SMP bersama keluarga lengkap, wajahnya terlihat tidak berubah hanya umurnya saja yang bertambah setiap tahunnya.

"Ibunda, Villa kembali," lirihnya dengan senyuman.

Kemudian, ia taruh kembali bingkai tersebut dan menatap sekeliling kamarnya yang terlihat rapi dan seperti selalu dibersihkan. Sepertinya ayahnya atau Gavino sering membereskan kamar miliknya tersebut.

Tatapannya seketika tertuju kepada surat yang ada di atas meja riasnya. Amplop biru muda yang cantik itu sempat ia buang dengan asal sebelum berangkat menuju Singapore 3 tahun yang lalu. Ternyata masih ada di kamarnya dan ditaruh dengan baik oleh seseorang.

Tangannya mengambil surat tersebut dan menaruhnya di laci dengan cepat. Helaan napas langsung terdengar setelahnya.

"Do you love him? But why always make me comfortable?" ucap Boy yang berada di belakang Cavilla.

Cavilla terkejut dan langsung berbalik menatap Boy.

"La, buka hati kamu sedikit buat aku emang sesusah itu?" tanya Boy dengan serius.

"B-Boy ... aku sedang mencobanya," jawab Cavilla.

"Aku akan tetap menunggu, tapi jangan terlalu dipaksakan untuk dibuka terutama karna kasihan,"

***

Pagi harinya Cavilla berlari pagi sendirian dengan menggunakan masker dan kacamata hitam. Terlihat aneh, tetapi sebenarnya ia sedang menyamar agar tidak diketahui oleh siapa pun di jalan terutama lelaki yang membuatnya sakit.

Lantas: Squel Aku Benci Orang Ketiga [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang