Teriknya matahari rupanya mampu meramaikan cafetaria kampus. Lebih ramai dari biasanya-- pasalnya para manusia-manusia itu memilih berteduh seraya menyeruput minuman-minuman segar. Sesekali terdengar tawa menggelegar yang bersumber dari sekumpulan manusia di sana. Dan entah sadar atau tidak, tapi hawanya bertambah panas karena kebisingan yang tercipta.
Mungkin akan lebih panas lagi apabila Nelly mengomel karena tidak kebagian tempat duduk. Tapi kebetulan sekali, sesampainya di cafetaria ada 4 orang yang beranjak pergi-- mengosongkan ruang. Jadilah Elzi dan Nelly bisa mengambil alih.
"Lo mau pesen apa?" tanya Nelly.
"Minum aja deh, lemonade."
Nelly merotasikan obsidian kembarnya. Hampir saja ia melemparkan sendal ber-tai-nya kepada Elzi. "Lo niat banget mati apa gimana? Gue tau dari pagi perut lo belum di isi apa-apa ya! Makan!" galak Nelly.
Elzi berdecak. "Gue lagi nggak nafsu makan. Udah lo aja yang makan. Lagian gue nggak bakalan mati kalo nggak makan siang."
Nelly adalah salah satu dari penghuni bumi yang memiliki sumbu pendek. Kesabarannya amat sangat tipis. Senggol bacok. Oleh karena itu, ia bersyukur akan kehadiran Putra di sana. Dimana pemuda itu menyelamatkan Elzi dari amukan Nelly. Putra meletakkan dua paket ayam komplit di meja. Tanpa basa-basi, dia duduk di hadapan Elzi,
"Makan!" perintahnya. Tidak ada intonasi tinggi memang, namun dalam komando tenangnya tampak jelas bahwa dia enggan menerima bantahan.
Putra mendorong salah satu piring ke depan Nelly. "Nih lo juga makan!" titahnya dengan nada yang sedikit berbeda dari sebelumnya.
"Ikhlas nggak nih?" tanya Nelly, memastikan bahwa tidak ada udang dibalik bakwan. Bagaimanapun Nelly ingat bahwa Putra adalah salah satu spesies makhluk menyebalkan.
"Tergantung lo keselek apa enggaknya. Kalo keselek ya berarti gue nggak ikhlas," santai Putra.
Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, Nelly itu salah satu spesies bersumbu pendek. Dimana dia mudah tersulut emosi apalagi jika berhadapan dengan spesies membagongkan semacam Putra. Dan lagi-lagi, untuk ke tiga kalinya di hari ini, Nelly berniat untuk memukulkan sendal ber-cap tai ayamnya ke pantat Putra. Tapi hanya berujung niat saja, karena dipikir-pikir ayam bakar pemberian Putra menggiurkan juga.
Netra Putra beralih kepada gadisnya. "Kenapa diliatin doang? Mau makan yang lain?" tanya Putra.
Elzi menggeleng. Tatapannya tidak kosong, dia justru nampak fokus melihat Putra. Dia sebenarnya ingin bertanya perihal gadis tadi. Tapi, sepertinya nanti saja setelah makan.
"Mau disuapin?" tawar Putra.
"Uhukk uhukk!" Nelly tersedak.
Mungkin di beberapa adegan seperti ini, seseorang akan segera memberikan minuman guna memberikan pertolongan pertama. Tapi nyatanya, yang di alami Nelly sedikit berbeda. Dimana kedua pasangan itu hanya melihatnya saja, seolah-olah apa yang tengah di alami Nelly adalah hal langka dan patut di tonton dengan durasi lama. Sialan sekali mereka!
Putra mengerutkan keningnya. "Gue ikhlas padahal. Kok, lo keselek?" bingung Putra. "Belum doa kan lo?!" tuduhnya setelah beberapa detik terdiam.
Kalimat Putra hampir saja membuat Nelly menyemburkan air mineral dari dalam mulutnya. Putra itu definisi makin gede makin ngeselin. Persis bocah-bocah komplek di rumah Nelly yang nauzubillah pecicilannya. Belum lagi mulutnya yang super-duper menjengkelkan. Kalo kata Zikri si, ngomongnya asal crot!
Eh, ngomong-ngomong tentang Zikri, sedang apa ya pemuda itu sekarang?
"Dih, kangen lo sama pengemudi ufo?" tanya Putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Nestapa [Selesai]✓
Jugendliteratur𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐍𝐀𝐓𝐀 : 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐮, 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐫𝐞𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮. (Boleh dibaca terpisah tanpa membaca Nata terlebih dahulu) Hari-hari suram terus berlalu. Bayang-bayang masa lalu masih melek...