27# Sebuah Orbit Untuk Pusatnya

2.4K 409 72
                                    

Jangan lupa vote dan komen:D

Follow juga👇

Instagram @nadpilatte__
                   @aksaralatte

Tik tok @hpilatte1

.
.
.

Happy Reading!!!

•••©©©•••

Semula, dingin nampak begitu asing, tak berdaya untuk mengepung dua jiwa yang didekap kehangatan lewat tatap. Tapi entah bagaimana, dingin perlahan merayap, mengepung Putra dari berbagai sudut hingga akhirnya gigil pun menjumpai jiwa yang perlahan hampa.

Kenapa? Sejak kapan dan... bagaimana? Hanya itu tanya yang meramaikan isi kepalanya.

Sampai pada akhirnya, laju mobilnya mulai melamban, mengiringi memori singkat yang melaju mundur. Menit yang lalu, kehangatan ia rasakan begitu pekat. Tapi kini, dingin yang akhirnya membabi buta dengan begitu hebat. Dan agaknya, Putra tau jawab dari tanya pada benak.

Kehangatan itu direnggut habis oleh Elzi. Ya, begitu gadis itu keluar dari mobilnya, hampa pun menginvasi, mengisi kekosongan yang pada akhirnya menumbuhkan semu. Atau mungkin... inikah yang dinamakan rindu? Ah, yang benar saja, mereka baru saja berjumpa, apa tidak keterlaluan jika rindu itu ada dan mengolok malamnya?

Tapi bukankah memang begitu? Upacara penyambut rindu ialah sebuah perjumpaan. Alih-alih mengobati rindu, berjumpa justru semakin memupuk kerinduan. Tidak tau diri.

Laju kendaraan masih memadati kota. Debu-debu pun kian berterbangan, menari-nari bersama melodi angin. Lalu nyaringnya klakson yang bertempur meriah masih betah untuk meramaikan malam gulita. Maka dengan hal itu, Putra turut menemani laju semesta untuk kemudian ia kerahkan kerinduan pada pujaan hatinya. Ia membanting stir mobilnya dalam sekali sentakan, kemudian laju mobil ia percepat, membelah jalanan Ibu Kota.

Dulu, pernah terbesit dalam benak Putra untuk melepas Elzi. Ya, Putra pernah memikirkan hal itu. Ia putus asa. Dimana hatinya terombang ambing bersama tulus dan lara. Dimana kerasnya hati Elzi masih sangat tangguh untuk menjadi lembut-- balas yang membahagiakan Putra. Tapi begitu senyum itu tertangkap lensa, dan mata itu menyorot hangat padanya, maka yang Putra kenali hanyalah sebuah sabar dan penantian.

Jika dulu membicarakan ketakutan terbesar Putra adalah kehilangan Elzi, maka kini berbeda jawabnya. Putra takut tak bisa melihat senyum dan mata indah itu. Putra tidak akan sanggup.

Apabila genggaman itu terlepas, Putra akan tetap berdiri pada garis dimana ia dapat melihat senyum dan mata indah milik gadis di ujung sana. Layaknya sebuah planet dan milyaran benda-benda langit di angkasa. Ia akan tetap berputar pada orbitnya, mengitari sang matahari selaku pusat dari tata surya. Sebab jika matahari itu adalah Elzi, maka Putra adalah salah satu bagian dari benda-benda langit yang mengitari matahari sesuai garis edarnya.

Ya, begitulah yang akan Putra lakukan. Tanpa menggenggam. Tanpa pelukan. Tanpa ikatan. Asalkan ia masih bisa melihat gadis itu.

Dan detik ini, pemikirannya tak bisa berkelana lebih jauh lagi. Sebab waktu kembali terasa melamban, terkalahkan ritme jantung di dalam rongga dadanya. Begitu pintu terbuka, wajah yang rindukan pun terpampang nyata di hadapan.

"Hai!" sapa Putra dengan senyuman lebar. Dimana hal itu langsung menyisakan raut bingung dari wajah Elzi.

"Kamu? Ngapain? Ada yang ketinggalan kah?"

Skema Nestapa [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang