Limeren atau Limerence adalah keadaan dimana seseorang tergila-gila pada orang lain. Seseorang yang tergila-gila dengan media potensial limerent (orang yang disukai) akan mengalami perubahan suasana hati, perasaan suka cita dan frustrasi yang intens.
Tak menutup kemungkinan juga ketika seseorang mengalami puncak kesengsaraan saat jatuh cinta maka akan timbul obsesi dan juga fantasi.
Fantasi yang dimaksud di sini bukanlah fantasi lemah-- fantasi khas dari pelukan atau gairah yang berapi-api. Sebagian besar fantasi yang dialami adalah menyelamatkan diri dari situasi berbahaya atau pernyataan cinta pada saat-saat sekarat. Fantasi ini akan lebih mencari rasa terima kasih atas keberadaan cinta alih-alih dengan ketertarikan fisik yang menyesatkan.
Mencintai dengan bersih.
Namun ada juga pernyataan yang mengatakan bahwa Limerence adalah bentuk obsesi gila yang mungkin tampak seperti cinta yang mendalam, tetapi sebenarnya itu mungkin tipuan cinta terburuk. Seseorang mungkin berpikir itu adalah kegilaan yang dimiliki, tetapi lambat laun keterbatasan dapat mengubah hidup menjadi rollercoaster kesengsaraan dan kebahagiaan.
Tergila-gila? Cinta yang mendalam? Tipuan cinta terburuk? Entahlah. Putra tidak peduli dengan semua kata-kata itu. Yang Putra tau adalah ketakutannya untuk melepaskan Elzi. Ketakutan terbesarnya, tidak mampu lagi menatap mata Elzi. Ya, sepenting itulah eksistensi Elzi di hidupnya.
Seringkali, Putra merasa bahwa bukan Elzi yang membutuhkan dirinya melainkan dirinyalah yang membutuhkan Elzi. Layaknya oksigen yang mengisi ruang paru-paru, layaknya resapan air di tanah yang diam-diam menyuburkan pepohonan, dan layaknya api unggun yang berkobar memberi kehangatan di dinginannya malam.
Eksistensi Elzi adalah kehidupan untuk Putra.
Putra ingin selalu mendekap duka Elzi, Putra ingin ikut berperan dalam menyembuhkan luka hatinya, dia tidak mau membiarkan Elzi tertatih sendirian. Putra ingin selalu mengiringi langkah Elzi walaupun dia tau langkahnya akan terseok-seok bahkan terjerembab beberapa kali ke lubang yang sama.
Tergila-gila mungkin iya. Cinta yang mendalam? Ayolah, tidak ada pembelaan apa pun kepada pernyataan ini. Tapi, untuk tipuan cinta terburuk? Putra menolak keras. Dia tidak menyetujuinya. Karena baginya, Elzi adalah bentuk cinta yang tidak bisa di jabarkan secara mendetail. Cinta yang dirasakannya terlalu sederhana namun penuh kesempurnaan. Terkemas apik dan tak bisa dibuka oleh sembarang tangan. Ya, sejatuh itulah Putra kepada Elzi. Jatuh sejatuh-jatuhnya. Kalian boleh menyebutnya dungu, tolol atau mungkin gila, silakan. Putra mengijinkan.
Sudah Putra katakan sebelumnya kan? Ketakutan terbesarnya adalah kehilangan gadisnya, Elzi. Jadi, untuk segenap persepsi dan segala macam cemoohan sialan itu, Putra menyebutnya dengan, persetan.
Angin masih berderap, mencuri-curi kesempatan untuk membelai anak rambut Elzi. Celakanya, Putra pun cemburu kepada angin yang berembus, menyentuh lembut pahatan wajah Elzi. Ujung rambutnya melambai-lambai, menambah seri cantik walaupun matanya sedang terpejam rapat.
Untuk kali ini, tidak ada kata selesai. Perdebatan benar-benar disudahi oleh dua kalimat dari Putra. Elzi memilih menyudahi, mengalah kepada keadaan dengan seonggok sesak. Walau setelahnya, dia beranjak pergi, menyendiri di balkon rumah Putra. Menenangkan segenap bising yang nyaris membawa gila.
Putra pun sama. Geming menjadi pilihannya. Membiarkan ramainya isi kepala berkobar di keheningan malam. Gejolak takutnya ia biarkan terseret partikel oksigen yang mengudara. Pekat sekali, takutnya dan sesaknya. Hingga dirasa cukup untuk ketenangan hati, tidurnya Elzi lah yang kemudian dirinya temukan. Gadis itu tertidur di balkon, dengan memeluk lututnya erat. Ada jejak air mata yang dapat Putra lihat sebagai serpihan-serpihan luka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Nestapa [Selesai]✓
Ficção Adolescente𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐍𝐀𝐓𝐀 : 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐮, 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐫𝐞𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮. (Boleh dibaca terpisah tanpa membaca Nata terlebih dahulu) Hari-hari suram terus berlalu. Bayang-bayang masa lalu masih melek...