SAMBIL DENGERIN LAGU, "KASIH TAK SAMPAI - PADI" DONG🥺👉👈
HAPPY READING!
*-*-*-*-*
Pernahkah kalian mendengar kalimat seperti ini sebelumnya?
Dinding rumah sakit lebih banyak mendengar doa-doa tulus di banding rumah ibadah lainnya.
Dan benar adanya seperti itu. Di sepanjang lorong rumah sakit, yang ditemui hanyalah wajah orang-orang yang tengah kacau dan berulang kali merapalkan doa. Mereka menangis dengan segenggam harapan yang dibungkus dalam tiap doa tulusnya.
Elzi dan Putra sudah dalam penanganan medis. Berada di satu ruangan dengan penyekat di tengah-tengahnya. Beradu kekuatan, siapa yang bisa bertahan. Walau siapapun menginginkan, mereka akan baik-baik saja. Harus baik-baik saja. Harus.
Jerit tangisan terus terdengar. Melepas segala sesak dan putus asa yang kian merajalela. Sebab, takdir kembali menampakkan wujudnya. Realita itu hadir, memberi kejutan untuk kesekian kalinya. Semua berubah dalam sekali kedipan mata.
Citra menepuk dadanya, berharap sakit itu luruh. Bersama satu note yang anak perempuannya itu tulis. Citra... ketakutan bukan main. Dan Citra berharap, semua ini hanya mimpi belaka. Dia mau bangun untuk semua omong kosong ini.
***
Di sana, di ruangan yang dipenuhi peluh keringat para tenaga medis, perawakan itu terbaring lemah. Nafas lemahnya mendengung jelas di telinga, terekam sebagai bukti daripada sekarat yang menyakitkan. Namun siapa sangka, sekarat itu terasa palsu setelah dirinya menemukan tubuh di seberang sana sangat tidak berdaya. Penyekat itu di buka, menampakan perawakan gadis yang bersimbah darah. Satu-satunya yang dapat Putra lakukan hanyalah meneteskan air mata. Hanya air mata, sebab raganya pun tidak bisa ia gerakan. Tubuhnya sakit bukan main.
Hingga detik berikutnya, bunyi nyaring dari mesin EKG memenuhi ruangan di sana. Dan satu-satunya yang dapat Putra lihat dengan gerakan lambat adalah dimana para tenaga medis memberikan kejut jantung untuk gadisnya. Putra tak mampu melakukan apa-apa selain menitihkan air mata. Sampai perlahan, dengan sangat susah payah bibirnya bergumam pelan,
"J-jangan pergi. A-aku harus gimana t-tanpa kamu?"
Bersamaan dengan hangat yang mengaliri pipi, Putra melihat jelas dimana tangis itu pun hadir dari mata yang terpejam. Elzi menitihkan air matanya.
"S-sakit ya? Sayang, kamu k-kesakitan ya? Ini nyiksa kamu?" Putra sudah tak mampu berucap. Batinnya lah yang akhirnya bersuara dalam duka.
"T-tapi kalo kamu pergi, aku gimana?"
Tuhan. Putra benar-benar tidak tau harus merapalkan doa yang seperti apa. Semua terlalu samar. Doa-doa itu telah mengudara ke langit, bersama tulus dan segenggam duka. Namun rasanya semesta tak akan memihaknya kali ini. Dimana mereka semua, melebur bersama perih. Lagi dan lagi. Perasaan itu hadir. Perasaan hancur yang tak mampu dilepaskan lewat suara. Semuanya kelabu.
Hingga satu-satunya yang Putra dengar sebelum semuanya gelap adalah bunyi panjang dari mesin EKG.
Tuhan... inilah jawaban untuk doanya?
***Dua raga itu dibawa keluar ruangan. Menyambut jerit histeris. Dimana wajah salah satu dari mereka sudah tertutup oleh kain. Sedangkan yang satunya, masih berjuang bersama tabung oksigen.
"Elzi! Ini bunda, sayanggg. Bangun, jangan tinggalin Bunda. Bunda sama siapa, Nak, setelah ini?" Citra histeris, memeluk raga ringkih di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Nestapa [Selesai]✓
Teen Fiction𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐍𝐀𝐓𝐀 : 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐮, 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐫𝐞𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮. (Boleh dibaca terpisah tanpa membaca Nata terlebih dahulu) Hari-hari suram terus berlalu. Bayang-bayang masa lalu masih melek...