13# Layaknya Penghujan Menuju Kemarau

2.7K 409 2
                                    

Bebas. Dimana seseorang lepas dari ikatan atau tidak terikat lagi. Tidak terhalang, tidak terganggu dan tidak ada kekangan. Sedangkan lepas-- dimana seseorang dapat bergerak sesuai kehendaknya.

Agaknya, itu terapkan di dalam perasaan. Walau ada pemaksaan di dalamnya-- memaksa untuk bebas dan lepas. Ya, Putra menerapkan itu sekarang. Untuk hari ini saja, dia ingin beristirahat. Menenangkan segenap hal yang membuatnya lelah.

Putra ingin membebaskan dan melepaskan perasaannya.

Putra memang tidak berlari, tapi dia merasa kelelahan. Sebahaya itulah isi kepala-- dapat membunuh perlahan. Layaknya pembunuh handal yang membunuh tanpa menyentuh. Tidak ada pergerakan namun menewaskan.

Hari ini, dia tidak ada kelas. Sangat mendukung dirinya untuk berdiam diri dan melepas penat. Semalam, Putra benar-benar menghubungi Leo. Ternyata dibelakang tulisan itu, Leo menuliskan nomor handphonenya. Dan pukul 23.14 WIB mereka benar-benar bertemu.

Agaknya tenangnya Putra tak berlaku kala melihat wajah Leo. Dimana dia langsung menghajar Leo habis-habisan di tempatnya. Sedangkan Leo, dia tidak membalas sama sekali. Membiarkan dirinya hancur begitu saja oleh Putra. Dia bersedia, bahkan untuk mati sekalipun.

Leo ingin membayar semuanya.

Tepat bayangan tubuh kaku Nata merayap di kepalanya, Putra menghentikan aksinya. Tangannya dingin, tubuhnya penuh peluh keringat dan nafasnya tersenggal-senggal. Emosinya menguar di senyapnya malam, lama minta dilepaskan hingga akhirnya ia menemukan pelampiasan.

Selama itulah Putra memendam amarahnya. Hingga akhirnya meledak malam itu juga. Sehandal-handalnya seseorang mengontrol diri, ada waktunya juga mereka kelelahan dan kehilangan kendali. Persis seperti selang air yang perlahan-lahan mengisi ember kosong. Air yang melaju terus menerus pasti akan memenuhi ember tersebut. Hingga tiba dimana air pasti tumpah ruah kala ember kosong itu penuh-- tidak sanggup lagi menampung air. Dan benar, pada akhirnya hanya Leo saja yang tau mengenai kegelapan di mata Putra. Hanya dia yang mengerti, seberapa besarnya kebencian dan amarah di dalam diri Putra.

Karena mereka yang dekat, hanya mampu melihat ketenangan. Layaknya air danau yang tenang-- tak beriak.

Tapi Leo, dia melihat api yang menyala-nyala. Seakan malam itu, Leo telah diperlihatkan neraka dari sepasang obsidian elang milik Arsen Putra Atmaja. Dari situlah Leo mengerti, bahwa semuanya tidak baik-baik saja.

Ya, tidak baik-baik saja. Bahkan bersama dialognya malam itu, dia sudah menjadi orang paling hina. Semua yang keluar dari mulutnya semakin membunuh Putra. Menambah tumpukan sesak di hati Putra. Sebab, bukan hanya setelan hitamnya saja yang membawa kegelapan, tapi rangkaian kata-kata Leo pun turut menyelimuti Putra dengan kabut hitam yang pekat.

Putra meraup wajahnya dengan kasar. Menjambak rambut kepalanya sendiri, berharap tarikannya turut melepas kebisingan di dalamnya.

Ternyata, semuanya memang belum selesai. Bahkan semakin rumit seperti apa yang dikatakan Leo semalam.

"Dia bakalan dateng. Sesuai apa yang Kris bilang sebelum gue nemuin dia gantung diri di tempat rehabilitasi pagi tadi. Kris, dia pulang tanpa ngasih gue kejelasan."

Dia datang? Siapa? Dan apa saja yang akan dia perbuat? Shit! Putra harus mencari tau dan menyelesaikan semuanya. Sesegera mungkin. Sebelum semuanya semakin pelik dan rumit.

Ketukan pada pintu rumahnya menyadarkan Putra. Sempat ia membawa syukur itu ke dalam hatinya, tapi lenyap karena justru kehadiran dia yang semakin mengacaukan dirinya.

Abelia.

Tanpa menyambut dengan sepenggal sapaan, Putra menutup pintunya. Abelia yang bebal pun langsung menahan pintu itu. "Sen, sebentar aja! Janji!" pintanya.

Skema Nestapa [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang