Pagi ini Elzi berangkat 30 menit lebih awal dari jam kelasnya. Sebagai mahasiswa, tentu saja Elzi harus lebih disiplin perkara waktu dan tanggung jawab dengan tugas-tugasnya. Walaupun ia harus cek-cok terlebih dahulu dengan Nelly- sahabatnya.
Mereka kini berjalan beriringan. Hari ini mereka sama-sama ada kelas pagi. Keduanya telah memasuki semester empat. Elzi dengan jurusan Psikologi sedangkan Nelly dengan jurusan Sastra Indonesia. Kalo kata Nelly si, kayaknya dilihat dari kemampuan berpikir dan mental yupi gue, gue harus pilih jurusan Sastra Indonesia yang keliatan gampang.
Dan sekarang rasa-rasanya Nelly ingin menyumpal mulutnya yang dulu. Kalo kata Nelly sekarang, gampang memang, gampang menewaskan.
"Gue heran sama lo, kenapa masih mau aja berangkat bareng gue sedangkan lo punya pacar, si Putra." Nelly memulai argumennya.
"Dia kelas siang," jawab Elzi seadanya.
Bola mata Nelly menyipit. "Tapi, gue lebih heran lagi kenapa lo mau bonceng motor butut gue?"
"Diriku masih inget lho ya, El, gimana kejamnya dirimu dahulu yang sering mencaci maki motor bututku tercinta," ucap Nelly lebay.
Jika diulik lebih dalam lagi, Nelly memang sebucin itu dengan motor bututnya. Pernah ketika itu ia dibelikan motor baru oleh Ayahnya, alih-alih bahagia ia malah menangis meraung-raung dengan berkata, kenapa nggak kasih Nelly mentahan duitnya aja, si?! Kan lumayan, Yah, buat beli roda barunya si butut yang kemarin copot sampe ngegelinding ndobrak kamar tetangga. Kalo gini caranya kan mubazir duitnya buat beli motor baru, Ayahhh!
Nggak! Ini nggak adil buat motor Nelly. Nelly nggak terima kalo motor Nelly di duakan! Poligami namanya!
Ya, suka-suka Nelly aja lah! Capek. Bapak, Emaknya juga capek. Semua capek pokoknya. Semerdekanya Nelly aja. Udah. Damai.
Elzi merotasikan bola matanya. "Kalo nggak ikhlas bilang."
Nelly mengangguk-anggukan kepalanya. "Hm, dikit ikhlasnya."
Elzi melayangkan tangannya, seolah-olah hendak menampar pipi Nelly. Sedangkan, Nelly langsung memberikan cengiran konyolnya.
"Bercanda, El."
"Ck, nggak mood bercanda gue."
Giliran Nelly yang berdecak. "Lempeng amat hidup lo, El. Busettt dah."
"Lo yang kebanyakan bercanda. Inget, lo udah kuliah, banyakin seriusnya kurangin main-mainnya. Cekakak- cekikikan mulu lo. Punya pacar juga enggak!" sarkas Elzi.
Spontan Nelly mengusap-usap dadanya. "Busettt, itu mulut apa pisau dapur, tajem amat! Nusuknya jleb banget sampe ke jigong-jigong. Gue jadi bingung ini kudu terenyuh apa terkenyut."
"Terjengkang!" celetuk Elzi.
Bibir Nelly membentuk cengiran lebar. "Mau-mau aja si terjengkang asal ada yang nangkep, hehe."
Elzi memilih diam. Enggan merespon candaan Nelly.
"Ck, iya-iyaaa Ibuk Elzi. Wejangan lo gue simpen nih di dalam hati. Kapan-kapan gue pake. Lagian dilihat dari wajah pucet lo gue jadi kagak minat buat menjalankan wejangan dari lo."
"Ketebak banget si ini lo begadang mulu. Ngambis pasti."
Elzi mendengus. Ada-ada saja memang alasan dari Nelly. Toh, akhir-akhir ini ia begadang bukan hanya karena tugas atau karena mengejar deadline. Hanya saja... dirinya masih kesulitan untuk memejamkan mata dengan tenang.
Hingga akhirnya percakapan pun terputus di sini. Tak ada lagi yang membuka percakapan. Sebelum akhirnya Nelly melihat sosok bertubuh jangkung yang nampak familiar.
Ditepuknya pundak Elzi dengan heboh, "lah-lah? Itu Putra 'kan?"
Elzi mengikuti arah pandang Nelly. Benar saja, Putra berada di ujung koridor. Ia tengah berjalan menghampirinya.
"Tadi kata lo dia kelas siang?" tanya Nelly.
"Kayaknya," jawab Elzi.
Spontan Nelly menganga lebar. "Lo mah kebiasaan! Dia cowok lo bego. Kabur-kaburan mulu lo!"
Elzi menginjak kaki Nelly begitu Putra sudah semakin mengikis jarak. Hingga tibalah perawakan tingginya di hadapan Elzi. Keduanya sama-sama merekahkan senyuman. Sedangkan Nelly melambai-lambai seraya memberikan cengiran konyol.
"Eh! Gue cabut duluan ya, El?" pamit Nelly yang langsung melenggang pergi. Agaknya Nelly cukup peka dengan keadaan.
Seusai kepergian Nelly, kini yang tersisa hanya sepasang kekasih itu.
"Udah sarapan?" tanya Putra.
Alih-alih bertanya alasannya tak membalas pesannya dari kemarin. Atau menanyakan kenapa ia tak mengabarinya akan berangkat dengan Nelly, Putra justru menanyakan hal tersebut. Mungkin, Putra sudah terbiasa.
Elzi mengangguk. "Lo? Udah sarapan?"
"Udah kok."
Putra melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Nanti kalo kamu masih nggak nyaman buka chat aku, boleh minta tolong Kak Nelly buat buka pesan dari aku? Seenggaknya aku bisa tau kabar kamu dari dia."
Seketika hati Elzi mencelos. Seakan ada gelenyar aneh yang menyumbat oksigen di rongga pernapasannya. "B-biar g-gue sendiri yang nanti bales pesan dari lo."
Putra memberikan senyuman hangatnya. "Kamu masih belum mood buka medsos ataupun pesan-pesan dari orang lain. Jadi, jangan dipaksain."
"Ya udah, sana masuk kelas. Bentar lagi kelas dimulai," lanjut Putra.
Elzi tersenyum canggung sebelum akhirnya mengangguk. Dan sebelum Elzi benar-benar berlalu, Putra menghentikannya dengan menggenggam lembut jemari Elzi.
"Ada yang ketinggalan," ucap Putra.
Alis Elzi mengkerut, "apa?"
"Kamu cantik hari ini. Semangat belajar cantiknya Putra."
*****//•\\*****
To be continueJangan lupa vote, komen & share ya:D
Tertanda,
hotkopilatte_Minggu, 23 Mei 2021
See you❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Nestapa [Selesai]✓
Fiksi Remaja𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐍𝐀𝐓𝐀 : 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐮, 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐫𝐞𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮. (Boleh dibaca terpisah tanpa membaca Nata terlebih dahulu) Hari-hari suram terus berlalu. Bayang-bayang masa lalu masih melek...