Kris Adelard. Nama itulah yang kini terpampang di batu nisan. Gundukan tanahnya masih basah. Kelopak-kelopak bunga pun tampak bertaburan di atasnya, seakan hanya mereka lah yang tersisa untuk menemani kesunyian Kris yang sudah menyatu bersama tanah. Dia pulang, meninggalkan tanda tanya besar.
Putra melihat gundukan tanah itu penuh ketenangan. Ia menunduk dalam-dalam, melantunkan rapalan-rapalan doa untuk pemuda di bawah sana. Berharap secarik doa-doa tersebut bisa menjadi bagian temannya.
Dulu saat ia menewaskan Nata, usianya baru 17 tahun. Semuda itu untuk sebuah tindakan yang sangat keji. Tapi, dia tidak mendekam dipenjara, melainkan di tempat rehabilitasi. Karena ternyata kejiwaan Kris sedikit terganggu.
Setiap dirinya ditanya motif melakukan itu, maka jawabannya selalu. "Itu bayaran untuk kesengsaraan."
Fakta mengejutkannya, kala itu Leo tidak memberikan pistol kepada Kris, melainkan memberikannya kepada Adnan-- salah satu inti dari geng motor yang ia pimpin. Tapi entah bagaimana, Kris memiliki senjata ilegal tersebut dan itu pun tanpa sepengetahuan yang lainnya. Ketika itu, Kris adalah anggota baru. Dia datang untuk menjadi bagian dari Mars. Sialnya, Leo tidak menyadari gerak-gerik yang aneh dari Kris, dalam artian perilaku yang ditunjukan Kris saat itu normal-normal saja. Dan kebersamaan singkatnya bersama Kris, membuat anggota Mars tidak tau menahu tentang asal-usul pemuda itu.
Lalu sekarang, keadaan pun bertambah runyam. Kris memutuskan pergi, membiarkan benang-benang tanya terjulur begitu saja. Dia gantung diri. Dan belum ada yang tau mengenai kabar meninggalnya Kris-- termasuk anak Rasi. Entah mengapa, Putra belum mau membeberkan hal ini kepada yang lain. Ada sebagian dalam dirinya yang menolak, sebab yang Putra teliti sejauh ini-- hidup Kris menyimpan ribuan luka dan memiliki banyak kegelapan di dalamnya. Dia memang pelaku, bahkan tindakannya tidak bisa ditoleransi, tapi dari sudut pandang Putra, ia merasa Kris juga korban.
Putra mendongak, menatap langit sore yang mulai meredup. "Bayaran untuk kesengsaraan. Apa yang dimaksud Kris sebenarnya?" tanyanya dalam hati.
Jadikan hal-hal sederhana sebagai alasan untuk bertahan. Sekecil apa pun itu. Hidup memang tidak ada yang sempurna. Tapi mati tidak pernah menjadi pilihan untuk menyempurnakan hidup.
Sempat beberapa kali, Putra menemui Kris di tempat rehabilitasi. Tapi, dia tidak pernah mau membuka suaranya kepada Putra. Dia hanya diam. Pandangannya kosong dengan sorot kegelapan yang melekat kental. Mengingat kehidupan Kris yang masih putih abu serta kematiannya yang sangat mendadak, Putra jadi bertanya-tanya, sempatkah Kris memiliki harapan kecil untuk melanjutkan hidup? Adakah alasan sederhana yang sempat Kris genggam bulat-bulat? Atau setidaknya bertahan untuk dia yang akan datang.
Putra memijit pangkal hidungnya, sebenarnya ada apa dengan hidup Kris? Kenapa dia sampai terjatuh dikegelapan sampai sedalam ini. Dan semenyengsarakan apa kehidupan yang telah ia tapaki selama belasan tahun ini?
Laksana lebatnya hujan yang memenuhi ladang, lalu dengan sekali kedipan mata genangannya tumpah ruah menyisakan aliran deras yang berbahaya, begitulah riuhnya isi kepala Putra saat ini. Kekacauan itu membawanya tenggelam ke dasar air keruh, lalu sekali sentakan air dasar itu membawa tubuh Putra melayang bebas dan terseret derasnya aliran air bergulung dengan kecepatan penuh.
Lebih dari dirinya, Putra tau bahwa arusnya dapat membunuh sewaktu-waktu. Arus yang hanya dirinya sendiri yang merasakannya-- sejauh ini.
Putra ingin titik terang.
***
Bola mata Elzi mencuri pandang pada sekumpulan burung yang melintas. Dimana mereka terbang bebas, menghindari senja yang sebentar lagi memasuki gilirannya. Sore ini, Elzi memilih berjalan di sepanjang jalan setapak bersama Lily-- kucingnya. Layaknya arti papan atas, Elzi dan Lily mendapatkan sambutan dari deretan lampu jalanan yang menyala satu persatu. Menjadikan bias cahaya yang memanjang menyorot tajam pada kuncup-kuncup bunga di tepian setapak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Nestapa [Selesai]✓
Teen Fiction𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐍𝐀𝐓𝐀 : 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐮, 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐫𝐞𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮. (Boleh dibaca terpisah tanpa membaca Nata terlebih dahulu) Hari-hari suram terus berlalu. Bayang-bayang masa lalu masih melek...