Sekitar lima belas menit yang lalu, Putra sudah selesai dengan kelasnya. Kakinya kini masih berpijak di area parkiran kampus. Ia duduk di atas motornya sembari berkutat dengan handphone yang terus bergetar. Notifikasi silih berganti masuk ke ponselnya, namun apa pentingnya semua itu jika yang diharapkan tidak ada di salah satu urutan notifikasi pesan-pesan masuk tersebut.
Hingga akhirnya, ia membuka roomchat dengan Nelly kala gadis itu membalas pesannya.
Okee, Elzi pulang sama gue. Entar gue kabarin kalo udah sampe.
Putra tersenyum tipis. Seusai itu, ia membalasnya dengan ucapan terima kasih. Baru saja ia memasukan ponselnya di saku jaket, ponselnya kembali bergetar.
Lagi-lagi pesan dari Nelly,
Eh eh, gue lupa! Gue udah di rumah! Ya ampun lupa gue! Serius lupa, tau-tau kedip udah di rumah aja, mejik pisan ini mah!! Sana pulang sama Elzi, masih di kampus kan? Iya masih. Oke bye!
Alis Putra mengerut heran. Sejujurnya Putra ingin terheran-heran tapi gimana ya? Masalahnya ini Nelly. Udah biasa. Susah dinalar.
Putra akhirnya tak membalas pesan dari Nelly. Ia lebih memilih menyusuri koridor— mencari keberadaan Elzi. Putra tau, gadis itu pasti sudah keluar dari kelasnya. Jadi, kakinya terus melaju ke arah perpustakaan. Elzi sering menyendiri di perpustakaan dan Putra sering mengawasi gadis itu diam-diam dari kejauhan.
Perpustakaan siang ini cukup ramai. Lebih tepatnya dipadati para mahasiswa tingkat akhir. Para kumpulan manusia yang tampak letih dan lesu. Dan Putra yakin, batin dan mental mereka kini tengah diremas-remas oleh segudang tugas dan skripsi.
Bola mata Putra meneliti tiap penjuru perpustakaan. Hingga sampailah arah pandangnya pada objek yang dicari. Awalnya Putra hanya ingin melihat Elzi dari kejauhan, dia tidak mau mengganggu Elzi dan kegiatannya. Tapi, niatnya urung kala segerombolan lelaki tampak asik mengambil foto Elzi secara diam-diam.
Tidak bisa dibiarkan.
Putra berjalan, kemudian ia mengetuk meja yang ditempati Elzi tiga kali.
"Permisi, cantik."
Dapat dilihat dari raut wajahnya bahwa Elzi terkejut dengan kehadiran Putra. Namun, secepat mungkin ia menerbitkan senyumnya.
"Hai!" sapa Elzi.
Putra mengambil duduk di depan Elzi. Menutupi gadis itu dari gerombolan lelaki yang sempat memotret Elzi. Sejenak, Putra memalingkan wajahnya ke samping kanan guna melihat orang-orang tersebut lewat ekor matanya. Agaknya mereka kecewa. Putra mendengus lalu tersenyum smirk. Syukurin!
"Nelly katanya udah pulang, jadi aku ke sini ngecek kamu."
Elzi mengangguk seraya tersenyum. "Bentar ya? Gue mau ambil beberapa buku lagi."
"Nggak usah buru-buru. Aku nungguin kamu, kok." Jawab Putra.
Seusai Elzi pergi menuju rak-rak yang menjulang tinggi. Putra melirik ke meja belakangnya dengan tatapan sinis. Lagi-lagi ia melihat salah satu dari mereka membuka kamera ponsel dan diarahkan kepada Elzi. Dilihat dari tawa ke empat lelaki di sana, sepertinya mereka tengah menikmati kegiatan pemotretannya.
Putra mengusap hidungnya sebentar sebelum akhirnya mendengus kesal. Ia bangkit, sejenak ia membersihkan jaket kulitnya yang lusuh.
Hingga akhirnya tangan Putra meraih ponsel milik pemuda tersebut. Ke empatnya terkejut dengan perlakuan Putra. Sedangkan Putra tampak santai menggulir tiap feed foto di ponsel bajingan itu.
"Maksud lo apa?! Balikin handphone gue, bangsat!" pemilik ponsel itu tak terima.
"Selow dulu napa, Bang? Gue cuma mau ngehapusin foto cewek gue di hp lo." Putra berujar dengan santai.
Pemilik ponsel itu berdiri, hendak merebut paksa ponselnya. Namun, dengan cekatan Putra menjauhkannya.
"Bangsat! Nggak sopan banget lo ngambil hp orang tanpa izin!" marahnya.
Mendengar itu, Putra pun hampir tertawa ditempatnya. "Lah? Lu sopan nggak ngambil foto orang tanpa izin?"
"Bukan urusan lo, bangsat!"
"Bangsat-bangsat mulu kosa kata lo, Bang. Perbanyak kosa kata lagi sono! Masih banyak kosa kata yang perlu dicicip. Misalnya, anjing, bajingan... brengsek." Putra menekan kalimat terakhirnya dengan wajah serius. Matanya menatap lurus dan penuh ketajaman.
"Lo ngebercandain gue?!"
Putra segera merubah raut wajahnya lagi. Menjauhkan mimik keseriusan dari tampang rupawannya. "Sorry, nih ya, Bang. Kalo mau ngajak bercandaan orang gue juga pilih-pilih kali, Bang. Yang lucu, misalnya anak kecil kalo nggak cewek gue sendiri. Bercanda sama lo mah nggak doyan. Bocah tua lu mah bukan bocah lucu."
Entah sejak kapan mereka menjadi pusat perhatian. Yang jelas, Putra baru mengetahuinya setelah banyak yang diam-diam menahan tawa karena kalimatnya. Dan tentu saja, lelaki bersumbu pendek itu semakin tersulut api amarah. Terlihat dari tangannya yang siap dilayangkan ke wajah Putra. Namun, belum sempat lelaki itu melayangkan bogemannya, Putra sudah menahan tangan tersebut.
Putra terkekeh seraya menahan tangan itu. Dimasukannya ponsel yang ia genggam ke dalam saku kemeja lelaki tersebut. "Kan gue dari awal udah bilang selow, Bang. Nggak usah pake urat apalagi otot. Lagian gue cuma mau ngehapus foto cewek gue doang. Udah dihapus ya berarti udah kelar."
"Lagian kalo gue suruh lu minta maap sama cewek gue, mana mau ya kan?"
Sebelum lelaki itu menyela, Putra terlebih dahulu menyambung kalimatnya,
"Maksudnya mana mau cewek gue salaman sama manusia minim akhlaq kayak lo."
"Babi!" desis lelaki itu.
Bugh!
Satu tinjuan berhasil mendarat di pipi kanan Putra. Alih-alih membalas dengan pukulan, Putra justru hanya terkekeh. Ia mengelap sudut bibirnya sebentar, kemudian dilanjutkan dengan menepuk-nepuk pundak lelaki tersebut.
"Selamat, Bang, barusan nemu kosa kata baru. Babi." Ujar Putra.
Reaksi Putra benar-benar di luar dugaannya. Putra sungguh berhasil memeras emosinya habis-habisan. Apalagi saat ia mendengar kalimat penutup dari Putra yang berkata,
"Kalo dipikir-pikir lagi, bangsat sama babi nggak ada bedanya. Sama-sama di diri lo semua." Putra tersenyum miring seraya menepuk pipi lelaki itu sebanyak tiga kali.
Dengan segera lelaki itu mencengkram kerah baju Putra, tangannya sudah siap memberikan bogeman mentah lagi kepada Putra. Namun, sebuah teriakan mengambil atensi penghuni perpus dan menggagalkan perkelahian.
"Tolong! Ada yang pingsan!"
Putra melihat ke belakang dan seketika pupil matanya membesar kala melihat Elzi yang sudah terkapar lemah.
"Shit!" umpat Putra.
Tanpa berpikir panjang Putra menghempaskan tangan lelaki itu dengan kasar dan segera berlari menghampiri Elzi.
*****//.\\*****To be continue
Jangan lupa vote, komen dan share ya:D
Tertanda,
hotkopilatte_Jumat, 28 Mei 2021
See you❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Nestapa [Selesai]✓
Roman pour Adolescents𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐍𝐀𝐓𝐀 : 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐮, 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐫𝐞𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮. (Boleh dibaca terpisah tanpa membaca Nata terlebih dahulu) Hari-hari suram terus berlalu. Bayang-bayang masa lalu masih melek...