Jangan lupa vote dan komen:D
Follow juga👇
Instagram @nadpilatte__
@tulisanilatteTik tok @hpilatte1
.
.
.Happy Reading!!!
•••©©©•••
"Kenapa? Kenapa kamu diem?" tanya Putra, dimana Elzi mulai merasa kosong pada dekapan di malam itu.
"Putra, aku cuma mau kamu ngerti kalo hidup itu emang penuh teka-teki, Put. Aku nggak mau kamu tersesat karena cinta kamu ke aku. Dan sekarang, kita baik-baik aja kan? Kita jalani aja apa yang ada sekarang, jangan terlalu banyak mengkhawatirkan hal-hal yang nggak pasti, atau kamu sendiri yang akan kalah sama isi kepalamu sendiri."
Kekehan itu terdengar, membuat bulu-bulu halus di tangan Elzi meremang. Hingga bersamaan dengan selesainya tawa kecil itu, Elzi mulai merasa kehilangan. Dekapan itu terlepas, membawa hampa yang menggerogoti dinding hati Elzi.
"Harusnya dari awal aku sadar. Kita nggak akan pernah bersisian di satu garis lurus yang menuju titik pusat. Karena sebelum memulai pun, aku sama kamu memang udah berdiri di dua persimpangan jalan yang berbeda," ucap Putra hanya untuk menunjukan siluet hancur dari sepasang monolidnya.
"Maaf kalo selama ini aku terlalu memaksa."
Ucapan terakhir Putra pada malam itu sungguh membangun ruang hampa di hati Elzi. Ruang kecil yang perlahan-lahan menjelma sebagai kerajaan hampa yang pekat dan gelap. Dekapannya hilang bersama hangat yang perlahan-lahan terasa asing bagi Elzi.
Asingnya menetap, menumbuhkan segala keresahan dimana detakan itu masih terpompa untuk kehidupan. Satu minggu telah berlalu dan Elzi masih belum bisa mendengar suara Putra. Meski dari ujung sambungan telfon sekalipun. Mereka tak berkabar.
Perlahan, sepasang obsidian Elzi menyoroti eksistensi jam dinding yang berdetak teratur. Sudah pukul 12.45 WIB. Seharusnya Elzi sedang berada di kampus, mendengarkan penjelasan dosen dan mengantuk dalam lima menit setelahnya. Seperti biasa.
Tapi untuk hari ini, dia memilih berada pada posisinya, seperti satu jam yang lalu. Duduk di kursi dengan ditemani sepiring nasi dan omelette yang sudah tidak mengeluarkan kepulan asap panas. Seakan hangat pada kepulan asap itu memilih pergi bersama Bunda, sebab dia tau tidak ada kehangatan yang tertinggal di ruangan petak ini. Elzi pun sudah membeku bersama sepi.
Untuk kesekian kalinya, Elzi membuka roomchat hanya untuk menjumpai deretan bubble yang tak kunjung berwarna biru. Hingga bersama embusan nafas berat, Elzi menutup ponselnya, membiarkan kepalanya berada di atas meja dengan berbantalkan lipatan tangan.
Matanya terpejam, hendak memanipulasi sedetik saja isi kepalanya. Namun di sana getaran itu hadir, mendobrak benteng-benteng mimpi yang sedang dia susun.
Regan :
"Lo dimana?"Elzi mendesah panjang. Dari Regan, bukan dari Putra. Tapi tak urung, Elzi membalas pesan dari Regan.
"Di rumah."
Selang beberapa detik, Elzi teringat bahwa seharusnya ia menanyakan keberadaan Putra kepada Regan. Maka, dia kembali mengirim satu bubble chat kepada Regan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Nestapa [Selesai]✓
Teen Fiction𝐁𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐝𝐮𝐚 𝐍𝐀𝐓𝐀 : 𝐓𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐮, 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐫𝐞𝐭 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮. (Boleh dibaca terpisah tanpa membaca Nata terlebih dahulu) Hari-hari suram terus berlalu. Bayang-bayang masa lalu masih melek...