Chapter 5

17 5 0
                                    

1825 : anggai
(n) (kl) isyarat

PANTULAN dari gema bola yang mengentak pada ubin di ruangan indoor bercampur dengan tetesan keringat dari orang-orang yang memperebutkan bola besar jingga yang memantul kesana-kemari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PANTULAN dari gema bola yang mengentak pada ubin di ruangan indoor bercampur dengan tetesan keringat dari orang-orang yang memperebutkan bola besar jingga yang memantul kesana-kemari.

Seseorang dengan nomor punggung sebelas dengan nama “Mahavir” tak mengalihkan fokusnya untuk mengoper bola yang berada dibawah kendalinya untuk dioperkan pada rekannya. Dia mengecoh pergerakan lawan yang memblokir jalannya, hingga terdengar suara umpatan. “Sial, lo, Al!”

Laki-laki dengan ikatan bandana biru gelap itu hanya membalasnya dengan senyum mengejek, ketika bolanya sampai pada sasarannya.

“Good point, dude!” seru kawanannya.

Warna baju yang senada dengan bandana yang tengah dikenakan Alister, serupa dengan pakaian  tim-nya yang kini sedang melakukan tos high five

Permainan usai ketika jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Mereka mengistirahatkan tubuhnya. Ada yang mengguyur wajah dengan air mineral, ada pula yang berbaring dengan merentangkan kaki dan tangannya dan ada sebagian yang menyandarkan tubuh pada dinding dengan kaki yang diselonjorkan.

Badmood, lo? Kayak cewek PMS aja.” Perkataan itu berasal dari Azriel, laki-laki bertubuh kurus yang biasanya dijuluki “Mata Empat” karena kekurangannya dalam penglihatan.

Azriel melemparkan botol air mineral pada Alister yang tampangnya masih terlihat sanggar, padahal sudah lelah-lelah melampiaskan amarahnya dengan olahraga malam yang membuat kawanannya kalang-kabut dengan kegetiran akibat perubahan suasana hati Alister. Sebagai sahabat Alister, mereka turut kena imbasnya.

Alister lebih sigap menerima lemparan botol Azriel dan segera menegaknya dengan rakus. Tanpa mengucapkan terima kasih, dia langsung melemparkan botol itu dengan kasar.

Sekawanan orang di sana menjadi ricuh. Mereka tidak ingin menambah amukan Big Boss yang suasana hatinya sedang buruk. Sekiranya hanya Azriel yang tanpa sungkan mengusik sisi singa-nya Alister.

“Apa!” seru Alister dengan galak. Bagaimana tidak, Azriel dengan berani-beraninya malah balik melemparkan botol minuman bekasnya tadi. Untung saja ujung botol itu tidak mengenai wajahnya. Jika tidak, Azriel dipastikan tidak akan pulang malam ini!

“Sarap, lo! Bangun cepet. Balik, sana!” Pengusiran memang cukup ampuh untuk menyentil ego sang Big Boss.

Sementara kawanannya yang lain sudah beranjak pergi ketika tawaran mereka tentang kumpul-kumpul di Warjok—warung pojok—yang letaknya di pinggiran Jakarta, ditolak Alister.

1825 [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang